Bab 35 - Ragu?

1.5K 110 0
                                    

"Kenapa lagi? Calon manten kok mukanya kusut banget?" Tanya Tyas saat mereka sedang video call.

"Tadi sore ketemu sama cewek yang pernah dikenalkan ke Donny dulu. Cantik, seksi, segala macem deh pokoknya."

"Cemburu?" Sindir Tyas.

"Justru itu masalahnya. Gue kagak cemburu, Yas. Sedikitpun enggak."

"Bagus dong kalo ga cemburu?"

"Gue enggak cemburu sama wanita manapun karena yang bisa bikin gue cemburu itu cuma satu orang."

Tyas tertawa renyah.

"Mau lu apa sih, Ra? Nyiptain mesin waktu supaya dulu Donny ga usah ketemu Astrid? Mending dipake buat wawancara langsung orang-orang yang bangun Situs Gunung Padang kalik."

"Kagak bakalan bisa..." Jawab Ara.

"Apanya yang ga bakalan bisa?" Tanya Tyas bingung.

"Wawancarain mereka. Emangnya kalian ngerti bahasa masing-masing? Emangnya lu Penutur Austronesia? Ya emang sih Austronesia itu rumpun bahasa yang luas, salah satunya bahasa yang kita kenal sekarang. Tapi bahasa masa itu kan..."

"Bukan itu intinya di sini, Munarooohh!!" Jawab Tyas sebal. Kenapa jadi bahas Austronesia segala sih?! Memangnya ini kuliah Prasejarah??

"Ah elah, becanda gue, Yas. Serius amat." Jawab Ara sambil cengengesan. "Gue juga enggak mau kalo kayak gitu. Ntar Rissa kagak bakalan lahir."

"Nah itu lu ngerti kalo masa lalu memang enggak bisa diubah."

"Tapi semua ini bikin gue jadi ragu..."

Tyas menghela nafas kuat-kuat saking kesalnya.

"Ra, kita berdua ini arkeolog. Lu tahu kan letak pentingnya masa lalu itu dimana?"

Ara cuma berdeham.

"Masa lalu itu penting karena dari situ kita belajar untuk tidak mengulang kesalahan-kesalahan sebelumnya."

Ara berdeham lagi.

"Bukan dipake untuk mengulang-ulang kegalauan ga jelas!" Sembur Tyas lagi. "Kalo lu ga sanggup nerima masa lalu Donny, ya udah batalin aja pernikahannya. Masih ada waktu sebulanan lagi kan?"

"Kenapa sih kalian semua seenaknya nyuruh gue batalin gitu aja?"

"Semua?"

"Iya. Kak Ida juga..." Lalu Ara bercerita pada Tyas mengenai pembicaraannya dengan Farida tempo hari terkait dua nenek sihir.

"Tahu ga kenapa?" Tanya Tyas.

Ara menggelengkan kepalanya pelan.

"Ya karena kami semua tahu itu enggak mungkin. Lu terlalu cinta sama dia untuk batalin pernikahan ini. Cuma ndableknya aja yang ga nahan."

Ara tak mengingkari kata-kata Tyas. Rem hatinya memang sudah blong. Perasaannya pada Donny sudah sampai di angka sepuluh sekarang.

"Ra, lu tuh pinter, IPK waktu lulus aja 3,55. Tapi kepinteran lu kagak keliatan sedikitpun saat ini. Inget kagak lu apa yang dibilang dosen waktu kita kuliah seminar dulu? Jangan mencari-cari masalah untuk dipermasalahkan. Astrid udah lama meninggal, Donny single, lu single, apalagi yang kurang?"

Ara cuma menghela nafas. Ia juga merasa luar biasa bodoh sekarang. Terkadang cinta memang bisa menurunkan volume otak setara otaknya Homo Erectus.

*

"Mamaaaa.....!" Suara kecil memanggilnya di parkiran ketika pulang kerja sore itu.

"Sayang!" Ara merengkuh tubuh kecil Rissa ke pelukannya lalu mencium kedua pipinya gemas. "Dedek jemput Mama ya?"

"Minta ikut dia tadi." Jawab Donny sembari menjawab sapaan dari beberapa orang yang ia kenal. Kebanyakan memandang mereka penasaran. Ada pula yang berbisik-bisik dengan orang di sebelahnya. Di antaranya tentu saja ada duo nenek sihir. Ini pertama kalinya sebagian besar orang-orang kantor melihat calon suami Ara dan puterinya, oleh karena itu tak mengherankan jika mereka menjadi pusat perhatian.

"Serasi kali ya, Bu Ara..." Beberapa orang yang melintasi mereka melontarkan pujian. Ara dan Donny cuma cengengesan.

"Barang bekas..."

Di antara celotehan-celotehan menyenangkan, tiba-tiba ada celetukan menyakitkan dari duo T2. Mereka mengucapkannya sambil tertawa dan terkesan random sehingga orang-orang yang mendengar tak akan menyambungkannya dengan keberadaan Donny.

Tapi Ara berusaha tak memedulikannya. Ia terus bercengkerama dengan Rissa yang sudah hampir tiga hari belum ditemuinya. Ara menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Rissa. Bocah itu tertawa-tawa kegelian sementara Ara menghirup aroma yang akhir-akhir ini diakrabinya. Wangi bedak bayi dan minyak telon.

"Yuk, Sayang." Donny membuka pintu mobilnya, menunggu Ara dan Rissa masuk. Hari ini Donny menawarkan diri menjemputnya sepulang kerja oleh karena itu Ara sengaja tak membawa mobil.

Saat mobil Donny mendekati gerbang, Ara bisa melihat Tina dan Tisa di pinggir jalan sedang menunggu angkot untuk pulang. Tak ingin melewatkan kesempatan, ia bergegas membuka jendela.

"Yuk, Kak, Ara duluan..." Begitu katanya dengan senyum yang dimanis-maniskan.

Aku memang dapat duda, tapi dia bisa bikin hidupku nyaman enggak kayak kalian.... Begitu kira-kira pesan yang ingin Ara sampaikan lewat kata-katanya tadi. Dan ketika Ara menoleh ke belakang serta melihat raut wajah Tina dan Tisa yang cemberut, Ara tahu pesannya telah tersampaikan dengan baik.

Ara tertawa puas namun beberapa saat kemudian menyadari kalau kelakuannya sangat enggak berkelas. So bitchy. Tapi bodo amat deh. Bagaimanapun ia tetap senang sudah berhasil membuat kesal dua makhluk halus itu.

Donny memandanginya aneh. Kekasihnya sedikit tidak biasa sore ini.

"Bang..."

"Hmmm?"

"Aku tetap bakal nikahin kamu."

Sekali lagi Donny memberinya pandangan bingung lalu kembali fokus ke jalan di depannya.

"Well, thank you, Sayang. Tapi bukannya kita udah ngambil keputusan itu berminggu-minggu yang lalu ya?"

Sekali lagi, Ara cuma tertawa dan Donny kembali mengerutkan dahinya.

Ya, ia akan menikah dengan Donny. Terserah orang mau bilang apa. Terserah masa lalu mereka bagaimana. Ia akan menikah dengan orang yang ia cintai. Karena cuma itu yang penting.

The Spinster's World (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang