🍁CHAPTER 8🍁

67 13 0
                                    

Ketujuh: Bagaimana masa lalu menelanmu

- Sebuah penyesalan yang gelap -

🍁


Langit sudah penuh dengan gumpalan awan gelap ketika Ji Eun mulai cemas dan memutuskan untuk pergi mencoba mencari dimana keberadaan Daniel. Gadis itu berlari ke setiap tempat yang mungkin dikunjungi Daniel, tapi tak ada hasil yang bisa ia temukan.

Sementara tangannya masih terus sibuk mencoba menghubungi ponsel Daniel, hujan akhirnya turun. Tiap tetesnya semakin lama terasa semakin banyak, Ji Eun tak peduli dan terus berlari tak tentu arah. Tidak biasanya laki-laki itu mengabaikan panggilannya seperti ini.

Pasti ada sesuatu yang terjadi.

Gemuruh turunnya hujan beradu dengan suara teriakan Daniel ketika ia merasa kaki kanannya seperti akan hancur. Ia mencoba mengatur napasnya dan mulai berpikir mungkin saja hari ini ia akan mati. Tapi ia tak pernah menyesal karena sudah membantu adik kelasnya itu. Meski ia mati sekali pun, setidaknya ia mati menjadi orang yang baik.

Pikirannya mulai melantur. Sementara hujan turun semakin deras.

Daniel sempat melihat ke arah tas yang berada cukup jauh darinya. Tas dimana ia meletakkan ponselnya disana, “Ji Eun pasti sekarang sedang marah besar padaku.” gumamnya pelan sembari tersenyum tipis. Kesadarannya sudah hampir hilang.

🍁

Tepat ketika ia merasa pandangannya mulai menggelap, Daniel mendengar suara yang familiar ditengah nyanyian hujan yang tak kalah keras menutupi pendengarannya. Sekuat tenaga, Daniel mencoba tetap tersadar dan mendapati Lee Ji Eun tengah berlari ke arahnya dengan wajah panik.

Gadis itu menangis.

“Tidak apa-apa. Aku tidak apa-apa karena kau sudah ada disini.” Daniel mengatakannya dengan susah payah sementara raut panik Ji Eun perlahan berubah menjadi raut penuh kemarahan dan dendam.

Tanpa mengatakan apapun, Ji Eun berbalik dan melihat satu per satu wajah berandal yang sudah membuat Daniel seperti itu. Ia kemudian menggunakan kekuatannya untuk menghancurkan semua kamera cctv yang ada di sekitar area itu. Tak butuh waktu lama, Ji Eun telah sepenuhnya dikuasai oleh amarah.

Daniel yang melihat itu meski pandangannya mengabur tentu saja tersentak. Suasana tiba-tiba menjadi mencekam tepat ketika Ji Eun terus memblokir semua jalan keluar untuk para berandal itu menggunakan kekuatannya. Ini adalah kali pertama Daniel melihat Ji Eun berubah seperti itu.

“Hentikan. Ji Eun-ah, hentikan.” Daniel mencoba memanggil gadis itu berkali-kali, tapi itu nampaknya percuma karena Ji Eun seperti tak bisa mendengar apa pun lagi selain suara amarahnya sendiri.

🍁

“Manusia seperti kalian membuat dunia ini semakin menyedihkan.”

Ji Eun membekukan air dan membentuknya menjadi senjata tajam. Dengan langkah pasti, gadis itu berjalan semakin dekat ke arah para berandal yang mulai memohon ampun satu per satu.

“Mati saja. Itu adalah pilihan terbaik.”

Daniel berusaha keras untuk berdiri meski kaki kanannya terasa sakit setengah mati. Berkali-kali ia berusaha mendekati gadis itu, tapi berkali-kali juga jalannya terhalangi oleh es yang dibentuk seperti dinding kaca. Tak ada siapa pun yang bisa mendekati Ji Eun, bahkan Daniel sekali pun.

Ji Eun hendak melesatkan senjata es miliknya ketika tiba-tiba ia seolah baru saja mendapatkan ide, “Akan merepotkan jika darah kalian ada dimana-mana nanti. Ah benar, darah.” Ji Eun menyeringai, “Bagaimana jika aku langsung bekukan saja darah kalian semua? Sekali tepuk, 10 orang mati.”

Mendengar itu, Daniel terpaku sementara langkahnya perlahan mundur. Setelah diam selama beberapa saat, laki-laki itu memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Ji Eun tak bisa dihentikan lagi.

🍁

“Lihat, dia bahkan lari darimu.”

“Dia takut pada monster sepertimu.”

“Monster! Dasar monster!”

Ji Eun perlahan menoleh ke arah dimana harusnya Daniel berada dan akhirnya mengetahui bahwa laki-laki itu sungguh pergi. Sekelebat ingatan lantas memaksa masuk ke dalam pikiran Ji Eun.

Hari saat ia tengah menikmati angin musim gugur dengan mata terpejam. Hari ketika Daniel saat itu datang dengan membawakannya es loli, “Ji Eun-ah, jika di masa depan aku dalam bahaya, apa kau akan menolongku dengan kekuatanmu?”

“Tentu saja. Pertanyaanmu aneh sekali.”

Daniel mengangguk mengerti, “Baiklah, tapi kumohon jangan pernah sampai melewati batasmu. Berjanjilah padaku.”

“Kenapa? Kau takut aku berubah menjadi monster?”

Saat itu Daniel hanya tersenyum lebar dan mengusap lembut puncak kepala Ji Eun. Ingatan itu nampaknya mulai meredam amarah Ji Eun dan membuatnya perlahan menyadari apa yang sedang ia lakukan. Gadis itu lantas melepaskan para berandalan setelah mengancam mereka satu per satu.

Hujan sempat berhenti namun kembali turun tak lama setelah Ji Eun berhasil mengendalikan dirinya lagi. Ia lantas bergegas mencari Daniel ditengah serbuan hujan.

🍁

Tak butuh waktu lama, Ji Eun bisa melihat Daniel yang nampaknya hendak menyeberang. Jaraknya dengan laki-laki itu cukup jauh dan tepat ketika Ji Eun meneriakkan nama Daniel, ia menyadari bahwa ada sebuah mobil yang melaju ke arah Daniel.

Ji Eun hendak menggunakan kekuatannya, tapi semuanya seperti hancur dalam satu kedipan mata. Gadis itu terjatuh, terduduk bersamaan dengan suara dentuman keras. Seluruh tubuhnya gemetar. Sepasang matanya mencoba melihat ke arah dimana Daniel terbaring bersimbah darah.

Saat itu telinga Ji Eun seperti berdengung. Ingatannya seolah terlempar ke hari itu. Hari ketika ia tengah duduk menunggu Daniel yang tengah asyik bermain skateboard sendirian.

“Niel-ah.”

Daniel nampaknya tak bisa mendengar suara Ji Eun yang memanggilnya. Gadis itu lantas berdiri dan kembali memanggil Daniel dengan suara yang lebih keras.

Daniel berhenti bermain skateboard dan membawa papan skatenya sambil menoleh ke arah Ji Eun, “Hm?”

Ji Eun nampak ragu sesaat, “Itu.. Bagaimana jika.. Bagaimana jika aku..”

“Kenapa, Ji Eun-ah?”

Ji Eun kembali menatap ke arah Daniel yang masih menunggunya berbicara.

Bagaimana jika aku menyukaimu?

Pertanyaan itu pada akhirnya hanya tertahan di tenggorokan Ji Eun. Gadis itu justru tersenyum dan menggeleng, “Tidak. Tidak jadi.” ujarnya yang kemudian dibalas Daniel dengan sebuah senyum cerah.

Harusnya saat itu aku mengatakannya padamu, agar setidaknya penyesalanku tak akan sesakit ini.

🍁

FALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang