Bab 1 - Debut

5K 224 2
                                    

Ara menghembuskan nafas panjang. Seseorang, terutama perempuan, terutama perempuan yang belum menikah, pasti tidak akan bisa merasa biasa-biasa saja menjelang ulang tahunnya yang ke tiga puluh lima. Hari ini tanggal 13 April 2018. Besok pagi, ia akan bangun sebagai seorang perempuan berusia tiga puluh lima tahun. Officially a spinster. Perawan tua. Ara bergidik mendengar penegasan itu di dalam pikirannya.

Tanpa disadari ia mereka ulang kehidupannya di dunia selama tiga puluh lima tahun terakhir minus satu hari. Debutnya di dunia dimulai dengan cukup menjanjikan sebetulnya. Ia lahir sebagai bayi yang menggemaskan. Kulitnya putih, badannya montok, wajahnya bulat telur, pipinya tembam, matanya belok, dan rambutnya hitam tebal seolah-olah mengatakan "jangan berani-berani kalian cukur aku sampai habis waktu akikahan nanti!"

 Kulitnya putih, badannya montok, wajahnya bulat telur, pipinya tembam, matanya belok, dan rambutnya hitam tebal seolah-olah mengatakan "jangan berani-berani kalian cukur aku sampai habis waktu akikahan nanti!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baby Ara

"Aduuuhhh buruk kali  ini badannya," begitu kata ibu-ibu tetangga dan kawan-kawan Mamak yang datang menjenguk si bayi sambil cubit-cubit dan cium-cium pipi Ara. Entah kenapa mereka selalu menggunakan istilah itu kalau melihat anak-anak montok.

"Namanya Smara Gitarja Rajadewi," begitu jawab Mamak dan Bapak kalau ada yang menanyakan. "Tapi panggil aja Ara," lanjut mereka karena penyebutan nama Ara pasti diikuti keluhan-keluhan seperti "kok susah kali namanya," atau "payah kali pun nyebutnya" atau "manggil nama anak kelen aja orang mesti les dulu."

Untuk nama yang mengganjal lidah itu, Ara mesti berterimakasih kepada Atok. Bapak dari Mamaknya itu suka sejarah, juga mempelajari kitab-kitab lama. Karena itulah ia memberi nama seperti itu pada cucunya. Smara artinya asmara dalam bahasa Jawa Kuno, Gitarja dan Rajadewi adalah puteri-puteri Raden Wijaya, pendiri Majapahit yang terkenal itu. Gitarja bahkan kelak menjadi Ratu, namun orang-orang lebih mengenalnya dengan nama Tribhuwana Tunggadewi. Dari rahimnya pulalah lahir raja berikutnya: Hayam Wuruk.

Tapi kayaknya orang-orang itu memang benar. Mendengar nama lengkap Ara,  seolah mereka dipaksa les pelajaran Sejarah.

Ketika balita, ia juga masih tetap menggemaskan. Dan cantik. Waktu jalan-jalan dengan satu lengannya digandeng Mamak dan satu lagi digandeng Bapak, orang-orang yang kebetulan berpapasan pasti melirik ke arah mereka. Minimal seperti itu. Karena banyak juga yang menyempatkan diri untuk berhenti dan--again--mencubit pipinya.

"Cantik kali, Bu, si adek. Gemes kali aku..." Kalau sudah begitu Mamak pasti ketawa bangga. Dalam hatinya: "Hebat aku kan, bisa ngelahirin anak macam gini? Mamaknya ni aku woiii...!"

Soalnya pernah juga ada yang mengira kalau Ara adalah anak majikan Mamak...

"Udah pingin kali rasanya kujambakkan muncungnya itu!" Begitu Mamak bercerita ke Bapak setelah mereka sampai rumah. Bapak cuma senyum-senyum menahan tawa. Dalam hati Bapak: "Aku masih sayang muncungku sendiri."

Tapi Ara bukan cuma sekadar cantik dan menggemaskan. Ia juga pintar. Bijak, kalau kata orang. Setelah Tuhan memberinya kemampuan berbicara, ia tak segan-segan menggunakan kemampuan barunya itu. Ia bicara apa saja, pada siapa saja. Mulai dari Bapak dan Mamak; Uwak Leli; Uwak Atik; Atok; Nenek; Nopi sobat karibnya; Mamak Nopi; Serik sobat karibnya yang lain; Mamak dan Bapak Serik; Bang Jay (abang Serik); Uwak Anik yang tiap hari jualan sayur sambil naik sepeda; hingga acik-acik yang saban sore lewat depan rumahnya sambil menenteng pengki kaleng yang ia jual.

She's a bright kid. Semua orang bisa melihat itu. Bapak-Mamak juga sadar. Terutama setelah Mamak memergokinya membolak-balik majalah lama sambil pura-pura membaca. "Ini rumah tangga. Ibu rumah tangga sedang pergi ke pasar. Adik membantu Ibu membawa belanjaan..." Mamak diam-diam memperhatikan apa yang sedang dilakukan bocah tiga tahun itu. Ternyata Ara sedang membuka halaman iklan yang menunjukkan gambar sebuah rumah dan tangga dari tali di dekatnya. Hanya dari gambar itu ia bisa merangkai sebuah cerita.

Mamak yang guru SD memutuskan untuk lebih cepat mengajarinya mengenal huruf. Ketika ia masuk TK, Ara sudah lebih dulu tahu pelajaran dibanding teman-temannya. Ketika SD ia selalu jadi juara kelas, walau tidak selalu juara satu. Ketika SMP, ia masuk SMP terbaik di kotanya. Begitu pula ketika SMA. Tapi Ara juga bukan jenius. Ia selalu masuk sekolah terbaik, tapi di situ ia cuma murid biasa. Bukan murid aktivis yang senang ikut ekstrakurikuler, selalu juara kelas, atau jadi kesayangan guru. Ia pintar, tapi tidak hebat. Ia cantik, tapi tidak mempesona. Ketika masih SD, mungkin ia adalah murid tercantik di sekolah. Namun SMP dan SMA yang dimasukinya dipenuhi beragam siswa dari beragam penjuru kota. Kemunculan banyak saingan menyebabkan kecantikan dan kepintarannya jadi terlihat biasa saja.

Pada intinya: Ara menonjol, tapi tidak semenonjol itu.

In her circle though, Ara tetap dianggap gadis pintar dan cantik. Oleh karena itu orang-orang yang mengenalnya tidak heran ketika UMPTN ia berhasil menyabet salah satu posisi di sebuah kampus negeri bergengsi nun di Pulau Jawa sana. Kampus warna kuning yang menyilaukan itu. Ara hampir setengah pingsan waktu tahu ia lulus. Tapi orang-orang lain sudah mengira demikian. She's going places.

Oleh karena itu pada akhirnya tidak ada yang mengira bahwa gadis cantik dan pintar itu, wanita menarik dengan karir mapan itu, akhirnya jadi perawan tua.

The Spinster's World (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang