22

465 26 4
                                    

Hari demi hari berlalu, pencarian masih terus dilakukan. Tetapi nihil, sedikit pun belum membuahkan hasil.

Sebagai seorang ibu, Nia sangat mencemaskan keberadaan putrinya. Beliau sampai tidak bisa makan dan istirahat dengan tenang, khawatir Indri kenapa-napa diluar sana. Termasuk juga Sita, ia sungguh tidak pernah menyangka sebelumnya. Bagaimana mungkin putranya yang senantiasa berperilaku baik dan selalu taat peraturan bisa nekat kabur dari rumah?

Disisi lain, Indri tengah termenung di atas balkon. Matanya menyaksikan pemandangan kota Karawang di pagi hari, tidak jauh berbeda dengan tempat tinggalnya di Jakarta. Penuh dengan hiruk pikuk kehidupan. Apalagi kota ini dikenal sebagai salah satu kawasan industri terbesar di Indonesia.

Sedangkan Rizki, pria itu tampak sedang berkutat didapur. Membuat nasi goreng yang akan dijadikan sebagai menu sarapan mereka berdua. Setelah selesai, ia pun bergegas menemui Indri di kamar. Berniat untuk mengajaknya untuk sarapan bersama, seperti pagi-pagi sebelumnya.

Sesampainya dikamar, kembali Rizki menyaksikan Indri yang tengah asyik melamun dibalkon. Wanita itu terlihat muram, seolah tengah memikirkan banyak hal.

"Indri," panggilnya lembut sesaat setelah berdiri disamping perempuan itu. "Sarapan dulu, yuk!" ajaknya kemudian.

Indri menoleh ke samping, lantas mengangguk pelan seraya memperlihatkan sedikit senyum tipis dibibirnya.

Rizki tahu, senyum itu palsu. Bagaimana mungkin ia bisa tak tahu, sedang ekspresi gadis itu terlihat sendu.

"Jangan memaksakan untuk tersenyum, jika memang hatimu sedang mendung," kata Rizki dengan tatapan yang menatap dalam ke arah Indri.

Keduanya sama-sama terdiam, hanyut dalam keheningan. Mata Indri mulai berkaca-kaca, ia kembali terhanyut dalam emosinya. Lantas watita itu pun segera memalingkan wajahnya, kembali menatap ke arah luar.

"Padahal baru beberapa hari saja, tetapi aku sudah sangat merindukan mereka: ayah, bunda dan kakak. Bagaimana kabar mereka di sana?" ucap Indri pelan. "Semua orang pasti tengah mencari kita, mengkhawatirkan dan mencemaskan keadaan kita," sambungnya dengan suara serak.

"Apa kamu ingin pulang?"

Indri menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, aku tidak ingin pulang sekarang."

Rizki hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan, lantas segera menghentikan topik pembicaraan yang menurutnya akan mengaduk perasaannya tersebut.

"Sebaiknya kita sarapan sekarang, aku sudah memasak nasi goreng untuk kita makan bersama," ajak Rizki kemudian.

__
__

Huek huek huek

Indri memuntahkan seluruh isi perutnya kedalam wastafel, sedangkan Rizki terlihat membantu memijit tengkuknya dengan perasaan cemas dan merasa bersalah.

"Udah baikan?" tanya Rizki lembut.

"Iya," jawab Indri seraya mengangguk pelan. Setelah itu ia pun segera membersihkan mulutnya dengan air keran.

"Maaf, aku gak tahu kalau nasi goreng bisa bikin kamu mual kayak gini." Rizki terlihat sangat merasa bersalah.

Indri menggeleng pelan, "enggak papa, kamu gak perlu minta maaf. Ini bukan salah kamu, yang namanya perempuan hamil sudah biasa mengalami hal seperti ini," jawab Indri menenangkan.

Rizki menghembuskan nafasnya pelan, lantas mengajak Indri untuk beristirahat ke dalam kamar.

"Aku buatin kamu makanan lain ya? Kamu mau makan apa?" tanya Rizki perhatian.

"Enggak usah, Ki. Biar nanti aku masak sendiri aja. Kamu juga mending manfaatin waktu sekarang buat istirahat, mulai besok kamu kan udah mulai kerja," tolak Indri lembut.

Pregnant: Between Responsibility And Dream(Republish)Where stories live. Discover now