| Part 1 | Iblis

121K 9.9K 446
                                    

Jangan lupa untuk selalu sisipkan vote dan komen. Belajar lah menghargai karya para penulis🤗

|🌹HAPPY READING🌹|
.
.

"Menahan untuk tidak menangis ternyata lebih menyakitkan."
-Keynara Zhivanna-

∆∆∆

Gadis itu berjalan gontai dibawah langit yang mulai gelap. Baju seragamnya sudah tak serapi tadi. Kedua matanya memerah karena terlalu banyak menangis atas kejadian yang menimpanya hari ini. Ucapan Kevan masih berkelana dalam benak Nara. Ada sedikit keraguan untuk melakukan hal yang lebih keji itu, membunuh calon buah hatinya.

Nara berhenti sejenak memandang pintu di depannya. Sungguh, ia sebenarnya enggan untuk pulang ke rumah. Baginya rumah itu adalah neraka. Apalagi mengingat perlakuan ayahnya, Nara merasa tertekan. Rumah tak lebih dari tempat penyiksaan baginya.

Namun ia bisa apa? Kabur? Tidak semudah itu. Ayahnya bagaikan iblis yang enggan melepaskan korbannya begitu saja. Gadis itu pernah kabur, tapi dalam waktu kurang dari tiga hari orang suruhan ayahnya berhasil menemukannya. Nara akan mendapat kekerasan berkali lipat jika ia mencoba kabur atau melanggar perintah sang Ayah. Dia tak pantas disebut sebagai ayah!

Lagipula kalau ia kabur, mampukah ia bertahan hidup? Selama ini ayahnya 'lah yang menghidupinya.

Dengan ragu Nara membuka pintu itu. Seperkian detik ia membukanya, sepasang netranya langsung disuguhkan oleh sosok sang Ayah yang menatapnya tajam.

Di belakangnya terdapat seorang gadis yang duduk santai di sofa dan memberikan tatapan tak sukanya. Dia Felly Greysia Alexander, saudari tirinya.

Melihat tatapan tajam sang Ayah, membuat Nara meremang. Tak perlu menebak lagi, ia sudah tahu apa yang akan menimpanya kali ini. Iblis itu sudah di depan mata.

"Sekolah mana yang memulangkan siswinya jam segini hah?!"

"Cih, gak tahu diri lo!" sahut Felly bersidekap dada.

Nara menghela napas lalu berdecak. "Nggak usah manas-manasin lo!" celetuk Nara menatap tajam Felly.

Felly melotot. "Ayah dengar apa yang barusan Nara bilang? Lo-"

"Cukup!" ucap sang Ayah lalu mencengkram pergelangan tangan Nara. "Nara, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu baru pulang jam segini?"

"Ayah peduli? Enggak kan? Nara capek." Hendak melangkah pergi tapi langsung ditahan oleh Liam. "Ck! Please, Yah, kali ini aja Nara mohon. Nara capek!"

Liam Alexander, pria setengah paruh baya itu tak menggubris keluh kesah Nara. Ditariknya dengan kasar tangan gadis itu hingga membuat pergelangan tangan Nara memerah.

"Ini apa hah?!" Liam melempar selembar kertas tepat di depan wajah Nara. "Kemarin ulangan dapat nilai segini?"

Atensi Nara tertuju pada kertas yang sudah terjatuh di bawah kakinya. Terpampang jelas nilai sembilan puluh di sana. Nilai segitu memang nilai yang cukup tinggi, tapi bagi Nara ralat bagi Liam itu adalah nilai rendah. Liam selalu menuntut Nara untuk mendapat nilai sempurna di setiap ulangan, ujian, dan segala hal haruslah sempurna. Nara muak dengan itu.

"Kamu sudah melanggar aturan Ayah. Yang pertama, kamu menyembunyikan kertas hasil ulanganmu, yang kedua kamu tidak mendapat nilai sempurna, dan yang terakhir kamu baru pulang jam segini. Kamu tahu, 'kan apa konsekuensinya?"

Silence Of Tears (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang