Ujian 1: Disgraceful

98 32 15
                                    

Ada dua hal yang paling berkuasa dalam dirimu, yaitu kamu dan egomu. Diantara keduanya, manakah yang berkuasa dalam dirimu?

***

Jangan biarkan dirimu yang menguasaimu, tapi kamu yang menguasai dirimu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan biarkan dirimu yang menguasaimu, tapi kamu yang menguasai dirimu. Mengontrol ego adalah hal yang sulit bagi sebagian orang. Bagi sebagian orang, ego tak lebih bentuk kelemahan mereka. Ego atau rasa ingin yang begitu tinggi akan sesuai yang belum kamu capai, yang terasa mustahil, saat itulah orang lain akan memandang ego sebagai bentuk kekuranganmu. Dan itulah saat di mana ego memimpin dirimu menuju jurang keputusasaan.

Dan di hari itu mereka menyadari, segalanya menjadi runtuh sebagaimana diri mereka yang telah runtuh saat ego mulai menuntun jalan mereka.

Membangun suatu yang runtuh nyatanya lebih sulit daripada membangun suatu untuk pertama kalinya. Semuanya, sisa-sisa perbuatanmu tak akan hilang, karena apa yang kau bangun berada di atas tebing yang curam, bukan tepi pantai yang senantiasa tersapu oleh deburan ombak.

✧ IMPARTIAL ✧

"Psst, lihat deh dia, si peringkat dua dengan wajah muramnya."

"Hey, don't say that, she's gonna hear us, hahaha!"

Bukan satu atau dua kali Iria mendengar sindiran itu sepanjang langkahnya pergi. Bagi siswa-siswi lain, Iria adalah sasaran yang empuk. Anak dari seorang warga penghianatan negara kaya raya yang peringkatnya dikalahkan oleh anak biasiswa. Tentu saja bagi para siswa itu adalah bahan ejekan yang menarik. Memang awalnya ini bukanlah rahasia yang diketahui oleh seisi sekolah, bahkan fatal akibatnya bagi sang pelaku jika tertanggap. Namun, bukan gossip namanya yang tak diketahui asal usulnya dengan jelas. Semuanya berjalan baik-baik saja hingga semester 1 kelas 9 saat posisi Iria digantikan oleh Iana, berita itu menyebar dengan sendirinya tanpa diketahui siapakah pemilik dari buah bibirnya.

Iria memang tak pernah mempedulikan semua bualan tak berbobot itu yang hanya dapat menyakiti hati. Ucapan sampah yang digonggongkan oleh para Canis Lupus Familiaris tak pantas untuk ditanggapi melainkan untuk dianggap sebagai angin lalu-lalang. Meski begitu, dirinya sangat benci ketika harga dirinya diinjak seperti itu. Iria adalah orang yang sangat menjunjung harga diri lebih dari siapapun, tiada ampun bagi mereka yang menginjak harga dirinya. Dan itu adalah rahasia yang diketahui oleh seluruh penghuni SHC.

"Aozora Dechen peringkat 26 dan Isla Mei peringkat 21 dari kelas XI.A, terimakasih, aku akan mengingat ucapan kalian," ucap Iria yang telah berjalan melewati mereka. Dia menghentikan langkahnya, berpaling menatap kedua siswi yang seketika menghentikan tawa mereka saat Iria menatapnya dan dalam sekejap tamparan keras mendarat di pipi mereka.

Keduanya terbungkam hebat. Bukan hal yang mengejutkan karena rumornya telah mengatakan bahkan Iria adalah gadis gila. Tamparan pedas dapat mendarat ke wajahmu kapan saja kau mau. Sontak ketiganya menjadi pusat perhatian. Sepanjang lorong gedung B yang dipenuhi oleh siswa-siswi itu melempar tatapannya kepada aksi Iria yang kesekian kalinya.

Lalat, mengganggu sekali!

Iria melempar wajah ketusnya seraya memutarkan bola matanya ke arah langit-langit. Semuanya mengganggu, para lalat yang hanya bermain di belakang adalah pengecut. Mahluk kotor yang dapat menyebarkan hal-hal toxic.

"Menontonku apakah hal yang menarik?" tanyanya kepada semua orang.

Semunya terdiam, tak ada yang berani membalas kecuali kamu sudah terlalu gila hingga ingin mencari perkara dengannya. Keheningan itu melanda sepanjang waktu hingga bel masuk kelas yang memecahkannya.

Ruangan kelas XI.A pun mulai memunculkan dirinya dari balik pintu. Bel masuk kelas membuat keramaian siswa itu seketika terpecah dan berlari berhamburan memasuki ruang kelasnya masing-masing, tak terkecuali dengannya.

Tak ada yang lebih menarik selain jam belajar meskipun suasana kelas yang tak mendukung baginya. Sosok Iana yang nampak terang bak baskara sementara dirinya redup seperti rembulan, membuatnya benci setengah mati terhadap seluruh eksistensi di sekolah yang amat sangat mengagumi Iana.

Baiklah, cukup ambil ilmunya dan buang semuanya termasuk jasa wanita tua didepanku.

Tak satupun mata pelajaran yang dia benci, tak satupun guru mapel yang dibencinya terkecuali guru biologi yang secara terang-terangan membandingkan dirinya dengan Iana. Rasa benci setengah mati ditambah dibanding-bandingkan dengan Iana membuatnya semakin tutup mata terhadap segala hal yang terjadi di sekolahnya.

Mungkin satu jam pertama hari ini akan Iria habiskan dengan menatap bosan guru Kewarganegaraan hingga jam pelajarannya usai.

***

Iria langsung beranjak dari kursinya ketika jam pelajaran telah usai. Baru saja guru yang mengajarnya keluar dan dia langsung menyusul keluar. Tak seperti kebanyakan siswa-siswi pada umumnya yang akan menghabiskan sedikit waktu mereka di dalam kelas terlebih dahulu. Baik untuk membuat janji ataupun sekedar mengobrol, dia sama sekali tak memilik teman mengobrol di kelasnya.

Bukan perihal yang aneh jika dia tak memiliki teman, pasalnya dia terlalu terpaku untuk mengejar peringkat pertama. Miris, bukan? Membuang masa remajanya hanya untuk mengejar yang semu; sesuatu yang tak dapat membahagiakannya.

Langkah Iria seketika terhenti dan iris matanya terpaku pada sosok gadis dengan rambut terurai berwarna hitam pekat yang tengah bercanda-tawa dengan beberapa siswi lainnya. Tak lain dan tak bukan adalah Iana. Sosok yang selalu dibencinya.

Dia terdiam, menatap Iana dengan sorot mata tajam, bibirnya bergeming mengucapkan kata-kata kebencian. Jari jemarinya mengepal dan meremas selembar kertas yang sedang digenggam.

"Ugh, sial!" gerutu Iria seraya memalingkan pandangannya tatkala sepasang netra milik Iana itu tak sengaja menangkap sosoknya. Dengan cepat Iria pergi dan mempercepat langkahnya sebelum Iana memanggil namanya.

Melupakan sosok Iana yang sempat ia tatap. Seperti biasa, Iria harus memutar jalan pulangnya. Seharusnya dia cukup berjalan lulus dari arah gerbang sekolah, hanya saja karena sosok Iana yang tengah berdiri di tengah-tengah jalan bersama temannya, Iria terpaksa harus melewati gang di sebelahnya. Cukup memakan waktu kisaran 5 menit untuk melewati gangnya.

Padahal, dia selalu berkata ingin mengalahkan Iana. Namun, melihat sosoknya saja sudah kelabakan. Sungguh sebuah perasaan yang aneh. Padahal jika dia berniat untuk mengalahnya, untuk apa sia menghindari tatapan Iana.

Sekolah itu-SHC-Soren High School. Sekolah swasta berakreditasi A yang terbaik di Indonesia. Terletak di pusat Ibu Kota metropolitan. Kalian dapat mengetahui seberapa terkenalnya sekolah ketika papan reklame dipenuhi oleh liputan torehan prestasi murid SHC

Melihatnya saja, sekarang sudah tak aneh bukan? Alasan selama 3 tahun masa SMP itu Iria tak dapat mengalahkan Iana. Karena pada dasarnya dia memang bodoh. Kalian tahu, segalanya membutuhkan pengorbanan, tanpa pengorbanan kalian tak akan mendapatkan 'segalanya'. Dan itu adalah hal yang dirinya lupakan. Jangan terlalu meletakkan perasaanmu jika yang kamu kejar hanyalah sebuah ego.

Perasaan itu memang unik, pedang bermata dua--itu bukanlah istilah yang aneh. Karena ia dapat membunuhmu, namun juga dapat membangkitkanmu. Semua itu tergantung bagaimana seseorang menggunakannya. Ibarat pedang; jika kamu adalah ahlinya kamu dapat membunuh ribuan nyawa dengan sebilah pedangmu dan menyelamatkan nyawamu. Namun jika kamu bukanlah ahlinya, maka ujung pedang itu akan membunuhmu.

***

"Aku pulang..."

"..."

Tak ada jawaban? Tentu saja, karena yang tinggal di dalam rumah itu hanya dirinya. Kedua orang tuanya sibuk bekerja. Paling mereka menyempatkan diri mereka untuk pulang tiga bulan sekali. Kata kata 'aku pulang' memang telah menjadi kebiasaannya untuk mengatasi kesepian dan kerinduannya.

If i have time machine, i will go back to that time, wish you never leave me..."

"I Miss u big bro."

IMPARTIALWhere stories live. Discover now