"Euhm... Siapa?" tanyaku dengan suara berat dan serak. Suara bangun tidurku yang sangat khas, kalau orang mendengar mungkin dia akan kaget sebab suaraku terdengar seperti seseorang yang sedang kehilangan suaranya karena sakit atau semacamnya.

"Arin! Ini aku! Kemana saja kamu? Kutelepon , tidak dijawab! Cepat buka pintunya!" teriak seorang laki-laki tanpa henti dan tanpa memberi waktu pada otakku untuk berpikir.

Tanpa berpikir panjang, aku pun menekan tombol yang satunya untuk membuka pintu depan sesuai perintah laki-laki itu. Karena sepertinya aku kenal suara itu, maka aku merasa tidak apa untuk menuruti perintah laki-laki itu, tapi siapa laki-laki yang memarahiku di pagi-pagi buta ini(atau setidaknya dalam perhitunganku), aku tidak tahu.

Klek, suara yang menandakan seseorang membuka pintu apartemenku. Aku juga mendengar ada suara kaki seseorang melewati lorong utama. Aku pun berjalan ke arah meja bar kecil yang letaknya tepat di sebelah ruang tamu dan mengambil sebuah gelas, kemudian berjalan ke arah kulkas dan aku pun mengambil sebuah botol air mineral. Tanpa sadar aku pun menuangkan air putih ke gelasku seperti sudah terbiasa dengan hal itu, aku bisa melakukannya dengan mata terpejam, dan ya aku melakukannya dengan mata terpejam dan ternyata ukuran air yang tertuang sudah pas, tidak kurang tidak juga lebih. Aku memang sudah mahir melakukan hal ini, sebab ini bukan kali pertama atau kedua aku melakukan ini, semenjak pindah ke apartemen ini tiga tahun lalu, aku terus melakukan hal yang sama tiap pagi.

"Ya ampun, Arin! Kamu baru bangun? Sudah jam berapa sekarang? Kamu ini, sudah sarapan belum? Kubuatkan panekuk ya?" teriak seorang laki-laki yang sekarang berada di ruang tamuku, teriakkan itu benar-benar membuatku kaget dan menyemprotkan sedikit air yang baru kuteguk tadi.

"Manager?!" teriakku kaget saat akhirnya aku bisa mengenali sosok laki-laki yang berdiri kira-kira 2 meter jauhnya dariku itu.

"Jadwal kita mulai jam 10, sekarang sudah hampir jam 9, artinya kita harus cepat-cepat." kata managerku sambil membuka handphonenya.

"Oi! Arin! Dengar tidak?!" teriaknya lagi ketika melihat aku yang berdiri kaku layaknya patung dengan menggenggam sebuah gelas kristal yang berisikan air putih tanpa menggubris kata-kata yang ia ucapkan..

Teriakan itu jelas membuatku tersadar kembali , kemudian kuminum beberapa teguk air yang ada di gelas yang sedang kugenggam. Ternyata dari tadi itu manager, pantas saja suaranya terdengar tidak asing lagi di telingaku, pikirku dalam hati.

"Kau ini! Arin, ayo , kamu mandi, aku akan siapkan sarapan, setelah itu kita langsung berangkat ke tempat pemotretan,"

Manager terlihat sangat sibuk, seperti sedang menyiapkan diri untuk tamu negara saja. Aku tertawa kecil dengan pemikiranku sendiri. Aku yang sedari tadi hanya melihat manager sangat sibuk dengan buku catatan dan handphonenya sambil ia berjalan kesana kemari pun akhirnya mulai melangkahkan kakiku menuju kamar mandi dan mandi sesuai dengan perintah manager.

Marriage Act [COMPLETED] (EDITING-ON HOLD)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz