42. 24 Hours Standing for Andin

6.7K 924 317
                                    

*******

Tubuh tegap, sorot mata yang tajam, dan bahu yang kuat itu sudah tak terlihat lagi pagi itu. Yang ada hanya tatapan kosong, langkah kaki yang terseret dan tubuh yang sedikit membungkuk.
Aldebaran tidak tidur satu menit pun, wajahnya begitu sayu, kantung matanya juga nampak menghitam, dia terus menjaga Andin hingga tiba-tiba pagi sekitar pukul 7 kondisi Andin memburuk.

Dokter segera datang setelah Surya memanggilnya. Sarah nampak terlihat cemas, meski Andin bukan anak kandungnya, namun perlahan dia mulai menerima Andin, seorang anak perempuan yang begitu tabah dan tegar.
Meski Sarah selalu memperlakukan Andin dengan tidak adil, dengan terus membandingkannya dengan Elsa, namun Andin tak sedikit pun berlaku tidak sopan padanya.

Hingga ketika Andin mengikhlaskan Nino untuk menikahi adiknya, disitu perlahan Sarah mulai menyadari, betapa luasnya hati Andin.
Surya memeluk erat istrinya, mencoba tenang melihat keadaan Andin yang mulai terlihat susah untuk bernapas. Sedangkan Aldebaran berdiri tak jauh dari ranjang Andin, tangannya mengepal kuat, bibirnya terus merapalkan doa-doa untuk keselamatan Andin.

"Pak Al, kita harus segera bertindak" ucap dokter
Mendengar itu, tentu hati Al semakin hancur. Begitu juga dengan Surya.
"Dok, lakukan yang terbaik untuk istri saya"
"Apa pak Al sudah bicara dengan istri pak Al?"
"Dia sudah setuju untuk menggugurkan kandungannya, semalam kita sudah bicara" kata Al

"Baik, kalau begitu, saya harus melakukan tes darah dulu, untuk mengetahui apakah rhesus bu Andin dan janin nya sama atau tidak. Pak Al dan keluarga mohon menunggu diluar ya"
"Ayo ma, kita tunggu di luar" ucap Surya pada wanita di dekapannya.

Mereka melangkah keluar, Al terus menatap ke arah Andin yang wajahnya sudah nampak pucat seperti tak ada darah sedikit pun yang mengalir di pembuluh darahnya.
"Bertahan ya ndin, cuma itu yang saya minta.. tolong bertahan" ucap Al dalam hati, lalu kemudian menutup pintu.


Surya, Sarah dan Aldebaran sudah berada di luar ruangan. Aldebaran nampak berjalan kesana kemari, dengan sesekali menggigiti ujung kukunya.
"Ini semua salah kamu, Aldebaran"
Suara parau yang akhirnya membuat Al menghentikan langkahnya.


"Mama, jangan bicara seperti itu" bisik Surya
"Emang iya pa. Ini salah Al. Lihat Andin, dia harus menanggung semua kesalahan Aldebaran"
"Ma, bukan salah siapa-siapa. Ini sudah takdir"
"Papa lupa, kalau waktu itu Andin gak jatuh dan keguguran, Andin gak akan seperti sekarang pa. Gak akan terjadi masalah sama rahimnya, dan dia gak perlu kesakitan seperti ini" ucap Sarah


Dia nampak begitu peduli dan bersedih dengan apa yang terjadi pada Andin. Sedangkan Aldebaran masih menatap Sarah dengan tatapan sayu nya yang sendu.
"Maafin saya ma, pa" ucap Al lirih
"Bukan salah kamu Al" ucap Surya
"Salah kamu. Ini semua salah kamu, Al. Andin harus bertanggung jawab sendirian dengan rasa sakitnya, karena kamu gak becus jagain dia"

"Mama! stop! Jangan nyalahin orang lain"
"Al bukan orang lain pa. Dia suaminya Andin, dia yang bertanggung jawab untuk keselamatan Andin. Tapi lihat pa, Al gagal jagain Andin"
Kalimat itu berhasil menampar Aldebaran begitu keras, membuatnya merasa terjungkal, terpelanting dan terjatuh ke dalam rasa bersalah yang begitu besar.


"Mama bener pa, ini salah saya" ucap Aldebaran lirih
"Al, udah.. jangan menyalahkan diri sendiri"
"Mama bener.. saya yang salah..." Ucap Aldebaran yang kemudian berjalan menunduk menjauhi kedua mertuanya, menyembunyikan air mata nya yang mulai jatuh.

"Al...."

"Ini salah gue.. mama Sarah bener"
"Gue gak becus jagain Andin. Gara-gara gue Andin jatuh, gara-gara gue Andin keguguran dan sekarang Andin harus menanggung semuanya sendiri"
"Andin berhak kecewa sama gue, dia berhak marah. Dia pasti gak bahagia sama gue, dia pasti nyesel nikah sama gue"

SECRET 2 : DEBARANDINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang