15 - Persaingan

49 24 63
                                    

Annyeong~
Selamat malam Jumat, Gaes. Biar malam Jumat kalian gak horor-horor amat, ibadah banyakin, yak. Habis itu baca cerita ini buat hiburan.
Happy reading~

***

“Menang adalah hasil, tetapi yang memberimu pelajaran adalah prosesnya.” — Kevin Danendra Aditama

***

“Jenny. Lebih baik batalkan rencana pertunanganmu dengan Dendra.” Erwin memulai percakapan, lalu memasukkan sepotong roti ke mulutnya.

“Maksud Papa?”

“Apa kamu tidak dengar berita soal Tama yang ditangkap? Jangan libatkan diri kita dengan mereka.” Laki-laki itu bicara dengan tegas. Kemudian, ia menatap putrinya dengan tajam. “Kamu tidak ke rumah sakit? Mamamu sudah sadar dari kemarin.”

Jenny tak menanggapi. Ia sibuk mengunyah makanan, pura-pura tak mendengar ucapan papanya. Ia masih cukup marah karena perasaannya dipermainkan.

Selama ini, seorang Jenny hanya sibuk dengan bermain. Bertemu dengan beberapa laki-laki hanya hiburan baginya. Namun, seorang Dendra benar-benar mampu menarik perempuan berwajah mungil itu.

“Kamu dengar Papa, kan, Jen?”

Perempuan itu hanya menggangguk sembari mengembuskan napas kasar. Dalam hatinya menggerutu. Katanya disuruh serius, giliran udah siap serius malah main batal-batalin. Orang tua emang seenaknya. Mending gue hidup sendirian aja.

***

“Main peluk-peluk anak perempuan orang!” Maira menengahi dua orang yang sedang memperebutkan putrinya. Kemudian, ia mengalihkan pandangan pada Kinan yang penampilannya benar-benar kacau. “Kin, cuci muka dulu, pakai baju yang bener.”

Kinan sontak berlari ke depan cermin berdiri di ruang tengah, lalu memindai dirinya dari atas hingga bawah. Rambut kusut seperti tidak disisir seminggu. Baju tidur yang kancingnya sudah terbuka di bagian bawah, juga celana yang panjang sebelah–satu tertekuk, satunya lagi terpasang sempurna.

“Tidak!” Kinan mendadak lemas. Ia baru saja merasa baikan pagi ini, tetapi kembali pusing karena rasa malu.

Sementara itu, dua laki-laki yang ada di ruang tamu hanya bisa tersenyum melihat Kinan yang saat ini terduduk lesu.

“Kalian! Anggap enggak pernah lihat aku begini, ya?” Perempuan yang penampilannya berantakan itu menunjuk dan bicara dengan nada mengancam. “Kalau enggak .... ” Kinan memberi isyarat dengan tangan yang digerakkan horizontal di leher, membuat Jan dan Dendra mengangguk serentak.

Sejurus kemudian, perempuan itu berlari menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Kinan malu alang kepalang. Ia melemparkan diri ke kasur, lalu berguling-guling ke kanan dan kiri secara tak beraturan. “Sial!”

***

“Kamu?” Kenan menunjuk Dendra yang sedang menyeruput teh buatan Maira.

Refleks Dendra menyemburkan tehnya karena merasa kaget. Sementara Jan sudah bergidik ngeri karena jijik.

“Jorok!” Jan mengambilkan tisu yang ada di meja, lalu melemparkannya ke arah Dendra yang bajunya sudah basah di bagian leher. “Elap! Kayak baru belajar minum, padahal udah tua.”

Call Me Nuna |Park Jihoon| Tamat√Where stories live. Discover now