Bab 15 - My Best Friend's Wedding

973 94 0
                                    

Ara melangkahkan kaki keluar dari bandara sembari menimbang-nimbang apakah ia akan memesan taksi online atau naik bus bandara saja. Sudah cukup lama ia tak singgah di kota ini. Terakhir kali, ketika ikut diklat beberapa tahun lalu. Akhirnya Ara memasukkan alamat hotel tempat pesta Tyas ke aplikasi di ponselnya. Tyas sudah memesankan kamar, ia tak perlu repot-repot membayar. Butuh waktu sekitar satu jam hingga akhirnya Ara bisa beristirahat di kamar hotelnya yang nyaman.

Ia baru memberitahu Tyas beberapa menit yang lalu tapi sudah terdengar ketukan di pintu kamarnya. Tak sulit untuk menerka siapa yang datang. Ara menghentikan kegiatan memindahkan isi koper dan menuju ke arah pintu. Pintunya baru terkuak sedikit namun dorongan besar dari luar telah menghentakkan daun pintu lalu tiba-tiba ada yang menghamburkan diri ke pelukannya.

"Raaaaaa..."

"Ihh apaan sih..." Ara mencoba melepaskan diri.

"Gue seneng banget lu di sini, Raaa..."

"Dih lebay. Lepas ihh. Lepas ga?!" Ancam Ara sambil memperbesar usahanya untuk melepaskan diri.

"Dasar, Ara Jahara, wanita berhati batu!" Akhirnya Tyas melonggarkan pelukannya.

Lalu mereka berdua tertawa bersama sambil menghapus air mata yang sempat jatuh setetes, membuat sosok di belakang Tyas salah tingkah tak tahu harus berbuat apa.

Akhirnya Ara mengalihkan perhatiannya pada sosok itu lalu mengulurkan tangan. "Mico, apa kabar?"

Cowok itu membalas genggamannya erat, berbasa-basi sejenak, sebelum akhirnya kembali ke kamarnya sendiri untuk membiarkan kedua sahabat itu berduaan. Biar bagaimanapun tak ada yang betah kalau harus jadi obat nyamuk.

Setelah saling bertukar kabar dan berceloteh riang, volume dan laju pembicaraan mereka mulai berkurang. Kini tiba saatnya pembicaraan yang lebih serius.

"Ra..." Kata Tyas pelan.

"Hmm?"

"Gue ngundang Zaidan. Kayaknya dia bakal datang."

"Lha? So what gitu lho, Yas, kalo dia datang?" Aneh-aneh aja Tyas. Bisa-bisanya masih mempermasalahkan hal itu. "Itu udah berabad-abad yang lalu kali. Gue juga udah lupa."

"Tapi Zaidan kayaknya enggak lupa."

Ara tertawa lepas. "Lebay bener nih calon manten. Dia udah nikah, Yas. Ngapain juga masih inget kejadian zaman kuliah dulu. Kayak gue sama dia pacaran bertahun-tahun aja. Status kita berdua tuh cuma gebetan selama beberapa bulan doang."

"Tapi kisah kalian berdua tuh kan gantung gitu, Ra. Kayaknya dia masih butuh...apa ya... closure mungkin?"

Sekali lagi Ara tertawa geli.

"Yaelah, Yas, kalo butuh closure mah harusnya dari bertahun-tahun yang lalu kali. Udah ah, yuk ke kamar lu. Gue pengen liat gaun pengantinnya Nyonya General Manager."

Pernikahan Tyas sangat indah sekaligus mengharukan. Tante Mirna menangis bahagia karena puteri bungsunya akhirnya menikah. Ara menangis bahagia karena sahabatnya yang sudah berkali-kali patah hati itu akhirnya menemukan pelabuhan terakhirnya. Bahkan Om Sonny pun menangis saat ijab kabul. Dugaan Ara benar. Akhirnya ia bisa berbahagia untuk Tyas dan bisa menghadiri pesta ini dengan perasaan ringan.

Tapi yang paling membuat Ara senang, tak ada satupun yang mempertanyakan "kapan nyusul" pada dirinya. Untuk apa, toh di zaman dengan kemudahan akses seperti ini mereka saling tahu kabar masing-masing. Semuanya juga tahu kalau Ara masih sendiri. Basa basi busuk sama sekali tak diperlukan. Ara sungguh bersyukur teman-teman kuliahnya tidak termasuk golongan kepo dan nyinyir. Jadi acara kondangan merangkap reuni tersebut hanya diisi dengan ketawa-ketiwi mengenang masa lalu. Sampai...

"Ara, apa kabar?"

Ara berbalik dan menemukan Zaidan di sebelah seorang wanita. Lumayan cantik dan wajahnya terlihat ramah. Dan yang paling penting, wanita itu bukan Juli.

Ara mengulurkan tangan membalas salam Zaidan lalu mengalihkan tangannya pada wanita di sebelah cowok itu. Setelah berbasa-basi sopan, Zaidan dan isterinya pun berlalu.

"Dasar si Tyas emang lebay," pikir Ara geli sembari melangkahkan kaki menuju meja cemilan.

"Kamu enggak berubah sedikitpun, masih cantik kayak dulu."

Ara tersentak. Kali ini Zaidan sendirian. Mata Ara berkelana mencari sosok istrinya. Sial. Wanita itu sedang berbincang-bincang serius dengan Tyas dan tampaknya tak terlalu memedulikan keberadaan suaminya sama sekali.

"Aku tahu kamu pasti bakal datang ke pesta ini, makanya aku bela-belain ke sini."

Ara hanya membalas dengan senyum terpaksa. Perasaannya mulai tidak nyaman.

"Aku tahu dari Tyas apa yang menyebabkan kamu bersikap kayak waktu itu. Aku dan Juli sama sekali enggak ada apa-apa, Ra. Aku dari dulu selalu berusaha bilang itu sama kamu tapi kamu enggak pernah mau denger..."

"Zaidan!" Nada suara Ara pelan tapi tegas. Cowok itu terdiam. "Semua itu sudah enggak penting lagi. Kita sudah punya kehidupan masing-masing. Dan kamu bahkan sudah punya istri. Jadi untuk apa mengungkit-ungkit yang udah lewat. Kejadiannya juga sudah belasan tahun lalu!"

Ara meninggalkan cowok itu dengan kesal. Tapi Zaidan menyusulnya.

"Setelah lulus aku langsung dapet kerja dan ditempatkan di Tokyo. Setelahnya aku lanjut kuliah di London. Aku mau memperjuangkan kamu saat itu juga tapi situasi sama sekali enggak memungkinkan. Akhirnya aku meninggalkan Indonesia dengan harapan kamu masih ada di Jakarta saat aku pulang. Tapi kata Tyas kamu balik ke Medan, for good, dan dia enggak mau kasih alamat atau nomor telepon kamu yang baru."

"I don't need to hear any of this!" Desis Ara kesal. Dengan sedikit menghentakkan kaki, ia kembali menuju teman-temannya. Bodo amat kalau Zaidan butuh closure. Perasaan dan hati suami orang sama sekali bukan urusannya.

Zaidan memandang Ara berlalu dengan sedih. Pada akhirnya perempuan itu tak akan tahu seberapa menderita dirinya setelah ditinggalkan begitu saja. Ara ada di sana tapi benteng yang ia bangun sangat sulit untuk ditembus. Pada akhirnya Zaidan mengalah dan memilih membiarkan Ara mendinginkan kemarahannya dulu. Ia akan kembali lagi nanti. Tapi satu tahun berubah menjadi dua tahun, lalu tiga tahun, lalu bertahun-tahun. Dan saat ia kembali Ara sudah tak ada lagi di sana.

Pikiran Zaidan kembali ke masa kini saat seseorang menggamit lengannya. Istrinya datang untuk mengajaknya pulang. Sejujurnya, wanita ini bukanlah pilihan pertama yang ia harapkan untuk menjadi Nyonya Zaidan. Mereka menikah karena dijodohkan. Tapi mungkin, mungkin suatu hari nanti, ia bisa mencintai istrinya seperti ia mencintai Ara.

Perasaan Ara mulai lega saat melihat Zaidan dan istrinya pulang. Tapi ia bisa melihat Tyas dan ekspresinya yang menunjukkan bahwa apapun yang terjadi ia harus bercerita nanti. Ara cuma melengos dan berjalan menuju meja minuman. Berdebat dengan Zaidan membuatnya haus.

"Ara, akhirnya ketemu juga..."

Ara berbalik untuk melihat siapa yang menegurnya kali ini.

Fendi???

The Spinster's World (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang