Bab 5 - Level

1.1K 106 1
                                    

"Jam berapa pulang, Ra?"

"Bentar lagi, Mak. Tanggung, pekerjaannya siap sikit lagi." Jawab Ara sambil terus mengetik di laptopnya.

"Mamak cuma mau kasih tahu. Siap ngaji, Mamak langsung tukam ke rumah Om Adi. Anaknya yang perempuan meninggal jam tiga tadi. Kasian, karna melahirkan katanya. Bayinya baru lahir langsung enggak punya ibu..."

Ara mencoba mengingat-ingat siapa Om Adi, tapi masih tetap tak bisa menebak.

"Om Adi anak Mendiang Nek Janah, lho, yang dulu tinggal di sebelah rumah kita. Setelah kawin Om itu pindah. Mungkin Ara enggak ingat karna waktu itu masih kecil..."

Ara cuma mengiyakan sembari tetap mengetik.

"Nanti pulang sekalian beli gule ya Nakku. Enggak sempat masak Mamak. Udah dulu ya, mobilnya udah datang." Mamak menutup telpon.

Ara lanjut mengetik. Karena toh rumah sepi, lebih baik ia sekalian pulang terlambat saja. Ia bisa menyelesaikan pekerjaan yang tidak terlalu mendesak.

"Eh, Ibu cantik belum pulang..."

Ara menggertakkan gigi setelah mendengar suara itu. Harusnya ia pulang saja dari tadi. Pak Sanusi adalah orang yang paling tidak ingin ia temui, terutama jika mereka hanya berdua. Apalagi sekarang ketika suasana kantor sepi setelah jam pulang.

"Ini mau pulang, Pak." Ara langsung merapikan berkas-berkasnya. Lebih baik ia membawa pulang pekerjaan ke rumah daripada menyelesaikannya di kantor sambil ditemani Bocah Tua Nakal.

Pak Sanusi genit ke semua perempuan, terutama mereka yang masih muda dan cantik. Karena itu tiap kali ada anak baru yang masuk kantor, Ara selalu menasehati mereka agar berhati-hati dengan laki-laki itu.

Celakanya, Pak Sanusi paling genit ke Ara. Bahkan ia berani terang-terangan mendekati dirinya. Karena statusnya, tentu saja. Menjadi seorang perawan tua sering menimbulkan salah kaprah. Perempuan-perempuan di ambang usia sering diduga mau dengan siapa saja karena sudah putus asa dan dikejar usia serta kebelet nikah. Beberapa laki-laki menduga perempuan seperti Ara bahkan bersedia menjadi istri kedua.

Pak Sanusi bukan satu-satunya. Pernah ada laki-laki yang ia temui di pesta pernikahan Erni, salah satu rekannya di kantor. Kalau tidak salah pria itu teman sekolah pengantin pria. Mereka sempat berbincang-bincang namun Ara menanggapi sekadarnya saja. Beberapa hari kemudian lelaki itu mendatanginya ke kantor. Ara mengira ia datang untuk menemui Erni atau karena urusan pekerjaan, tapi...

"Saya mau menikahi kamu..."

Ara tertegun. Kupingnya enggak salah dengar, kan? Ia melihat ke sekeliling mereka. Untunglah tak ada orang. Bisa habis nama baiknya kalau sampai ada yang mendengar.

"Seperti yang kamu tahu, saya memang sudah menikah. Tapi saya mau menikah lagi. Istri saya juga setuju..."

Butuh waktu beberapa detik bagi Ara sebelum ia menemukan kembali suaranya.

"Dasar laki-laki kurang ajar! Setuju ko bilang? Mana ada perempuan yang setuju suaminya kawin lagi! Gila apa?! Istri cantik, anak udah tiga, masih mikir mau kawin lagi?! Ular beludak! Dan kenapa pulak ko kira aku mau jadi istrimu?! Kepedean kali kau mau melamar..."

Enggak, Ara enggak menjawab seperti itu. Ia masih memikirkan Erni. Bagaimanapun laki-laki ini teman suaminya.

"Mohon maaf, tapi ini bertentangan dengan prinsip saya. Lagi pula seperti bisa kamu lihat," Ara menunjuk seragam cokelatnya. "Saya ASN. Bisa dipecat saya kalau jadi istri kedua." Lalu menambahkan senyum secanggung mungkin.

Itu penolakan paling mudah yang pernah ia lakukan seumur hidup.

Ara meninggalkan laki-laki itu segera setelah ia bisa. Wajahnya memerah menahan kesal. Jadi sudah sampai sini levelmu, pikir Ara getir. Dirinya sudah berada di level dimana yang datang sudah bukan laki-laki lajang dan mapan lagi.

Sedihnya, bukan cuma laki-laki yang salah kaprah, perempuan juga. Alasan kesalahpahaman mereka kurang lebih sama. Karena perawan tua dianggap mau dengan siapa saja.

"Kamu suka sama suami saya?"

"Jangan jadi tukang rebut suami orang. Malu dong. Cari suami sendiri. Atau enggak mampu?"

"Tolong jauhi suami saya!"

"Kenapa enggak kawin sih? Biar enggak mengganggu suami orang terus."

"Hati-hati kena HIV kalau keseringan tidur dengan suami orang."

Bukan sekali dua Ara mendapat telpon ataupun pesan seperti itu dari istri-istri yang cemburu. Awalnya Ara berusaha cuek namun lama-kelamaan ia mulai terganggu. Sekarang tiap kali ada yang seperti itu ia langsung lapor pimpinan. Akhirnya si suami dan si istri dipanggil, atau minimal ditelpon, serta diberi nasehat. Akhirnya mereka juga harus minta maaf pada Ara yang dengan terpaksa menerimanya.

Kadang Ara tidak habis pikir kenapa para istri sering mencemburuinya. Kalau ia sering pergi berduaan dengan suami mereka, maka kecemburuan itu pasti wajar. Tetapi hubungan dan komunikasinya dengan semua laki-laki itu hanya sebatas masalah pekerjaan. Jika harus pergi ke suatu tempat untuk urusan pekerjaan, mereka selalu berangkat sendiri-sendiri.

"Risiko jadi orang cantik..." Kata Kak Farida, sahabat terdekatnya di kantor.

Ara tersenyum getir. Ia tahu sahabatnya itu sedang mencoba membesarkan hatinya.

"Urrgghh pingin nikah aja!" Kata Ara sambil menghembuskan nafas panjang.

Kak Ida cuma tertawa. "Makanya jangan suka pilih-pilih." Ledeknya.

"Pokoknya cowok berikutnya yang datang bakal aku terima!" Ara membulatkan tekad.

Tawa Kak Ida makin kencang. Ini sudah kesekian kalinya ia mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Ara. Ujung-ujungnya temannya itu tetap menolak.

"Carikan aku cowok kek..." Ara kesal mendengar tawa sahabatnya itu makin kencang.

"Apa?! Memangnya enggak pernah?! Udah terlalu sering aku ngenalin cowok ya, mulai dari Raihan..."

Oke... oke... cukup dari Mamak saja ia mendengar 'daftar dosa'nya. Ara langsung mengalihkan pembicaraan dengan masalah pekerjaan. Tapi ia segera menyadari bahwa ternyata jumlah cowok yang ia tolak memang tidak sedikit. Perutnya mulas. Mungkin benar ia memang terlalu tinggi menilai dirinya dan terlalu rendah menilai orang lain. Tidak pernah ada orang yang sempurna termasuk dirinya. Sekarang ia terjebak dalam jerat yang dibuat sendiri.

Ara perlu mencari cara agar ia bisa keluar dari jerat itu. Secepatnya. 

The Spinster's World (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang