| Part 5 | Pertemuan

Start from the beginning
                                    

"Bayi ini gagal mati, jadi mending gue aja yang mati. Dengan begitu semuanya selesai," gumamnya. "Maafin Nara, Bunda."

Perlahan langkah kakinya maju saat terlihat dari kejauhan sebuah truk hendak melintas. Nara memejamkan matanya saat mulai melangkah ke tengah jalan raya. Berulang kali ia bergumam kata maaf yang ia tujukan pada bundanya dan juga... mungkin pada janin yang dikandungnya.

Saat dalam radius lima meter truk itu hendak melintas di hadapannya, Nara tetap melangkah maju, tak peduli bunyi klakson yang beberapa kali menggema. Hingga dalam jarak dua meter, Nara tak kunjung menghentikan langkahnya, seseorang menarik lengannya kuat membuat Nara mundur beberapa langkah ke belakang.

Gadis itu menggeram kesal saat tak dirasakan truk itu menghantamnya, justru kendaraan besar itu sudah melewatinya.

"Lo gila, hah!?" bentak seorang cowok yang menarik Nara tadi.

Nara mendongak, menatap cowok ber-hoodie hitam yang lebih tinggi darinya itu dengan gigi menggertak. Sedang tangannya terkepal erat saat tahu siapa yang baru saja menolongnya.

"Apa? Lo seharusnya seneng, dong. Kalo gue mati, lo bisa lepas dari tanggungjawab lo. Semuanya bakal beres!"

Cowok itu tak merespon, hanya memberi tatapan tak mengerti.

Nara memukul dada bidang cowok itu guna melampiskan kekesalannya. "Kenapa lo nyelamatin gue, Kev!? Seharusnya lo biarin aja gue ditabrak truk tadi. Kena-"

"Lo manggil gue apa? Kev? Sorry, panggilan itu sama sekali nggak ada di nama gue," jawabnya seraya menghentikan tangan Nara yang memukul dadanya.

Nara melongo. Apa maksudnya? Jelas di hadapannya adalah Kevan. Hanya saja penampilan rambutnya yang sedikit berbeda dari yang kemarin.

"Lo-"

"Gue nggak kenal lo."

Lagi-lagi Nara cengo. Semua yang ia lihat dari cowok dihadapannya seolah mirip dengan Kevan, bahkan suaranya pun. Hanya saja penampilan rambutnya yang sedikit berbeda dan postur tubuhnya sedikit lebih besar dari Kenan.

"Si-siapa?"

"Genan."

Nara mengernyit mendengarnya. Apa Kevan mempunyai kembaran? Selama ini dia tak tahu. Atau mungkin karena keduanya bersekolah di tempat yang berbeda.

Tak menggubris gadis di hadapannya yang masih bingung tak percaya, Genan melangkah pergi menaiki motornya. Sebelum benar-benar pergi, Genan mengucapkan sederet kata yang membuat Nara membeku di tempat.

"Bunuh diri nggak akan nyelesain masalah. Kalo lo punya masalah berat, setidaknya inget seseorang yang sampai saat ini masih sayang dan peduli sama lo. Jangan buat dia kecewa dengan hal nekat yang kayak barusan lo lakuin." Genan pun pergi.

Nara terpaku, pikirannya langsung tertuju pada satu-satunya orang masih peduli dan sayang padanya. Satu-satunya wanita yang selalu memberinya semangat kala dia butuh dukungan dan tempat sandaran serta pelukan hangat untuk menumpahkan tangisnya.

"Bunda ... maaf."

°°°°

Saat ini Nara berjalan melewati koridor kelas. Setelah kejadian tadi pagi, gadis itu tetap memutuskan untuk berangkat sekolah. Lagi pula kalau ia kembali ke rumah pasti sang ayah akan memarahinya.

Banyak tatapan aneh dari para murid, mungkin karena banyaknya memar di tubuh Nara. Untungnya gadis itu memutuskan untuk memakai cardigan guna menutupi lukanya.

Meski merasa risih dengan tatapan para murid, Nara acuh tak acuh dan tetap melanjutkan langkahnya yang terasa berat. Tubuhnya masih terasa lemah, rasa sakit di sekujur tubuhnya pun masih ia rasakan. Gadis itu berjalan menunduk, seolah menghindar dari tatapan tak mengenakkan dari para murid di sepanjang koridor.

Duk!

Tak sengaja Nara menubruk dada seseorang hingga membuat ponsel orang tersebut terjatuh. Kerena keduanya sama-sama sibuk dengan urusan masing-masing, Nara yang menunduk memikirkan nasibnya dan cowok itu yang sibuk bermain ponsel saat melewati koridor hingga keduanya tak sengaja bertubrukan.

Gadis itu meringis memegang keningnya, sejak pagi kepalanya pusing dan sekarang tambah pusing. Dia mendongak dan terkejut saat melihat cowok yang ia tabrak menatapnya tajam.

"Kev-"

"Ck, lo lagi. Gue pikir lo nggak berangkat sekolah setelah kejadian tadi pagi," potongnya. "Tuh! Gara-gara lo HP gue jatuh," sungutnya.

Nara mengernyit heran kenapa cowok itu berada di sekolah ini. Ia yakin bahwa Kevan dan Genan berbeda sekolah. Apa mungkin Genan pindah?

"Woy, malah ngelamun, ambilin HP gue tuh," tunjuknya ke bawah, di mana ponselnya tergeletak di sana.

"Bukan salah gue, siap suruh jalan nggak lihat-lihat."

"Lo juga jalan nggak lihat-lihat tadi. Nunduk mulu, lagi dzikir apa gimana lo."

Nara tak menggubris. Hendak pergi tapi suara Genan menghentikan langkahnya. "Lo belum minta maaf sama gue. Ambilin hp gue tuh. Lo juga belum bilang terima kasih karena gue nolongin lo tadi pagi."

"Soal hp lo yang jatuh, lo punya tangan 'kan buat ambil sendiri? Dan kejadian tadi pagi, gue nggak berharap lo nyelamatin gue, jadi buat apa gue bilang terima kasih," balas gadis itu. Lalu melanjutkan langkahnya.

"Sialan lo, jadi cewek belagu amat," dengus Genan memungut ponsel berlogo apel miliknya.

"Oh iya satu lagi. Woy!" Genan berbalik menatap punggung Nara yang semakin menjauh. "Kalo jalan jangan nunduk, lo jadi cewek jangan lemah."

Nara membeku di tempat mendengar ucapan cowok itu. Dia menengok ke belakang mendapati punggung Genan yang juga semakin menjauh.

"Gue lemah?" monolog Nara.

.
.

|🌹SILENCE OF TEARS🌹|

« BERSAMBUNG »

Semoga suka ya. Makasih sudah mampir. Jangan lupa voment ya lovv <3

See you next part (๑•ᴗ•๑)♡

Silence Of Tears (TERBIT) Where stories live. Discover now