26 - Jarak yang Membuat Rindu

22 15 17
                                    

Happy Reading~

***

“Sepertinya, selama kita bersama, aku cuma sering bilang maaf dan terima kasih.”

Jan menoleh sejenak ke arah Kinan yang duduk di sebelahnya, kemudian kembali melayangkan pandangannya ke depan, ke arah sungai besar yang riak airnya terlihat seperti berlian berkilauan karena tertimpa cahaya lampu di sepanjang jembatan.

“Jan. Apa kamu nggak capek dimanfaatin mulu? Apa kamu nggak bosen?”

Laki-laki bermata sayu itu terdiam, ia masih fokus melihat ke sungai juga pohon-pohon besar yang berada di depan sana. Ia sesekali menghela napas, dan mengembuskannya kasar. Bukan karena ia merasa lelah, tetapi rasa kesalnya terhadap Dendra belumlah menghilang.

“Bagaimana bisa ada cowok berengsek kayak dia? Aku harap, dia nggak akan pernah kembali.”

“Jan, ulang tahun kita udah hampir, lho.” Kinan mengalihkan topik pembicaraan, karena baru saja ia sudah melihat Jan mengepalkan tangan. Umpatan demi umpatan juga sudah keluar dengan begitu mudahnya dari bibir Jan.

“Kamu mau hadiah apa dari aku?” tanya Kinan, masih berusaha menarik perhatian Jan.

“Aku nggak minta apa-apa, cuma minta, bahagialah selalu.”

“Hadeh, mulai lagi.” Kinan mengacak rambut Jan yang awalnya tertata rapi. Model rambut yang tadinya side bangs berubah sudah menjadi tak berbentuk.

“Sebelum aku kehilangan kesabaran, singkirkan tangan kotor Nuna dari kepalaku.” Jan memejam sembari memegang pergelangan tangan Kinan. “Nuna, tau apa yang terjadi kalau cewek pegang kepala cowok?”

Kinan menggeleng, lalu menggaruk tengkuknya yang memang tiba-tiba gatal. Sementara, Jan sudah membuka mata dan menatap Kinan dengan tajam. Ia mati-matian menahan sesuatu yang memang harus dan wajib ditahan.

“Nuna, jangan pernah lakuin itu lagi. Kalau nggak, aku bisa lepas kendali.”

Mata almond Kinan mengerjap-ngerjap, sedangkan hidung kecilnya sudah bergerak kembang kempis. Lalu, ia menunduk. “Huum, aku kayaknya emang nggak bakalan pernah lakuin itu lagi.”

Dari suara itu, Jan seperti menangkap sesuatu yang aneh. Ia tak mau menduga-duga, tetapi hatinya lebih dulu terluka.

“Jan, mari kita putus. Kita nggak usah ketemu lagi. Aku terus nyakitin kamu, aku masih terus inget Dendra. Saat salah satu terluka, itu bukan cinta, Jan.” Suara Kinan begitu lirih, ia masih menunduk karena tak berani melihat wajah Jan.

Sementara itu, Jan hanya terdiam. Tatapannya kosong melihat ke depan. Ia seperti terlempar ke jurang setelah dibawa terbang ke langit ketujuh. Tak ada yang bisa Jan ucapkan, menangis pun rasanya ia tak sanggup. Ia merogoh saku celananya, memegang erat kotak kecil yang sudah disiapkannya untuk acara ulang tahunnya bulan depan, ulang tahun yang kebetulan bertepatan dengan ulang tahun Kinan.

“Jan, maaf.”

Jan masih tak menjawab, malah bangkit dan pergi begitu saja, tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Malam menjadi saksi bahwa hati Jan begitu terluka. Ia terus melangkah dengan langkah gontai, meninggalkan Kinan yang saat ini masih duduk terpaku dengan ribuan penyesalan.

Call Me Nuna |Park Jihoon| Tamat√Where stories live. Discover now