11 - Tentang Hujan

65 30 34
                                    

Annyeong, Chingudeul~
Di atas udah aku kasih sedikit cuplikan tentang kisah Jan, Kinan, sama Dendra.

Terima kasih, ya, sudah mau membaca ceritaku. Jangan lupa tekan bintang ⭐ dan kasih komentar 💬  ya.

Selamat membaca~

***


Ada yang orang lain tak mengerti, tapi hujan dapat memahami.” — Jan Pramana Hartanto

***

“Mau apa Mama ke sini?” Jan bertanya tanpa melihat ke arah sang mama yang saat ini berdiri di ambang pintu. “Aku capek, baru pulang. Kalau nggak ada urusan, lebih baik Mama pulang.”

“Jan.” Emilia meraih tangan putranya yang begitu dingin. “Sudah makan? Mau Mama buatin makan? Hmmm?”

“Sejak kapan Mama peduli sama aku?” Jan menepis tangan mamanya, kemudian melihat wanita itu dengan tatapan tajam. “Seumur hidup, baru kali ini  Mama datang dan tanya aku udah makan atau belum.”

“Jan ....”

Seorang ibu tak akan pernah benar-benar mengabaikan putranya. Bahkan Emilia, selama ini hanya berpura-pura tak peduli agar Jan menjauh dari kehidupan keluarga yang sangat kacau. Ia berharap anaknya itu hidup bahagia tanpa kekerasan. Namun, ia baru menyadari bahwa keputusan yang diambilnya telah melukai Jan terlalu dalam.

Tempo hari, Emilia mendengar kabar dari Dendra tentang Jan yang nyaris bunuh diri. Mendengar hal itu, jantungnya seolah-olah berhenti. Tak ada yang lebih berharga bagi seorang ibu selain anak-anaknya, dan Emilia merasa bahwa selama ini sikapnya terlalu kejam bagi Jan.

“Kamu baik-baik aja?”

“Mama kenapa? Please, jangan bikin aku bingung. Kalau mau jadi orang tua kejam, jangan nanggung-nanggung, Ma. Aku selama ini udah terbiasa hidup dengan uang kalian, jadi sampai nanti pun aku bakalan baik-baik aja meski tanpa kasih sayang.”

Dada Emilia terasa begitu sesak mendengar jawaban putranya. Hatinya seperti diremas juga dihunjami ribuan anak panah. “Jan, maafin Mama.”

“Aku mau istirahat.”

Serta merta Jan menutup pintu dengan keras. Lalu, ia berlari ke kamar mandi, menyalakan keran dan menangis sekeras-kerasnya di sana. Seumur hidup, ia biasa tanpa kasih sayang orang tua. Mereka abai, mereka hanya peduli pekerjaan, sang mama sibuk dengan pasiennya, sedangkan sang papa sibuk menangani keuangan dan sistem rumah sakit. Mereka berdua tak lebih sebagai pebisnis bagi Jan.

Kasih sayang orang tua adalah omong kosong yang haram bagi Jan untuk mengharapkannya. Lalu, sekarang sang mama tiba-tiba datang dan mengucapkan maaf. Apakah kata maaf bisa sebanding dengan rasa sakit yang Jan terima?

***

Jan terbangun dalam keadaan terduduk di lantai dengan kepala bertumpu di pinggiran ranjang. Ia tersenyum miris ketika mengingat kejadian tadi malam.

Call Me Nuna |Park Jihoon| Tamat√Where stories live. Discover now