19 - Pembunuh Bayaran

32 18 18
                                    

Annyeong, aku kembali.
Aku up lagi. Jangan lupa vote dan komennya ya, Gaes.
Terima kasih karena sudah menjadi penyemangatku. Saranghae~
***

“Sebenarnya, ini kita ngapain ke sini? Kayak bocah.” Kinan menggerutu, kemudian memilih untuk duduk di tempat duduk yang terbuat dari semen. Tempat itu dibuat melingkar di sekitar air mancur yang berada di tengah taman hiburan. “Pulang ajalah kita. Aku nggak suka tempat ramai begini.”

“Ow, tidak bisa! Kita harus main di rumah hantu dulu, aku pengen uji nyali.”

Jan menyeret Kinan, tentu saja Dendra mengikuti, lalu menarik tangan kekasihnya.

“Lu ngapain pegang tangan cewek gue? Lu cari gara-gara terus, ya.” Emosi Dendra pun memuncak.

Selama ini, Dendra terkenal dengan emosinya yang meledak-ledak. Ia tak bisa menahan jika itu berkaitan dengan Kinan, perempuan yang sangat ia cinta.

“Kalian ini hobi berantem. Heran aku.” Sontak Kinan mengentakkan kedua tangannya yang masing-masing dipegang oleh Dendra dan Jan. “Please, jangan kayak bocah.” Perempuan itu pergi begitu saja, memasuki tempat yang tadi Jan maksud.

Suasana di dalam rumah hantu cukup mencekam bagi Kinan yang sangat penakut. Akan tetapi, ia mencoba menyembunyikan rasa takut itu.

“Kin, tunggu!”

“Nuna!”

Dua pemuda itu berteriak, lalu menyusul langkah Kinan. Namun, saat mereka berada di dalam rumah hantu, mereka tak menemukan keberadaan Kinan. Perempuan itu tiba-tiba menghilang.

Suasana begitu hening, ruangan cukup gelap, hanya ada pencahayaan sedikit dan membuat beberapa benda di tempat itu terlihat samar-samar. Jan dan Dendra merasa panik dan khawatir. Mereka pun menyalakan senter di ponsel masing-masing.

“Kin, kamu di mana?” Dendra berteriak sekali lagi. Begitu juga dengan Jan.

Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk berpisah dan mencari Kinan dari jalur yang berbeda. Jan sudah tak peduli pada beberapa hantu palsu yang mengganggunya, ia terus berjalan sambil berteriak menyebut nama Kinan, tetapi yang dipanggil tak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia ada di sana.

Sementara itu, Dendra juga sibuk memasuki ruang demi ruang kosong yang sengaja dibuat untuk menunjang suasana horor. Rumah laba-laba terlihat bergelantungan di setiap sudut ruangan, ada pula meja-meja dan kursi berantakan di dalamnya.

“Kin, ini nggak lucu. Kalau kamu ngumpet, ayo keluar!” Dendra benar-benar frustrasi, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Beberapa detik kemudian, ada suara geresek di balik meja yang tertutup kain hitam. Dendra pikir bahwa itu hantu palsu yang sedang bertugas, tetapi makin ia selidiki, ia makin yakin bahwa itu bukanlah hantu jadi-jadian. Jika memang iya, pasti hantu itu sudah menampakkan wajah.

Dendra makin mendekat. Bahkan, saat ini ia sudah mendengar suara seperti teriakan yang tertahan. Dengan cepat, ia melihat di balik meja. Ternyata, perempuan yang ia cari berada di sana dengan seseorang yang berpakaian serba hitam. Tanpa pikir panjang, Dendra melayangkan tendangan, tetapi tidak tepat sasaran.

Sementara itu, Kinan sudah menangis, ia merasakan perih di bagian perutnya. Saat Dendra dan laki-laki tadi sibuk bertarung, Kinan menyadari bahwa perutnya telah basah dengan cairan pekat. Ia ingin berteriak, tetapi sudah tidak mampu. Akhirnya, tubuh Kinan limbung dan luruh ke lantai.

Call Me Nuna |Park Jihoon| Tamat√Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt