| Part 6 | Kemurkaan Kevan

Mulai dari awal
                                    

Dia benci menatap dirinya yang menyedihkan.

°°°

"Argh! Sialan lo! Kenapa lo nggak ngelakuin apa yang gue minta kemarin. Kenapa lo nggak gugurin janin itu hah!?" bentak Kevan menatap nyalang gadis di depannya.

"Ayah gue udah lebih dulu tahu. Gue-"

"Sialan lo, jalang! Terus mau lo apa? Gue tanggungjawab?" tanyanya tak santai. "Gak sudi, bangsat lo!"

Nara memejamkan matanya saat berulang kali Kevan melontarkan umpatan. Bagaimana dia tak menderita kalau nanti dia menikah dengan cowok tempramental itu. Belum menikah saja sudah terlihat bagaimana bringasnya seorang Kevan.

"Kenapa nggak mati aja sih! " sungut cowok itu lagi.

"Emang itu yang gue pengen. Bunuh gue sekarang juga kalo itu mau lo."

Kevan tersenyum miring. Ia mengambil satu langkah ke depan. Mencengkeram dagu gadis di depannya dengan kuat hingga membuat gadis itu meringis. Cowok itu tertawa menatap wajah menyedihkan gadis di depannya.

Kevan mendekat pada telinga Nara, dia berbisik, "Gue nggak mau bunuh lo, tapi ... bayi itu. Bayi itu yang harus mati."

Entah mengapa mendengar penuturan Kevan membuat Nara meremang, takut. Tapi bukankah itu keinginannya saat pertama kali ia tahu sedang mengandung? Yaitu mengugurkan nyawa yang bersemayam dalam rahimnya tersebut.

"Gue bisa melakukan itu sekarang juga," tutur Kevan.

Nara terdiam. Apa Kevan lupa bahwa sekarang mereka masih berada di sekolahan? Ya meski rooftop tersebut sepi, tapi tetap saja tempat itu masih dalam satu lingkup dengan sekolah.

"Mungkin ini akan jadi hal yang lebih keji dari sebelumnya, tapi ... gue nggak mau harus hamil di usia muda. Gue juga nggak sanggup harus menerima cacian dan hinaan nantinya, dan gue juga nggak sanggup kalau nikah sama bajingan kayak lo. Hidup gue udah terlalu berat untuk menjalankan ini semua."

Bruk!

"Awwh."

Kevan mendorong bahu Nara hingga gadis itu mundur beberapa langkah dan akhirnya tersungkur. Sepasang netranya menatap tajam Nara, senyum miring tak luput dari bibirnya.

"Banyak bacot lo. Intinya bayi itu harus mati, 'kan?"

Tak kunjung mendapat jawaban, cowok itu dengan segera mengangkat kakinya hendak dihantamkan pada perut rata gadis yang tersungkur di bawahnya. Ada kilat rasa takut-walau tak begitu kentara-pada sepasang iris kecoklatan milik Nara.

"Perlu gue injek berapa kali hm?" tanya Kevan dengan pandangan tertuju pada perut Nara, di mana benihnya sudah tertanam di sana. Tak ada rasa kasihan sedikit pun yang tersirat dari mata tajamnya. Yang ada hanya tatapan bringas.

Gadis itu terdiam, matanya terpejam erat saat cowok dengan tatapan bringasnya itu benar-benar akan menghantamkan kakinya yang beralaskan sepatu tebal ke perutnya. Nara tahu, rasa sakitnya nanti pasti akan lebih menyakitkan daripada ia dicambuk sang Ayah.

Dak!

"Argh!"

Tak merasa sesuatu menginjak perutnya, Nara membuka mata. Apa dia tadi tak salah dengar bahwa justru Kevan yang berteriak kesakitan. Atensinya langsung tertuju pada sosok tinggi di sampingnya. Lagi-lagi cowok itu yang mengagalkan semuanya.

"Anjing! Apa-apaan lo tiba-tiba dateng langsung nendang punggung gue!?" ketus Kevan pada seorang cowok yang baru saja mengagalkan hal yang baru saja akan dilakukannya. Dia Genan. Kevan geram, karena kehadiran cowok itu membuatnya tak jadi menghantamkan kakinya pada perut rata Nara.

"Seharusnya gue yang tanya, lo mau apain tuh cewek?"

"Peduli lo?"

"Bentar," Genan berjalan menghampiri Nara yang sudah terduduk, beberapa saat cowok itu menatap sepasang mata yang sembab itu. "Lo... cewek yang tadi pagi, 'kan? Ck, lo pacarnya Kevan?"

Alih-alih menjawab, gadis itu justru berusaha bangkit. Lantas menatap tajam Genan dengan gigi menggertak dan tangan terkepal erat. "Kenapa lo selalu dateng di saat yang nggak tepat!?"

"Justru gue dateng tepat waktu, kalo enggak, lo pasti udah dihabisin sama Kevan," balas Genan melirik kembarannya.

"Tapi kedatangan lo membuat semuanya gagal," ketus Nara, merasa kesal.

"Gagal apa maksud lo? Oh, jangan-jangan ini ada hubungannya sama kejadian tadi pagi? Karena tadi pagi lo gagal bunuh diri, terus lo nyuruh Kevan untuk bunuh lo sebagai gantinya?"

"Bunuh diri? Lo nyelamatin dia pas hampir bunuh diri?" tanya Kevan.

Genan mengangguk.

"Tolol! Kenapa lo nyelamatin dia hah!? Biarin aja dia mati!" sarkas Kevan membuat Genan terkejut.

"Apa maksud lo?"

"Bukan urusan lo!"

"Lo tahu apa yang akan terjadi sama Mama kalo tahu kelakuan anak kesayangannya kayak gini?"balas Genan.

"Diem lo anjing! Jangan bawa-bawa Mama, gue bakal nyelesain masalah gue sendiri. Lo nggak perlu ikut campur!" teriaknya frustasi.

"Oke, setelah ini gue nggak ikut campur. Sekarang gue tahu kenapa akhir-akhir ini lo stress kayak orang gila," jelas Genan diiringi tawa setelahnya.

Bruk

Keduanya kompak menoleh saat satu-satunya gadis di sana mendadak jatuh pingsan. Kevan justru tertawa lalu melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan Genan dan Nara di sana.

Sementara Genan mendengus sebal menatap kembarannya berlalu begitu saja. Atensinya beralih pada gadis di bawahnya yang tergeletak pingsan. Kali ini Genan tak ingin mencampuri urusan gadis itu lagi. Sudah dua kali dia menyelamatkan gadis itu. Dia tak ingin melakukan untuk ketiga kalinya. Lagi pula apa untungnya?

"Gue pernah bilang, jangan jadi cewek lemah," gumamnya menatap tubuh Nara lantas melenggang pergi meninggalkan gadis itu tergeletak tak berdaya di rooftop.


.
.
.

|🌹SILENCE OF TEARS🌹|

« bersambung »

Ada yang kesal sama Kevan? Sama Genan juga mungkin? Tega banget ditinggalin gitu aja :(

Jangan lupa vote, komen, dan share ya lov <3

See you next part (๑•ᴗ•๑)♡

Silence Of Tears (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang