20.

1.1K 101 55
                                    

Happy Reading
.
.
.

Azka segera bangkit untuk menolong Reina. Tak jauh di belakang mereka sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi, ternyata truk tersebut bermasalah pada rem yang blong. Kecelakaan pun tak dapat terhindari.

Pengendara lain sempat menarik tubuh Azka, Azka tidak kenapa-napa namun pacarnya...

Darah berceceran di aspal, terlihat tubuh Reina sudah tidak berbentuk lagi.

Hujan pun turun. Hujan sangat tau, jika seseorang mengalami kesedihan.

Azka mendekati mayat Reina dan menangis sejadi-jadinya. Sejak saat itu lah Azka membenci hujan.

Besoknya Reina dimakamkan. Azka tidak niat untuk menghadiri pemakaman karena ia tidak telap melihat Reina sang cinta pertama ditutup menggunakan tanah.

Di kamar, Azka sedari tadi melamun dipinggiran kasur. Azka terus mengingat semua kejadian kemarin, rasa bersalah terus menghantuinya.

Sudah tak kuat lagi, ia meraih kunci motor yang tergantung lalu menyusul ke area pemakaman.

Dengan pakaian yang serba hitam tak lupa juga dengan kacamata hitamnya. Azka berdiri disamping nyokap Reina, terlihat nyokapnya hanya sendirian.

Ayah Reina kemana? Kenapa dia ga hadir ke pekamaman anaknya? Batin Azka.

Azka melihat sebagian peti telah tertutupi tanah, waktunya untuk menaburkan bunga.

Begitu mudahnya cairan bening menetes di pipi Azka. Kemudian Azka menangis di batu nisan Reina, tak hanya itu, ia ditemani oleh nyokapnya almarhum Reina.

"Sudah nak, mari pulang. Reina sudah tenang disana." Ucap nyokap Reina.

"Ma.. hiks.. maafin.. hiks.. aku tante.. hiks.. hikss."

"Kenapa kamu minta maaf nak?"

"Saya.. hiks.. yang membuat.. hiks.. hiks.. Reina meninggal."

"Maksud kamu?"

"Saya.. hiks.. kemarin mau membawa Reina ke suatu tempat.. hiks.. hiks.. tapi kami malah kecelakaan, dan jadinya gini.. hiks."

"Jadi kamu pembunuh anak saya!"

"Saya gak maksud membunuh anak tante.. Hiks.. hiks.."

"Kamu pembunuh, pergi kamu dari sini!"

"Maafin saya tante.."

"Pergi!"

"Maaf."

"Jangan pernah saya lihat kamu di kehidupan saya lagi." Nyokap Reina menangis sejadi-jadinya, sedangkan Azka pergi dengan rasa bersalah hingga saat ini.

Flasback off

Azka menggeleng. "She dead."

"Oh sorry."

"No problem. Maaf jika saya terus memanggilmu Reina."

"Tidak afa-afa. Saya tahuh kehilangan seseohang yang paling disintai sangat belat." (Tidak apa apa. Saya tau kehilangan seseorang yang paling di cintai sangat berat).

"Maaf jika saya telah merepotkanmu, saya pamit deluan."

"Baiklah, tehima kashih kalna mau membelikan sayah pakaian." (Baiklah, terima kasih karna mau membelikan saya pakaian).

"Seharusnya saya yang berterima kasih. Kamu telah menjamu saya dengan hidangan seenak ini."

"Hah?"

"Thank you for traktir me too this delicious food."

"Ya sama-sama."

"I have to go, before that please type your cellphone number so we can ask each other how are you." (Saya harus pergi, tapi sebelum itu tolong ketik-kan nomor hpmu supaya kita bisa bertukar kabar).

Setelah mendapatkan apa yang diinginkan Azka, Azka segera beranjak pergi. Memesan taksi lalu pindah ke resto lainnya.

"Maaf saya terlambat lagi."

"Tenang, kita belum mulai."

"Apakah semua sudah siap?" Semuanya mengangguk. "Kali ini, Azka akan menjelaskan strategi kita supaya kita dapat menang dari perusahaan internasional dalam projek besar-besaran di Cina."

Azka merogoh sakunya, berniat ingin mengambil sebuah flashdisk yang ia yakinin tersimpan disakunya.

"Kamu kenapa?"

"Flashdisk saya."

"Apakah kamu belum menyiapkan materi ini?"

"Sudah, namun flashdisk saya ntah terjatuh dimana."

Para pemilik saham lainnya hanya celingak-celinguk melihat pergerakan kedua rekan bisnis mereka.

"Maaf atas ketidaknyamanan ini, presentasi akan saya lakukan dikarenakan ada kendala pada pak Azka." Ucap Tania.

Untung saja Tania telah menyiapkan file presentasi ke-2, jadinya ia dapat menggantikan Azka berpresentasi.

Tania menjelaskan cara-cara supaya memenangkan Tender. Tania cukup hebat dalam hal presentasi. Cuman desain dari presentasinya lah yang kurang menarik.

"Baiklah, sekian dari presentasi kali ini, apakah ada pertanyaan?"

"Apakah anda yakin dengan desain kita dapat memenangkan tender itu, menurut saya, desainnya terlalu biasa, ya kemungkinan besar..."

"Cukup-cukup, akan saya perbaiki desainnya. Apakah ada lagi yang ingin bertanya?"

"Biar saya saja yang desain ulang."

"Ah, tidak perlu Pak Azka."

"Okey."

Dasar, cowok ga peka.. Bujuk kek sekali lagi, kan tadi rencananya mau jual mahal. Batin Tania.

Tania tersenyum kecut. Semua pemilik saham pergi meninggalkan area rapat, tersisa hanya Tania dan Azka berdua.

"Kamu tidak pulang?" Tanya Tania.

"Apakah anda tidak lihat, saya lagi ngapain?"

"Ya aku tau, kamu lagi membuka ponsel. Apa kamu masih lama, saya ingin pulang terlebih dahulu." Azka tetap mengotak-ngatik ponselnya.

"Hei, aku sedang bicara denganmu!"

"Ada apa?"

"Sudah lah, aku tidak mood lagi bicara denganmu."

"Maaf."

"Kamu tidak perlu minta maaf, kamu tidak salah."

Bodo ihmit lah gue ama lo Azka, cuek amat. Pen bat gue jitak tuh palak lo, tapi untung lo ganteng. Batin Tania.

"Terima kasih telah memujiku." Kata Azka.

"Hah?"

"Suara hatimu terlalu keras, jadi saya dapat mendengarnya."

"Ah itu..."

Sialan, kenapa dia bisa denger. Padahal kan, ah bodo lah. Ucap Tania dalam hati.

"Aku pulang terlebih dahulu, kamu kalau mau lanjut, ya lanjut aja."

Tania berjalan menghentak-hentakan kakinya, sebel yang kini dirasakan.

"Ah, akhirnya dapat juga. Baiklah, saya harus bergegas." Ucapnya pada Tania, padahal sedari tadi Tania telah meninggalkannya sendiri.

"Wanita itu kemana? Kenapa tidak memberitahuaku kalau mau pulang. Ah sudah lah, saya tak perduli!"

TBC.

Azkim [ON GOING]Where stories live. Discover now