Nara meneguk air minum itu hingga habis setengah gelas.
"Aduh sakit kak" Nara mengusap lehernya yang terasa perih.

"Salah lo juga makan kok buru buru gak ada yang ngambil juga" Angkasa sedikit meninggikan suaranya.

Nara yang mendengar nada bicara Angkasa yang tak seperti biasanya ia hanya bisa menunduk takut.

"Gue suapin" Angkasa mengambil alih piring Nara menyendok satu suap nasi dan mengarahkannya ke mulut Nara.

"Buka mulutnya!" ucap Angkasa tajam.

Nara masih bungkam jujur sekarang ini selera makannya hilang.

Nara tak menjawab ia masih menundukkan kepalanya.

Huff. Angkasa menghela nafasnya pelan ia harus membujuk Nara dengan cara halus agar Nara mau makan lagi.

"Nara buka mulutnya ayo makan lagi aku suapin" kali ini nada bicara Angkasa lebih lembut.

Nara perlahan membuka mulutnya ia menerima suapan dari Angkasa. Sesekali juga Angkasa menyuapi dirinya sendiri. Kurang lebih sepuluh menit mereka selesai makan kemudian Nara mencuci piring bekas meraka makan tadi.

"Kak Raja gak pulang?" tanya Nara setelah ia selesai mencuci piring bekas tadi makan.

"Bentar, masih mau di sini" Angkasa mengikuti langkah Nara menuju depan televisi. Nara menyalakan tv itu dan menonton kartun shinbi house.

"Sana pulang nanti dicari bunda kak Raja"

"Enggak, tadi udah bilang sama bunda"

"Bilang apa?" Nara ingin tahu apa alasan yang Angkasa buat agar bisa pulang terlambat.

"Main ke rumah pacar" jawab Angkasa seadanya.

Angkasa merebahkan tubuhnya di sofa menjadikan paha Nara sebagai bantalan kepalanya.

"Ngapain sih kak berat ihh" Nara mencoba mengangkat kepala Angkasa agar menyingkir dari pahanya.

"Ck, gak mau!" Angkasa malah menelusupkan wajahnya ke perut Nara menggesek-gesekkan kepalanya membuat Nara merasa kegelian.

"Kak, jangan gitu geli tau" Nara menjambak rambut Angkasa kuat berharap dengan itu Angkasa berhenti menggesek kan kepalanya.

"Sakit njing di elus kek bukan malah di jambak" gerutu Angkasa kesal.

"Tuh kan ngomong kasar lagi" Nara menjewer telinga Angkasa kuat mengakibatkan telinga Angkasa menjadi merah.

"Sakitttt" rengek Angkasa.

"Rasain makanya jangan ngomong jelek" Nara beralih mengelus kepala Angkasa yang masih ada di pangkuannya, ia juga kembali fokus menonton kartun kesukaannya.

Terbuai dengan elusan Nara, Angkasa menjadi mengantuk nyaman sekali di posisi ini. Namun rasa nyaman itu hilang seketika saat mendengar teriakan Nara yang amat memekakkan telinga.

"ASTAGA AKU LUPA MANDIIN UDIN" teriak Nara kencang sampai-samapi mbak Ning yang ada di dapur menghampiri Nara dengan tergesa.

"Kenapa sih?" Angkasa bangun dari rebahannya.

"Neng, kenapa teriak-teriak ada apa?" tanya mbak Ning dengan nada khawatir.

Nara menggaruk tengkuknya yang tak gatal ia benar-benar lupa akan pesan papanya tadi pagi. "Hehe... itu, Nara lupa tadi papa suruh aku buat mandiin Udin" ucap Nara.

"Bikin kaget lo" Angkasa menonyor jidat Nara pelan.

"Iya, neng bikin kaget aja. Mbak kira ada apa, yaudah mbak mau lanjut bersih-bersih" pamit mbak Ning ia juga tak mau mengganggu pasangan baru ini, tadi mbak Ning di beritahu oleh Raina jika Angkasa adalah pacar Nara.

Angkasa menatap tajam Nara, Udin siapa lagi? kenapa harus Nara yang memandikan? memangnya si Udin itu tidak bisa mandi sendiri.

"Udin siapa?" tanya Angkasa dingin.

"Udin itu cowok kesayangan papa"

"Siapa sih? tinggal di sini? mana orangnya gue mau lihat palingan juga gantengan gue" ucap Angkasa percaya diri.

"Yaudah ayo" ajak Nara.

"Kemana?" tanya Angkasa bingung.

"Katanya mau liat Udin gimana sih" Nara berkacak pinggang di depan Angkasa.

"Yaudah ayo" Angkasa mengikuti langkah Nara sampai ke belakang rumah, bisa ia lihat ada kolam renang yang tak terlalu besar dan banyak sekali berbagai jenis bunga di sini.

Nara memghampiri seekor kucing yang sedang bermain di dekat bunga-bunga. Kucing itu mencakar-cakar tanah membuat bulu putih tebalnya menjadi kotor. Angkasa pikir Udin itu seoarang manusia eh gak taunya cuma seekor kucing.

Nara membopong Udin membawanya mendekat ke Angkasa.

"Nih Udin, ganteng banget kan dia" Nara menyodorkan Udin menyuruh Angkasa menggendongnya.

Angkasa mengambil Udin dari gendongan Nara. Kucing ini agak kotor namun terlihat menggemaskan.

"Masih gantengan gue" Ucap Angkasa bangga, enak saja ia tak terima Nara memuji kucing kotor ini.

"Iyaa terserah kak Raja aja. Ayo Udinnya bawa ke halaman depan kita mandiin Udin di sana"

Di depan halaman rumah Nara tepatnya di samping garasi ada keran air yang biasa papanya gunakan untuk mencuci mobil dan juga memandikan Udin kucing kesayangannya.

Biasanya Udin akan lulut jika dimandikan oleh papanya tapi semoga saja kali ini Udin mau dan bisa anteng saat Nara yang memandikan.

"Pegang yang kenceng Udinnya takutnya dia kabur" suruh Nara ia mulai menyalakan kran air.

Angkasa menurut apa yang di bilang Nara ia memegang Udin kuat lalu mengarahkannya ke bawah kran air.

Tubuh Udin hampir basah semua namun Udin malah mengeong keras seperti orang kerasukan ia juga mencakar tangan Angkasa.

"Meowww meowww"

"Arghh" Angkasa mengibaskan tangannya yang terkena cakar Udin. Angkasa hanya memegang Udin dengan satu tangannya.

"Gila kucing papa lo ganas banget sih"  Angkasa masih meniup luka gores dari cakaran Udin.

"Udin jangan nakal dong! kalau kamu gak nurut aku aduin ke papa biar kamu gak di kasih jatah makan!" omel Nara.

Nara membantu Angkasa memegangi Udin. Dirasa Udin sudah cukup tenang Nara memakaikan sabun ke seluruh tubuh kucing putih itu, menggosok seluruh badannya agar kotoran dan tanah yang menempel di bulu Udin bersih.

"Enak banget lo di elus-elus cewek gue" Angkasa kesal  dengan Udin tadi saja memberontak sampai-sampai ia kena cakar, giliran kini Nara yang memandikannya Udin malah terlihat anteng bahkan menikmati setiap sentuhan dari Nara.

Dasar kucing kampret.
























Udin😺

Udin😺

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
NARAKASA [SUDAH TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora