3.4

7.4K 1.1K 36
                                    

Kemarin sebenernya udah aku up, cuman aku unpub lagi karena revisi sedikit part ini

•••

BUGHH

"Kurang ajar banget lu, ya! Temen apaan lo!"

Jeno tersungkur di aspal rooftop dan meringis ketika tangannya bergesekan dengan aspal. Selanjutnya, tendangan-tendangan yang keras mengarah ke perutnya yang membuatnya spontan meringkuk memegangi perutnya.

"Gue mati-matian ngelindungin lo pas lo digituin sama Renjun! Lah elo? Tolol! Lo cuman ngeliatin doang!" Jaemin terus menendang perut Jeno, begitupun juga dengan Beomgyu, berbeda dengan Taehyun yang hanya diam melihat perundungan secara tak langsung itu. "Bisa-bisanya lo ngeliatin doang anjir pas gue, Beomgyu sama Taehyun dipukulin!"

BUGHH

BUGHH

Jaemin dan Beomgyu terus menendang tangan Jeno yang berusaha melindungi perutnya itu. Jeno hanya meringis dan berusaha bertahan.

Merasa tak puas, Jaemin menarik Jeno secara paksa untuk berdiri. Jeno yang dipaksa itu kerap beberapa kali oleng karena merasa perih di bagian perut dan wajahnya. Kepalanya mendadak pening ketika secara tak sengaja mendongak menatap teriknya matahari.

BUGHH

"AKHHH!" Jeno tersungkur dan mulutnya langsung mengeluarkan darah ketika Jaemin memukul perutnya dengan kuat.

Jaemin, pemuda itu mengatur nafasnya dan menghapus keringat yang ada di wajahnya. Beomgyu, pemuda itu menghela nafas lega ketika melihat Jeno tumbang. Taehyun, seperti biasa pemuda itu tak bereaksi.

"Lo tau siapa yang selalu ngelindungin lo? Tapi gini cara lo ngebalesnya?" ujar Jaemin kemudian menghapus keringat yang ada di hidungnya. "Lo kalo diapa-apain gue, Beomgyu sama Taehyun maju paling depan tau gak lo!"

Beomgyu tersenyum sinis. "Lah ini dia cuman diem!"

Taehyun yang awalnya diam itu langsung berjalan tenang ke arah Jeno, membantu pemuda yang terbatuk-batuk dengan darah mengalir dari mulutnya itu untuk berdiri. Setelah itu, Taehyun menyandarkan Jeno pada tembok rooftop dan melemparkannya sebuah handuk kecil untuk mengelap darahnya sebelum akhirnya ketiganya meninggalkan ia sendiri.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya. Beomgyu dan Taehyun juga pernah dipukul oleh Jaemin. Mereka semua pernah dipukul oleh Jaemin, tapi entah kenapa tiap kali salah satu dari mereka dihajar habis-habisan oleh Jaemin, sisanya berada di kubu Jaemin, seakan-akan mereka satu pendapat dengan pemuda itu.

Jeno mengelap darah yang ada disekitar mulutnya menggunakan handuk itu sembari memandangi kepergian ketiganya.

BRAKK

Bunyi pintu ditutup. Jeno langsung menghela nafas dan berjalan menuju keran yang ada di rooftop. Pemuda itu berkumur-kumur, memuntahkan segala sisa darah dan membasuh wajahnya yang bengkak karena perkelahian kemarin, tadi malam dan tadi pagi. Entah bagaimana kondisi wajahnya sekarang, yang pasti tidak baik-baik saja.

Setelah memastikan tidak ada darah lagi pada mulutnya maupun sekitar mulutnya, Jeno kembali duduk di posisi tadi. Pemuda itu duduk dengan kedua kaki ditekuk, tangan kanannya bertumpu pada kaki kanan sembari memegang handuk yang sudah dipenuhi darah. Pemuda itu menunduk.

Entah bagaiman cara menjelaskannya kepada mereka bahwa ada anak perempuan yang memenuhi kepalanya akhir-akhir ini.

Jeno menghela nafas dan makin menundukkan kepalanya. Dirinya yang kesepian seorang diri dibawah matahari yang begitu terik. Kesepian, perasaan itu sudah tidak asing lagi.

Jeno mendongakkan kepalanya kemudian memicing sempurna karena silaunya matahari. Mungkin ini yang dirasakan Sena. Ia baru dipukul tiga kali secara berturut-turut tapi sudah sesakit ini.

•••

Koridor sepi karena ini jam pelajaran dan Jeno baru saja turun dari rooftop setelah melewatkan dua mata pelajaran. Ia menghabiskan waktu sendiri di rooftop tadi. Cukup lama.

Pemuda itu berjalan penuh wibawa melewati banyak kelas. Handuk yang ia gunakan untuk menghapus darahnya itu ia tenteng seperti tidak ada masalah.

"Eh kelas XII Music A, ya?" Seorang Pria tua yang merupakan guru disana tiba-tiba memanggilnya membuat langkah Jeno terhenti.

Dengan perlahan, handuk berisikan darah itu ia masukkan kedalam saku dengan tenang kemudian tersenyum kepada guru tersebut seperti tidak ada apa-apa.

"Iya, Pak?" jawab Jeno ramah.

"Tadinya Bapak mau ke kelas kamu, tapi daripada Bapak jauh-jauh kan, ya." Pak Jungkook berujar basa-basi namun Jeno hanya menjawab dengan senyuman. Pak Jungkook kemudian menyodorkan sebuah kertas kepada Jeno. "Ini kisi-kisi buat ulangan besok. Bagi ke teman kelas kamu, ya. Suruh mereka pelajari besok."

Setelah menyerahkan kertas berisi kisi-kisi itu, Pak Jungkook langsung kembali masuk kedalam ruang guru tak memedulikan apakah orang yang ia berikan kisi-kisi itu bisa dipercaya atau tidak.

•••

"Temen kelas ada rencana mau jenguk lo. Boleh, gak?" tanya Renjun kepada Sena yang duduk tenang di bangkar rumah sakit sambil mengupas sebuah jeruk.

Sena yang fokus mengupas jeruk sontak menoleh kepada Renjun. Tatapan matanya mendadak menjadi sorot takut dan sendu. Hal itu langsung membuat Renjun tersenyum tipis, mengangguk dan kemudian menepuk-nepuk puncak kepala Sena.

"Iya, ntar gue bilang gak bisa," kata Renjun dengan senyuman tipis dan tangan yang masih setia menepuk-nepuk kepala Sena.

Sena sedikit tersenyum kepada Renjun. Ia ingin tersenyum lebar sekaligus berterima kasih kepada Renjun, namun beberapa luka pada wajahnya dan bengkak pada wajahnya itu membuat gadis itu tidak bisa tersenyum lepas.

"Makasi ya, Njun," ungkap Sena dengan sorot mata penuh terimakasih.

Renjun mengangguk dan kembali memperhatikan Sena yang masih setia mengupas jeruk itu. Merasa sedikit geram karena Sena lama sekali mengupas jeruk itu, Renjun beralih mengambil jeruk itu lembut.

"Makasi, ya," ungkap Sena sekali lagi. Hatinya menghangat. Ia begitu tenang ketika Renjun disampingnya. Ia senang mereka bisa kembali seperti dulu.

Renjun hanya mengangguk dan menunduk untuk mengupas jeruk itu. "Tadi gue mukul mereka lagi."

Ucapan Renjun barusan mendadak membuat detak jantung Sena berhenti. "Lo jangan mukulin mereka terus. Udah. Lo juga kena pukul jadinya."

"Lah? Siapa suruh ngeselin banget. Mana masih bisa ketawa lagi gak ada rasa bersalahnya sama sekali!" gerutu Renjun lalu menyerahkan jeruk yang kulitnya sudah habis terkupas itu kepada Sena.

"Tapi lo gak mukulin Jeno lagi, kan?"

Sontak Renjun menatap mata Sena. Keadaan mendadak hening selama beberapa detik sebelum akhirnya wajah tengil terpasang di wajah Renjun. "Hehe, sedikit."

Mendengar itu, Sena menghela nafas pasrah dan menatap jeruk yang kini sudah berada di tangannya. "Lo gak keceplosan lagi, kan? Gak ngasi tau Jeno, kan?"













































Haloo sekali lagi maaf banyak kurangnya dalam cerita ini, aku nulis apa yang aku suka sekalian nuangin perasaan aku dalam cerita, interaksi sama pembaca juga yang jadi hiburan aku, jadi maaf kalo misalnya ada kekurangan dalam cerita ini, ntar bakalan aku revisi kok kalau udah selesai ( kalau inget), jangan lupa untuk tinggalkan jejak💓

Dangerous Bully | Lee JenoWhere stories live. Discover now