30

508 24 2
                                    

Hari demi hari berlalu, kondisi Indri sudah semakin membaik. Ia juga sudah benar-benar menerima keadaannya, tidak ada lagi adegan histeris di malam hari, apalagi sampai memukul atau menyakiti dirinya sendiri. Kasih sayang dan perhatian yang dicurahkan oleh keluarga dan juga teman-temannya membuatnya semakin kuat untuk menjalani hari-harinya. Meski tetap saja rasa sedih itu seringkali menghinggapi perasaannya, terutama saat tanpa sengaja dirinya mendengar para tetangga yang berbicara buruk tentangnya. Namun, kesedihan itu tidak ada apa-apanya dibandingkan kepedulian dan perhatian dari orang-orang yang menyayanginya.

Pagi ini Rizki berniat untuk mengajak Indri berjalan-jalan ke taman. Mamanya bilang Indri harus lebih sering bergerak agar persalinannya nanti berjalan lancar. Sebagai seorang dokter kandungan, Sita tentu mengetahui banyak hal soal kehamilan dan persalinan.

Meski sudah tidak tinggal bersama, tetapi Rizki tetap berusaha semaksimal mungkin agar bisa melakukan yang terbaik untuk Indri dan juga calon anaknya nanti. Apalagi orang tua dan juga Kakaknya Indri sudah mengizinkannya untuk menjaga Indri menggantikan mereka. Mengingat mereka semua tidak bisa berada di sisi Indri selama 24 jam full karena harus bekerja.

Saat ini, Rizki memang tidak kuliah ataupun bekerja. Orang tuanya menyarankannya agar pokus pada Indri dan calon bayinya terlebih dahulu. Mengingat keadaan Indri saat ini memang sangat membutuhkan kehadirannya. Rizki hanya menurut saja, ia percaya orang tuanya pasti mengetahui mana yang terbaik untuk anak-anaknya.

Dalam perjalanan menuju taman, tanpa sengaja Indri mendengar beberapa tetangga yang berbisik membicarakannya.

"Eh, Bu, lihat deh tuh. Bukannya itu putrinya Bu Nia dan Pak Khairul ya?" ucap salah seorang Ibu yang berada tak jauh darinya.

"Iya, kasihan banget ya mereka. Padahal mereka orang baik, tapi kelakuan anaknya begitu," jawab ibu-ibu lainnya.

"Kelihatannya aja kalem, tahunya hamil di luar nikah. Apalagi kemarin sempet kabur dari rumah." timpal yang lainnya tak mau kalah.

"Kalau anakku begitu pasti sudah aku usir tuh dari rumah, bikin malu keluarga saja."

"Emang dasar ya anak jaman sekarang, pergaulannya udah bebas banget. Kemarin anaknya Pak Musa, eh sekarang anaknya Pak Khairul juga ikut-ikutan hamil."

"Huh, kalau bukan mandang ayahnya yang seorang kepala polisi dan ibunya yang seorang guru, sudah pasti semua orang akan menggunjingnya habis-habisan."

Para ibu-ibu itu bergosip tanpa tahu tempat, tidak memedulikan bagaimana perasaan dari orang yang mereka bicarakan. Padahal apa yang mereka lihat belum tentu sama seperti dengan apa yang mereka pikirkan.

Sungguh miris, kebanyakan orang hanya bisa melihat sesuatu dari satu sudut pandang saja. Salah satunya dalam kasus hamil di luar nikah, sang wanita cenderung dirugikan. Bukan hanya susah saat hamil dan melahirkan, tetapi juga mendapatkan hinaan dan cemoohan dari masyarakat. Sedangkan untuk lelaki yang menghamilinya seringkali tidak terlalu banyak disorot dan dibicarakan. Beberapa diantaranya bahkan dengan mudah melarikan diri dari tanggung jawab, meninggalkan sang wanita yang tengah kesusahan berjuang dalam kesengsaraan.

Mereka tidak tahu, bisa saja sang wanita adalah korban, dari kebejatan lelaki biadab tak beradab. Atau kemungkinan lainnya yang tidak selalu melulu disebabkan oleh kesalahan sang wanita. Pun bila ada kasus pelecehan seksual, pastilah sang korban yang disalahkan. Padahal sudah jelas pelaku yang berbuat kesalahan.

Sesungguhnya wanita korban pelecehan membutuhkan suport dari banyak orang. Baik itu keluarga, teman, atau pun lingkungan umum. Mentalnya harus dikuatkan, jangan sampai frustasi membuatnya nekat. Membuang atau membunuh bayi yang baru saja dilahirkan. Bahkan ada yang sampai melakukan aborsi, bisa juga bunuh diri.

Pregnant: Between Responsibility And Dream(Republish)Where stories live. Discover now