empat puluh tujuh

451 87 24
                                    

Setelah kejadian satu minggu yang lalu, Bitra tak melihat keberadaan Nata di rumahnya. Ia tahu gadis itu menghindar darinya dan memilih menginap di rumah temannya yang bernama Zefanya. Semua pesan dan panggilan darinya pun tak pernah Nata balas. Sudah pasti Nata benar-benar kecewa dengan keberaniannya itu.

Sebelum bertindak pun ia memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya, dan ia sudah menduga bahwa akan berakhir seperti ini. Namun ia juga punya perasaan yang begitu dalam dan tulus untuk Nata, ia ingin egois sekali saja dengan mengungkapkan perasaannya itu. boleh kan?

Lagipula ia sudah terlanjur melangkah terlalu jauh, dan ia tak bisa menyia-nyiakannya lagi untuk hari ini. Ia ingin memberanikan diri menghadapi Nata lagi. Walaupun Nata menolak kembali, setidaknya ia tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

Setelah menyalakan mesin mobil, Bitra menancap gas melewati deretan perumahan yang sore ini sedang di guyur hujan. Menuju rumah Zefanya yang untungnya ia hapal karena pernah mengunjungi rumah tersebut pada awal-awal kuliah ketika menjemput Nata.

Tak memakan waktu lebih dari tiga puluh menit, akhirnya Bitra menepikan mobilnya pada rumah dua tingkat berwarna abu muda itu. Ia merogoh ponselnya disaku kemudian mencoba menghubungi nomor Nata disana.

Suara panggilan tersambung, namun Nata tak juga menjawabnya. Sampai tiga panggilan yang Bitra lakukan, tetap nihil. Nata tetap tak juga menjawab telponnya.

Akhirnya Bitra memutuskan untuk turun dari mobil. Setelah membuka payung ia berdiri di depan pagar. Sekali lagi ia mencoba menelpon Nata.

Tut tut tut

Dan lagi-lagi berakhir dengan suara dari operator yang mengatakan bahwa panggilan dari nya tak terjawab oleh si penerima.

Bitra menghela napas kuat-kuat lalu mengembuskannya cepat. Ia pun mencoba memberi tahu nya lewat pesan.

Tsabitra Fairuz

Ta, bisa ketemu sebentar?
Gue dibawah

Sepuluh menit terlewati, pesannya tak juga dibaca. Dan Bitra masih senantiasa menunggu di bawah payung yang melindunginya dari air hujan.

Tsabitra Fairuz

Gue tunggu ya Ta
Gapapa santai aja
Gue gak akan kemana-mana
___

Sedangkan di tempat yang berbeda, Nata hanya menatap layar ponselnya yang terus berdering pertanda panggilan masuk dengan sesekali mengembuskan napasnya gusar, ia tidak menyangka bahwa Bitra akan senekat itu dengan menunggunya di bawah sana, disaat hujan sedang deras-derasnya.

"Ta, mending lo turun. Lihat deh, lo gak kasihan sama Bitra?" Ucap Zefanya menasehati. Temannya itu sedang berdiri di depan jendela kamar, melihat keberadaan Bitra yang masih berdiri di depan gerbang rumahnya.

Nata hanya menoleh sesaat kemudian berusaha tak mau peduli dengan menenggelamkan wajahnya pada bantal.

"Seenggaknya jangan biarin dia berdiri berjam-jam disana, dia teman lo lho, teman dekat lo. Masa lo tega?"

Nata meringis karena kesal. "Gue gak tega Nya, cuma gue juga gak berani nyamperin dia. Lo tahu kan gimana kalau jadi gue?"

Zefanya mengangguk mengerti. Ia sudah tahu apa yang terjadi antara Nata dan Bitra karena Nata sudah memberitahunya. Gadis itu menceritakan bagaimana ia putus dengan Rakan sampai akhirnya berakhir dengan Bitra yang malah menyatakan perasaannya secara tiba-tiba.

"Gue bingung." Gumam Nata. Lalu berjalan mendekat ke arah jendela, matanya turun ke bawah memperhatikan Bitra yang masih berada disana. Dan perasaan tak enaknya semakin menggelutinya setelah melihat itu.

BITRA, NATA, & JUNA (SELESAI)Where stories live. Discover now