2.3

8.2K 1.1K 64
                                    

Ruang makan yang tenang dan damai, hanya ada bunyi sendok yang bergesekan dengan piring kaca. Rumah mewah dan keluarga yang menawan kediaman keluarga Lee.

Seorang laki-laki yang sedaritadi tenang dalam melahap makanan-nya sesekali melirik diam-diam ke arah sang Kakak, Lee Felix dan kemudian mengalihkan pandangannya menjadi melirik sang Papa, Lee Donghae.

Ada yang ingin Jeno katakan, tapi mulutnya seakan-akan terkunci dan disihir untuk tetap diam.

Felix yang menyadari gerak-gerik Jeno-pun perlahan berhenti mengunyah kemudian menatap Jeno sinis. "Mau ngomong apa lo?
Kalo mau ngomong, ngomong aja kali. Gak usah ngeliatin kayak gitu."

Sontak suara Felix yang berat itu membuat atensi sang Papa dan sang Mama teralihkan. Sang Papa berhenti mengunyah, mendongak menatap Felix dan Jeno yang sangat jarang akur itu. Kemudian sang Mama, Yoona juga ikut menatap Jeno dengan tatapan lembut.

"Mau ngomong apa, sayang?" tanya Mama Yoona lembut.

Jeno, pemuda itu seketika berubah menjadi kikuk. Pemuda itu menggaruk lehernya dan memasang wajah tidak enak.

"Eee— Enggak kenapa-kenapa kok, Ma." Jeno tersenyum tipis dengan raut wajah tidak enak ketika melihat sang Papa menatapnya.

"Mau ngomong apa?" Kini giliran sang Papa bertanya. Namun hawa dari sang Papa membuat Jeno makin tidak berani berbicara.

Pada akhirnya Jeno hanya menggelengkan kepalanya dan kembali melanjutkan makannya. Begitupun juga dengan Felix, pemuda yang lebih tua beberapa bulan darinya itu kembali melanjutkan makannnya.

"Masih ngejar jadi atlet?" Pertanyaan sang Papa membuat Jeno dan Felix terdiam.

Jeno mendongak, Felix menatap Jeno dengan tatapan tak terbaca. Jeno menggeleng sembari tersenyum pasrah. "Enggak kok, Pa."

Mendengar jawaban Jeno, Donghae mengangguk paham. "Bagus deh. Mending kamu belajar yang rajin buat masuk kedokteran. Gak usah berharap jadi atlet lagi."

Jeno terdiam sejenak kemudian mengangguk kecil. Entah kenapa rasanya sangat sakit ketika sang Papa mengatakan bahwa ia tidak usah berharap akan menjadi seorang atlet suatu hari nanti.

Kedokteran? Ia tidak pernah punya mimpi akan menjadi dokter.

"Kalo kamu mau jadi atlet juga waktunya udah lewat. Harusnya kamu ngejar waktu dari kelas sepuluh kalo mau jadi atlet, ikut pertandingan, nilai olahraga kamu juga harus paling bagus. Kayak Felix."

Perkataan terakhir sang Papa membuat detak jantungnya berhenti satu detik. Suhu tubuhnya mendadak panas dingin. Satu tangannya mengepal begitu kuat.

"Felix ikut pertandingan terus loh. Dari SD malah. Kamu mau jadi atlet baru mau mulai sekarang. Mending kamu fokus aja belajar buat masuk fakultas kedokteran. Itu udah ngejamin masa depan kamu—"

"Tapi aku juga mau jadi atlet," potong Jeno lirih.

Felix adalah seorang atlet sekaligus kebanggaan kedua orang-tuanya. Ia ingin menjadi atlet hanya saja kesempatan untuk mengikuti pertandingan selalu terlewat.

Sena, gadis itu selalu yang paling pertama didaftarkan dalam hal apapun itu, membuat beberapa siswa di kelasnya tidak mempunyai peluang.

Jika saja waktu itu ia bisa mengikuti pertandingan Volly, mungkin ia tidak akan mendengar namanya fakultas kedokteran. Sena mengambil kesempatannya.

"Udahlah, gak usah mimpi mau jadi atlet."

•••

"So one last time, i need to be. The one you take—"

BRAKK

Suara pintu dibuka kasar terdengar begitu keras, membuat suara petikan gitar dan nyanyian merdu seseorang terhenti. Pemuda tersebut langsung terlonjak kaget dan menyingkirkan gitarnya dari pangkuannya.

"Kamu itu gak ada kerjaan lain selain nyanyi hah! Mau jadi apa kamu! Nyanyi terus nyanyi terus! Alat musik banyak gak pernah kepake! Rugi-rugiin aja!" Seorang laki-laki tua namun badan kekar datang dan langsung berteriak marah.

Beomgyu, pemuda itu hanya diam, namun kedua tangannya terkepal begitu kuat. Ia kira sang Papa, Choi Siwon belum pulang dari kerja jadi ia menghabiskan waktunya bermain gitar.

"Mau jadi apa kamu hah! Belajar sana belajar! Otak kamu tuh dipake!"

BRAKK

PRANGG

"PAPAH!" teriak Beomgyu dan langsung berlari cepat ke arah sang Papa yang sedang membanting drum-band nya.

"MAU JADI APA KAMU HAH! PUNYA OTAK TUH DIPAKE BUAT BELAJAR! MAIN MUSIK TERUS GAK AKAN BIKIN KAMU SUKSES!"

Beomgyu terus berusaha menahan tubuh sang Papa yang terus mencoba merusak alat musiknya yang lain.

"PAPA KENAPA SIH! AKU BELI SEMUA INI PAKE UANG AKU! JANGAN DIRUSAKIN!" teriak Beomgyu sebisanya dan terus menahan sang Papa agar tidak merusak seluruh alat musiknya.

"PAPA BILANG BELAJAR! BUKAN MAIN MUSIK! APA KAMU BILANG WAKTU ITU HAH! KAMU MAU MASUK KLUB MUSIK AJA GAK BISA! GIMANA MAU SUKSES KALO MASUK KLUB MUSIK AJA GAK BISA! HAH!"

Siwon kembali mengungkit tentang insiden klub musik itu.

"MASUK KLUB MUSIK DI SEKOLAH AJA GAK BISA SOK-SOKAN MIMPI SUKSES! BELAJAR BEOMGYUUU! PAPA NYEKOLAHIN KAMU MAHAL-MAHAL BUKAN CUMAN BUAT MUSIK DOANG!"

Tapi bagaimana jika ia sangat cinta dengan musik? Bagaimana jika keahliannya hanya dalam bidang musik? Dibandingkan dengan pelajaran, Beomgyu lebih senang musik. Ia lebih bisa di bidang musik daripada pelajaran.

Ia tidak pernah belajar. Ia hanya fokus kepada musiknya. Ia tidak tertarik dalam hal apapun selain musik.

Sejujurnya, ia tidak bisa dalam pelajaran apapun.

BRAKK

Pintu tertutup sempurna. Sang Papa telah pergi, namun menyisakan kamar Beomgyu yang berantakan. Semua alat musiknya rusak.

Beomgyu memandangi kamarnya. Drum-band nya sudah rusak total. Keyboard yang ia beli dan harus mengorbankan uang jajannya selama lima bulan itu rusak. Hanya tersisa gitarnya.

Pemuda itu mulai berjongkok, memegang satu-satu alat musiknya kemudian menghela nafas pasrah.

Matanya memanas, benar-benar terasa panas. Sekarang ia sudah tidak punya kesempatan untuk membuktikan kepada sang Papa bahwa ia bisa sukses.

Sebenarnya kesempatan itu sudah hilang dari awal. Kesempatan itu sudah hilang sejak dirinya tidak bisa masuk klub musik. Satu-satunya harapannya agar bisa membuktikan kepada sang Papa. Hanya satu cara itu dan ia bisa bermain musik dengan bebas.

Sena. Selalu saja gadis itu. Gadis egois yang mengambil kesempatan semua orang. Gadis angkuh yang tidak mau dikalah dalam hal apapun dan tidak membiarkan orang lain memiliki kesempatan yang sama.

TIINGG

Ponselnya berbunyi, membuat atensinya teralihkan. Beomgyu mengusap air matanya kasar dan menutup bibirnya rapat-rapat.

Kakinya yang panjang berjalan menuju meja-nya. Tangannya yang besar itu mengambil ponsel miliknya. Matanya membaca pesan itu, kemudian tersenyum tipis.

Empat jantan:
|Taehyun: pada free? Kumpul di Jeno
|Jeno: buruan, kita mau ke sena WKWK





























Sampe sini mungkin udah paham ya? Kalo ada yang mau ditanyain atau kurang jelas bisa komen biar aing jelasin di next chapter

Dangerous Bully | Lee JenoWhere stories live. Discover now