BAGIAN 9/3

108 25 20
                                    

Atha memasukkan ponselnya ke dalam saku setelah membaca berita yang beredar tentangnya. Tiba-tiba tangannya jadi gemetar. Ia merasakan kecemasan yang sangat mengganggu hingga membuat degup jantungnya berdetak secara berlebihan. Ia bukan takut akan popularitasnya yang mulai hancur, tetapi bagaimana dengan reaksi Stif? Atha ikut bertanya-tanya tentang itu. Selama pertemuannya dengan Yuna, Atha tidak sedikitpun memberitahukan apa yang Yuna ceritakan, kepada Stif. Dan sekarang, berita ini pasti sudah sampai ke Stif. Stif pasti tau kalau ia beberapa kali bertemu Yuna secara pribadi.

Atha mengepalkan tangannya. Mencoba bernafas dengan normal. Ia harus menghadapi apapun kemarahan Stif padanya. Setidaknya, Atha harus tau bagaimana kondisi hati Stif.

'Ceklek'

Semakin pintu kondo-nya terbuka, nyalinya semakin ciut. Tubuhnya seperti mengerut menjadi lebih kecil setiap ia melangkah masuk ke dalam. Terlihatlah Stif yang duduk termenung di ruang tengah. Merasakan ada kehadiran seseorang selain dirinya, Stif menolehkan kepalanya dan menatap Atha beberapa detik.

"Stif..." suara Atha nyaris menghilang ketika menyebut nama kekasihnya itu. Stif bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Atha.

Menyeramkan, bisik hati Atha saat tatapan datar itu menghujaminya. Semakin Stif mendekat, Atha semakin tidak bisa menatap wajah itu.

"Kau lelah?" Stif bertanya.

Aliran darah, napas, dan jantung Atha rasanya berhenti. Pelan-pelan wajahnya terangkat, memberanikan diri menatap wajah Stif dengan mata berkaca-kaca.

"Ya?"

"Jika kau lelah, aku akan memelukmu."

Padahal yang di hadapannya ini hanyalah seorang gadis berusia 22 tahun yang style nya seperti laki-laki, tetapi Atha merasa seperti sedang berhadapan dengan seorang lelaki yang tubuhnya jauh lebih tinggi dan selalu siap untuk menjaganya. Stif yang tidak mendapat jawaban apapun dari Atha, akhirnya bergerak sendiri untuk memeluk lelaki itu. Rasanya hangat sekali.

Kecemasan-kecemasan yang datang mengganggu Atha, seketika hilang digantikan dengan perasaan sedih, terharu, dan rasa cinta yang sulit ia kendalikan. Atha menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Stif. Air matanya sudah memaksa keluar. Malu bisa di atur belakangan.

Stif dengan kehangatannya, mengelus-ngelus belakang kepala Atha dan membiarkan lelaki itu menangis sepuasnya sampai berhenti.

Dua jam kemudian, Stif duduk sambil menyendokkan red velvet cake di atas meja entah untuk yang keberapa kali dan mengarahkannya ke depan mulut Atha.

"Aku pikir kau akan sangat senang jika aku membelikan kue ini untukmu."

Atha yang sedang mengunyah pelan-pelan kue di dalam mulutnya, hanya bisa memandangi Stif dengan mata sembab.

"Apa kau ingin kue yang lainnya?" Stif bertanya dengan nada super lembut yang bahkan belum pernah Atha dengar. Ada nada hati-hati di dalam kalimatnya. Mungkin Stif sedang menjaga hati Atha yang dalam kondisi rapuh itu agar tidak semakin hancur berantakan.

"Kenapa... kau tidak marah padaku?" Atha giliran yang bertanya.

"Karena itu kau menangis?"

Atha benar-benar tidak tau harus menjawab apa.

Stif tersenyum simpul. Lelaki di hadapannya ini kelewat imut hingga ia tidak bisa menahan tawanya saat Atha menangis tersedu-sedu tadi. Stif lalu mengelus kepala Atha penuh kasih sayang.

"Atha, kau sadar tidak kalau kau sudah bersikap tidak baik?" ucapan Stif membuat perasaan Atha mencelos. Ia langsung menunduk dalam-dalam.

"Kau tidak kasihan pada kue ini? Kau terlalu manis sampai kue-nya mungkin terasa hambar. Mereka sedang kesal padamu," Stif melanjutkan perkataannya.

What Kind Of Person [UP POOMPAT] ✅Where stories live. Discover now