" Sudah sarapan." Tanya Arsya yang terdengar seperti sebuah perkataan di bandingkan pertanyaan dengan mata yang masih tertuju ke depan.

Alenza menatap Arsya di sampingnya sekilas.

" Alenza sudah Om, Om Arsya belum makan?" Tanya Alenza balik.

" Saya belum."

" Mau sarapan di tempat yang saya rekomendasi  gak Om?" Tawar Alenza spontan.

Melihat Arsya yang tidak kunjung menjawab pertanyaannya, membuat Alenza meringis karena tindakan spontannya.

" Tunjukkan." Ucap Arsya.

Senyum Alenza terbit, dirinya sudah berfikiran yang tidak-tidak tentang tanggapan Arsya, dan yang lebih parahnya Arsya akan menolak tegas tawarannya.

" Lurus aja Om sejalur kok sama arah ke butik, nanti kalau sampai tempatnya Alenza bilang." Ujar Alenza.

💙💙💙💙💙

Dengan menatap orang-orang yang sedang mengantri, seulas senyum Alenza menatap satu objek orang yang berada di salah satu para pengantri. Alenza mengajak Arsya untuk sarapan di salah satu warung soto yang terkenal enaknya, dan tentunya karena banyak peminat, orang-orang harus rela antri untuk mendapatkannya, seperti yang dilakukan Arsya saat ini.

Awalnya Alenza lah yang mengantri diantara orang-orang itu, namun tiba-tiba Arsya datang untuk menggantikannya. Sempat Alenza tolak karena kemungkinan besar Ayah dari Sahabatnya itu baru pertama kali merasakan makanan pinggiran seperti ini, untuk itu Alenza  yang mengantri dan membiarkan Arsya mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka makan. Namun ternyata Arsya justru menyusulnya dan menggantikannya mengantri di sela-sela orang yang sedang dalam antrian.

" Nurut sama saya." Ucap Arsya saat Alenza yang akan menolak perkataannya untuk menggantikan posisi Alenza.

Dengan pasrah Alenza yang mencari tempat duduk untuk mereka. Meskipun terlihat ramai, para pembeli dapat memencar mencari tempat duduk yang mereka inginkan, dan kebetulan tempatnya yang sangat strategis dengan area luas serta terdapat danau kecil yang menyuguhkan pemandangan indah sembari menyantap makanan.

Sedangkan di tempat lain, tepatnya di tempat Arsya yang saat ini mengantri dengan tatapan datarnya. Sudah sekitar sepuluh menit dirinya berdiri hanya untuk semangkuk makanan. Rasa lapar sudah meronta-ronta di perutnya sedari tadi akibat terlalu lama mengantri. Baginya sepuluh menit menunggu adalah waktu yang sangat lama.

Arsya sengaja menggantikan Alenza mengantri dikarenakan tidak ingin jika Alenza harus mengantri bersamaan dengan para pria yang sangat dominan dalam antrian. Tentu saja Alenza tidak mengetahui alasan mengapa dirinya yang menggantikannya untuk mengantri, karena ini adalah bentuk spontanitas Arsya yang tidak suka jika Alenza berada diantara para lelaki. Ingat!! Tidak Suka hanya itu. Meskipun Arsya sangatlah risih dengan tatapan orang-orang di sekitarnya yang memandang dengan lapar seolah dirinya adalah santapan fantasi liar mereka.

" Saya mengantri hanya untuk ini." Ucap Arsya meletakkan nampan yang berisikan makanan diatas meja dan duduk tepat di samping Alenza.

" Dijamin Om gak bakal nyesel udah ngantri untuk dapat sotonya. Karena ini enak banget Om." Ujar Alenza meracik sotonya kembali dengan menuangkan sambal, tambahan kecap dan juga perasan jeruk nipis.

" Biasa saja." Komentar Arsya.

Spontan Alenza menatap pria di sampingnya. Jika dilihat kembali, Alenza sudah seperti simpanan om-om. Meskipun usia Arsya telah ditutupi oleh ketampanannya yang bahkan saat ini banyak orang yang memandang ke arah mereka terutama kaum Hawa.

" Om coba makan punya Alenza." Ujar Alenza menggeser mangkuk berisi sotonya.

" Apa bedanya." Ucap Arsya dengan satu alis yang terangkat.

" Di coba dulu Om." Jawab Alenza.

Arsya patuh dan mencoba soto milik Alenza yang telah disodorkannya.

" Kenapa beda dengan punya saya." Tanya Arsya sembari mengernyitkan dahinya saat sesuap soto masuk ke dalam mulutnya.

" Karena Alenza tambahkan beberapa bumbu lagi. Soto punya Om Arsya geser kesini, Om Arsya makan yang itu saja, Om pasti sudah lapar kan." Jelas Alenza.

Arsya menggeser soto miliknya pada Alenza dan memakan Soto milik Alenza yang sudah di tambahkan beberapa bumbu pelengkap.

" Bukan kah kamu sudah sarapan?" Tanya Arsya yang saat ini menarap Alenza yang lahap memakan soto dihadapannya.

" Sotonya terlalu menggugah iman Om." Ringis Alenza.

Arsya mengulurkan tangannya dan mengusap puncak kepala Alenza, tindakan tiba-tiba Arsya membuat Alenza membeku di tempatnya, jantungnya seolah turun di perutnya, bahkan tanpa sadar Alenza menggigit bibir dalam nya untuk menyadarkan tindakan yang di lakukan Arsya baru saja.

" Saya seperti melihat Divia di diri kamu." Ucap Arsya kembali melanjutkan makannya dengan tenang.

Fikiran Alenza saat ini berkecamuk dengan perkataan Arsya di sampingnya. Dengan segera Alenza mengenyahkan fikiran negatif yang mulai bermunculan dari pada menanyakannya pada Arsya dan kembali melahap soto miliknya.

" Selesaikan makannya cepat. Kita sudah ditunggu." Lanjut Arsya.

💙💙💙💙💙

" Nah ini nih calon pengantinnya! Papa culik sahabat Divia kemana sih?! Kenapa kalian baru nyampe?" Gerutu Divia yang saat ini berdiri menghadang di depan pintu butik.

" Papa sarapan tadi." Jawab Arsya singkat.

" Seharusnya kalian dulu yang nyampe, bukan Divia dulu.... Divia udah nung...." Gerutu Divia.

Saat Divia sibuk dengan gerutuan nya, pintu butik terbuka dangan menampilkan wanita paras cantiknya serta senyum yang menawannya.

" Ini toh calon mempelai dari Pria Tua Bangka!!" Seru Wanita itu yang tak lain adalah Adis pemilik butik yang akan menyiapkan baju pernikahan Arsya dan Alenza.

" Fiks! Putus kerja sama Pa." Kompor Divia.

" Ishh.... Kamu tuh ya Div, tadi marah-marah sama Papa kamu. Kenapa sekarang kamu malah ngomporin tante sih." Ujar Adis.

Adis merupakan salah satu teman dekat dari Gea mendiang istri Arsya saat masih berada di bangku SMA, meskipun Gea telah tiada tetapi mereka masih berhubungan baik. Bahkan Arsya tetap menanamkan modal di butik milik Adis karena dulu Gea sangat menyukai desain-desain baju milik Adis.

" Tante sih nyebelin, dari tadi Divia disini gak ada tuh nyuguhin minuman, jangankan nyuguhin, nawarin pun enggaaa!" Seru Divia.

" Kamu harus sabar batin ya cantik, punya calon anak kayak Divia." Ujar Adis menatap Alenza dengan tatapan seolah prihatin.

" Tante gak usah racunin otak calon Mama Divia dong!!!, pa ganti butik aja kita." Sahut Divia dengan wajah tertekuknya.

" Udah Div, tante Adis bercanda tadi." Timpal Alenza dengan tersenyum.

" Aduhhh.... Senyumannya ..... Si Arsya beruntung banget dapetin kamu kalau gini, tapi kamunya yang gak beruntung dapetin Tua Bangka ini." Ujar Adis menarik pelan lengan Alenza untuk masuk kedalam butiknya sebelum mendapatkan tatapan tajam yang menghunus dari Arsya yang masih berdiri.

...... enjoy💙

My Friend Is My MamaKde žijí příběhy. Začni objevovat