8 • Ini, Tolong Dikenang Ya

281 58 4
                                    

Nila setitik rusak susu sebelangga. Awalnya aku kira itu cuma kalimat pajangan yang sering ada di buku cetak atau buku tulis Bahasa Indonesia. Memang sih di sekolah tidak ada yang membicarakanku secara terang-terangan, tapi setiap kali aku berbuat satu kebaikan rasanya aku tetap salah. Aku seperti dihakimi meski tak ada yang benar-benar menunjuk kepalaku di depan mata.

Menata semuanya dari awal tidak pernah mudah bagiku. Reputasi, teman yang menghilang bersamaan, kepercayaan.

Tidak cukup, dan tidak akan pernah cukup waktu untuk menyembuhkannya bahkan sampai hari ketika dimana cerita ini diketik ulang.

Tapi waktu harus terus berputar dan cerita perlu terus berjalan, melupakan reputasiku yang menjadi buruk di kelas 8 semester kedua, aku akhirnya bisa berdamai dengan diriku sendiri meski aku tidak bisa mengubah pandangan mereka yang melihatku sebagai orang yang salah.

Aku tidak apa-apa kalau maunya mereka begitu, asal tidak merugikan diriku. Toh aku masih punya Keysha yang tetap menjadi teman sebangku, toh aku akhirnya terbiasa pulang sendiri tanpa harus ditemani.

Tanpa siapa-siapa, ternyata aku tidak apa-apa.

Semua memori pahit itu perlahan pudar saat mendekati bulan Maret dimana sekolah mengadakan study tour ke Bandung. Semalaman aku tidak bisa tidur karena terlalu bersemangat, padahal aku sudah terlentang di ranjang lebih awal dari biasanya.

Untungnya tidak ada drama kesiangan atau barang yang tertinggal, jadi aku bisa menikmati perjalananku di bus dengan teman-teman. Meskipun sejak hari pembagian absen aku sedikit tidak bersemangat karena tidak satu bus dengan Keysha, tapi aku tetap bahagia karena ada Dela.

Dan karena ada Nugi mungkin.

Pagi itu tidak ada yel-yel, tidak ada karaoke, tidak ada hip hip hura di bus karena pengawas kami adalah Bu Melik— guru killer paling terkenal di seluruh angkatan. Boleh ditanya testimoninya pada alumni sekolahku, tapi mungkin nanti saja.

Suasana yang agak membosankan itu berubah setelah Nugi meminta izin ke Bu Melik waktu kami di rest area, dia berjalan ke depan membawa flashdisk merah miliknya untuk memutar film pendek Thailand.

Akhirnya sisa perjalanan ke Bandung kami tidak terlalu membosankan karena Nugi, padahal setengah hari itu aku mematikan ponsel untuk menghemat daya.

Melewati gedung sate karena hujan berderai lama dan mendung, akhirnya kami terjebak dengan essay dadakan di Museum Geologi sebelum bus mengantar kami ke salah satu wahana hiburan yang lumayan terkenal di Kota Bandung.

Sebenarnya tidak ada yang spesial selain naik Sky Pirates, mengantri lama di Giant Swing, keliling-keliling melihat layar lcd yang diputar klip tiga dimensi bergambar hiu memecahkan kaca. Tapi yang paling kusuka dari hari itu adalah karnavalnya. Aku sempat memotretnya dengan ponsel tapi ternyata hasilnya tidak sebagus yang aku pikirkan karena di dalam sana cukup gelap.

Aku juga punya beberapa potret teman sekelas yang dijepret buru-buru sebelum kami melanjutkan perjalanan pulang dan berpisah bus lagi. Rasanya agak sebal karena kelasnya harus dibagi dua dan bus dicampur dengan kelas sebelah, tidak tahu juga apa maksud guru memisahkan kami begitu.

Detik jam tangan warna pink tua di pergelangan tanganku hari itu rasanya terlalu cepat. Aku ke sana kemari dengan Keysha. Pokoknya di setiap rest area, museum, waktu antri mencoba wahana ini-itu, bahkan waktu bus melipir di tempat oleh-oleh, aku pasti berduaan dengan Keysha meskipun harus berpisah lagi di setiap perjalanan.

Pulangnya, hampir semua orang di bus terlelap. Hanya Nugi saja yang kulihat masih sibuk memencet launchpad persis di kursi belakangku.

Aku memperhatikan pohon-pohon dan lampu-lampu pemukiman penduduk yang terlihat kecil juga bergerak cepat karena bus sudah mulai memasuki jalanan Puncak Bogor.

NuginaraWhere stories live. Discover now