51 | Hambar

745 122 37
                                    

Gue kembali memandang diri gue yang terlihat amat mengenaskan di kaca.

Luka di wajah juga lengan gue belum sepenuhnya sembuh. Tapi gue sudah menambah luka yang lain dengan menggores sendiri tangan gue. Iya, gue selfharm karena udah gakuat nahan sakit.

Sudah hampir tiga minggu dan hidup gue masih sama.

Hancur.

"Ra, lo ngapain? Gak aneh aneh lagi kan? Ini Felix bawa brownies. Makan dulu yuk." Suara Kak Jisung masuk ke Indra pendengaran gue.

Gue enggak menjawab. Terlalu malas dan entahlah tenggorokan gue rasanya sakit sampai suara gue enggan keluar.

Kak Jisung tinggal sama gue sekarang. Permintaan bunda sebenernya. Dia aslinya gak mau karena apartemen ini cuma ada satu kamar jadi dia harus tidur di sofa. Tapi kata dia ga masalah daripada gue terluka lagi. Eh nyatanya gue justru melukai diri gue sendiri.

Cklek.

Kak Jisung ngebuka pintu. Helaan nafasnya terdengar. Kak Jisung masuk kemudian nyalain lampu.

"Jangan gelap gelapan terus. Mau temenan sama mahluk astral?"

Gue hanya menolehkan kepala, masih enggan ngejawab.

Setelah ditinggal oleh anak gue, hidup gue hancur. Rasanya hampa dan kosong. Itulah mengapa gue gak mau nyalain lampu kamar. Suasana gelap lebih cocok dengan kondisi hidup gue sekarang.

"Lo gak aneh aneh kan?" Tanyanya

"Semua cutter, atau benda tajam apapun lo sembunyiin. Gimana gue bisa ngelakuin hal aneh aneh?"

"Bagus deh. Makan yuk, Felix sama Chaewon dateng bawa banyak makanan."

"Tinggalin gue sendiri. Gue lagi gak mau makan."

Kak Jisung menghela nafasnya lagi. Wajahnya keliatan capek banget. Juga jengkel disaat bersamaan.

"Ra, tolong jangan kaya gini. Gue tahu lo sedih dan hancur. Tapi ngga gini, Ra. Jangan malah nyakitin diri lo sendiri, gue mohon."

"Pergi, gue mau sendiri."

Kak Jisung akhirnya menyerah. Dia pergi keluar kamar tapi membiarkan pintu kamar gue tetap terbuka. Mungkin biar dia bisa memantau keadaan gue juga dari luar sana.

Diam diam gue ngeluarin gunting kecil yang biasa dipake buat gunting bumbu. Si tupai ceroboh itu lupa kalau masih ada gunting di dapur.

Gue menghela nafas pelan kemudian mulai motong rambut gue sendiri.

Dahulu rambut panjang gue adalah hal yang Om Chan suka. Gue selalu mempertahankan rambut gue ini. Tapi sekarang gak lagi. Gue pengen ngebuang jauh jauh ingatan gue tentang dia.

Dengan anarkis gue motong rambut gue sampai bener bener pendek. Gue gak peduli apakah ini bakal rapi atau enggak. Gue juga gak peduli misal nanti rambut gue bau bumbu. Gue bisa keramas.

Setelah selesai, gue letakin gunting itu di kasur kemudian ngerapiin rambut gue di lantai. Gue masukin dalam satu kresek kecil dan gue buang.

Setelahnya gue keluar dari kamar.

"Ra, gue—LOH? RAMBUT LO KEMANA?!"

Langsung pada panik ngelihat gue keluar dengan rambut pendek. Mereka semua langsung lari ke gue dan bikin gue mundur selangkah.

"Ra, kamu potong rambut kamu sendiri?" Tanya Kak Jeongin.

"Gue capek. Tolong gak usah tanya kenapa."

Tanpa meduliin mereka, gue jalan ke meja makan dan nyomot brownies buatan Kak Felix. Gue suka banget brownies buatan Kak Felix karena bener bener enak. Hanya saja saat ini makanan apapun yang gue makan terasa hambar.

Marriage Life || Bangchan ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora