🌿BC-13

10.6K 2.7K 698
                                    

Mila duduk nggelongsor, bersandar di pantry dapur Husein. Seminggu di pesantren seperti satu bulan bagi Mila. Satu minggu ini ia juga sudah bisa beres-beres rumah Husein, tentunya tidak sendiri. Ia bersama satu santri lain, tak mungkin gadis ini piket di ndalem sendirian.

Setiap ndalem bisa dipiketi dua sampai tiga santri agar tidak berat.

Sungguh, baru kali ini Mila tak bisa kutik. Tak bisa menyelinap keluar dari pesantren. Setiap kali pikiran kabur hinggap di otak, seketika ingatan akan perkataan Husein tentang kakek juga muncul.

Yang namanya orang terbiasa di jalan, tiba-tiba terkurung dengan segala peraturan akan merasa sangat terkekang. Berbeda dengan anak rumahan, semakin di kekang tak boleh keluar rumah ia akan semakin senang.

Lima hari yang lalu Husein benar-benar mengumpulkan seluruh santri, bukan untuk membela Mila. Tapi ingin memberi nasihat agar cemoohan yang di terima Mila tidak lagi terulang kembali.

Pesantren ini tak pernah mengajarkan santrinya merasa menjadi orang yang paling mampu. Jangan karena ilmu yang dimiliki lebih tinggi jadi alasan untuk merendahkan orang yang baru ingin menuntut ilmu. Bisa jadi karena tekat bersungguh-sungguh Allah lebih meridhoi dia yang kita rendahkan.

Tak usah berbangga hati, tak usah besar kepala dengan titipan Allah. Kita manusia tak punya apa-apa, lahir hanya membawa ari-ari saja. Allah lebih mencintai pendosa yang mengakui dosanya dan mau bertaubat kepada-Nya daripada orang berilmu tapi merasa dia paling bisa.

Jika berilmu saja, Iblis jauh lebih tinggi ilmu pengetahuannya dibanding manusia. Kamu bisa membaca Al-Qur'an, iblis pun juga bisa membaca bahkan paham dengan isi yang terkandung di dalam Al-Qur'an.

Iblis di masukkan kedalam neraka hanya karena satu sifat, dia sombong. Iblis merasa jauh lebih hebat dari nabi Adam, hingga ia melanggar perintah Allah untuk sujud kepada nabi Adam.

Dari penyampaian yang Husein berikan, Mila merasa bahwa sebenarnya Husein orang baik. Dianya saja yang terlalu overthinking terhadap lingkungan.

"Ternyata bener apa yang dia bilang, kalau umur bukan jaminan kedewasaan," gumam Mila seraya menatap lantai.

Datang lah sosok Farah dengan satu tangan membawa sapu. "Mbak Mil, ngapain nggelosor disitu? Nanti kalau ada Gus Ali atau Ustad Galih gawat loh, Mbak."

"Emangnya gak boleh duduk disini?"

Farah menaruh sapu pada tempatnya. "Bukannya gak boleh, Mbak. Masalahnya Mbak Mila duduk ngangkang-ngangkang gitu. Di ndalem ini kan cuma dihuni Gus Ali sama ustad Galih doang, cowok semua loh Mbak. Gak baik cewek duduk kayak gitu. Nanti gak ada cowok yang suka sama Mbak."

"Gue sih gak peduli, Far. Toh gak bakal ada yang minat juga sama gue. Jangankan suka, ngelirik aja mungkin gak ada. Apalagi kalau dia tau latar belakang gue kayak gimana, di jamin deh langsung kabur. Gue cukup sadar diri, jadi gak ada sama sekali berharap ada cowok yang datang ngelamar gue," papar Mila tanpa menatap lawan bicaranya.

Kalau pun ada cowok yang tertarik dengannya, dia yakin pasti kedua orang tua si cowok tidak akan pernah setuju anak laki-lakinya menikah dengan perempuan mantan begal sepertinya. Anak dari seorang narapidana, setiap hari di kejar dekolektor.

"Jangan terlalu merendah gitu lah, Mbak. Allah menciptkan manusia berpasang-pasangan. Yakin aja, suatu saat pasti ada cowok yang mencintai Mbak Mila dengan tulus," kata Farah.

Farah adalah satu di antara mereka yang lulus seleksi di mata Mila. Bukan pilih-pilih teman, hanya saja Mila tak mau memiliki terlalu banyak teman. Ia cukup trauma dengan pembullyan disekolah yang kerap kali ia dapat baik dilingkungan rumah maupun lingkungan sekolah.

Banana CintaWhere stories live. Discover now