Tanzaku di Ranting Bambu

Start from the beginning
                                    

"Sekarang kau tulis harapanmu. Aku akan berdandan lebih dulu. Setidaknya aku harus tampil lebih cantik darimu," kekeh Ino yang membuat wajah Sakura berubah masam.

Mengabaikan Ino yang berganti kimono biru, Sakura bergerak ke nakas di dekat ranjang. Ia mengambil beberapa kertas warna-warni yang menjadi harapan untuk Festival Tanabata ini. Nama kertas itu tanzaku yang akan digantungkan di ranting bambu selama festival berlangsung. Kami-sama akan mengabulkan permintaan yang ditulis dengan keinginan yang tulus.

Ada berbagai warna pada tanzaku itu, Sakura memperhatikannya dengan baik. Ia mengambil tanzaku warna merah yang menjadi lambang harapan pada orang tua, lalu menuliskan doa untuk Mebuki dan Kizashi yang ada di Konoha. Kemudian ia mengambil tanzaku kuning yang menjadi harapan persahabatan, mulai menuliskan keinginan dan doa untuk Naruto, Ino dan teman-teman di Konoha, lalu ia berhenti pada tanzaku warna putih.

Selama setengah menit, ia tidak menulis apa-apa. Teringat dengan tugas dan tanggung jawab dirinya pada misi Tsunade, ia menggelengkan kepala kuat-kuat. Tangannya agak gemetar saat menuliskan harapan terakhir itu, lalu ia menyimpan semua tanzaku yang sudah tertulis harapan ke lipatan dalam kimononya. Ino yang telah selesai menyanggul rambut pirangnya agak tertawa kecil saat berkata, "Aku rasa sudah sempurna. Bagaimana menurutmu?"

Sakura menolah dan mengacungkan dua jempol pada Ino. Sang sahabat kembali tertawa dan menyahut, "Aku bisa menyanggul rambutmu dengan teknik sederhana, Sakura. Sini aku punya kanzashi dengan hiasan bunga ajisai yang cantik!"

"Eh!"

***

Deretan pohon-pohon bambu yang telah didekorasi dengan kertas warna-warni tampak menjulang di sepanjang tangga menuju ke kompleks kuil dan penginapan. Hal serupa terjadi di pinggiran danau yang sudah kosong, tidak ada airnya sama sekali. Beberapa orang melakukan penghormatan kepada Tetsuo di pinggir danau sebab ada pagar pembatas yang dibangun mendadak sebab orang-orang berniat melihat bekas pusaran yang mengisap Tetsuo dan Yuu. Tentu Kenji tidak mengijinkan orang-orang menjadikan makam itu sebagai tempat wisata.

"Berapa tinggi pohon Tanabata ini?" tanya Sakura melihat pada pohon bambu dengan dekorasi warna-warni yang menjulang di pinggir danau.

"Mungkin sepuluh meter atau lebih," ujar Ino.

"Aku sudah menuliskan harapan di tanzaku. Kita gantungkan di pohon yang mana?" tanya Sakura.

Ino menggeleng. "Ayo kita lihat pawai lebih dulu! Ada anak-anak yang menari di sana."

Belum sempat berkomentar, Ino sudah menarik tangan Sakura mendekat pada pertunjukan itu. Mereka berada di barisan terdepan sebelum menyadari Naruto bergabung bersama mereka.

"Sa-Sakura-chan, kau tampak ...."

"Cantik, aku tahu apa yang ingin kau ucapkan, Naruto," sambar Ino tidak sabar.

"Ya, uhm ... semacam itu."

Sakura merona merah. Biasanya ia akan memukul Naruto, tapi ia tidak mood melakukan tindakan kekerasan sekarang. Ia fokus menyaksikan anak-anak yang masih menari, lalu menatap Naruto yang memakai hakama warna kuning keemasan. Rambut Naruto tampak disisir lebih rapi, sandal kayu menghiasi kaki dan menanggalkan atribut ninja Konoha yang mencolok.

"Kau juga tampak lebih dewasa, Naruto."

Naruto menoleh tidak percaya pada Sakura dan tertawa kecil. "Benarkah, Sakura-chan?"

Tiba-tiba ada yang menarik tangan Sakura begitu kuat, membuat kunoichi muda itu menoleh.

"Hei, Bocah, kau tidak boleh mengambil Sakuraku seenak udelmu!"

BlueWhere stories live. Discover now