06

226 51 82
                                    

"Harapanku pupus untuk kedua kalinya."
.
.
.
.

Kantung mata yang menghitam, bibir pucat, berat badan yang turun drastis selama tiga hari ini jelas membuat orang rumah khawatir.

Ragaku seakan di ambil paksa. Pikiran liarku terus membuatku tak bisa tidur. Makanan pun terasa pahit, perutku hanya mampu menampung sesuap nasi selebihnya aku acuhkan begitu saja.

Berulang kali Saka mencoba membujukku untuk ke dokter berulang kali pula aku menolak dengan tegas.

Ibuk dan Ayah berusaha membujukku untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Namun yang hanya bisa ku ucapkan adalah aku baik-baik saja. Hanya setress karena pernikahan yang semakin dekat.

Pagi ini aku tersenyum miring melihat penampilanku. Wajah pucat dan mata panda yang terlihat begitu mengerikan.

Dering ponsel yang terdengar begitu nyaring berhasil membuatku sadar dari lamunan panjangku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dering ponsel yang terdengar begitu nyaring berhasil membuatku sadar dari lamunan panjangku. Saat nama Mbak Mey tertera di layar ponsel aku beberapa kali menimang apakah harus menjawabnya atau tidak.

Setelah beberapa kali panggilan ku abaikan. Perlahan aku mulai menghembuskan nafas, kala Mbak Mey lagi-lagi menghubungiku, dengan pelan ku geser tombol hijau. Suara Mbak Mey mengalun dengan sedikit khawatir.

"Assalamu'alaikum Dhis, kamu nggak kenapa-napa kan? Lama banget soale ngangkat telfonnya."


Aku tersenyum masam. "Wa'alaikummussallam Mbak. Aku nggak papa kog, Tadi ketiduran." kilahku sambil berjalan ke arah jendela kamar.

"Syukur Alkhamdulillah lek gitu." ucapnya dengan nada lega. "Dhis, undangannya mau di bagiin sekarang aja atau nanti nunggu deket-deket hari H?" tanya Mbak Mey di seberang sana.

Aku hanya bisa menunduk dalam diam.

Adhisti nggak tau Mbak. Jawabku dalam hati.

"Hallo Dhis, masih di sana kan?"

"Iya Mbak," jawabaku dengan suara serak.

"Dhis, are you oke?" tanya Mbak Mey sekali lagi dengan nada khawatir.

Aku menggeleng beberapa kali. Aku hancur Mbak.

Tiba-tiba ide gila terlintas di kepalaku. "Mbak, aku bisa batalin nikahannya, nggak?"

Mbak Mey terdiam cukup lama. Helaan nafasnya membuatku tanpa sadar menggigit bibirku hingga berdarah.

Titik Temu [ PROSES TERBIT ]Where stories live. Discover now