17: Healed?

179 35 15
                                    

Made With Love
Please read with love too.
© venusura

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

[]
Galeri seni yang menjadi tempat Taehyung untuk menyatakan cintanya dua minggu lalu membuahkan hasil. Terbukti dengan kedekatannya dengan pemuda Choi yang banyak menunjukkan perubahan. Tak lagi canggung dalam segala situasi, saling berbagi keluh kesah ketika bergelung di bawah selimut yang sama, pun terang-terangan mengumbar hubungan di khalayak umum.

Pria Shin ingin menunjukkan pada dunia, bahwa inilah kisah manisnya, melalui hari baik juga buruk dengan Choi Jungkook. Menyerahkan seluruh kepercayaan serta sayangnya pada orang terkasih. Tak lagi terikat pada masa lalu yang membelenggu dan menyakitinya dengan tak mengenal ampun.

Segala dukungan baik fisik pun psikis yang Jungkook berikan menghasilkan kekuatan tersendiri baginya. Pun kala ia harus berhadapan dengan Nina, Taehyung tak perlu lagi untuk was-was. Semuanya terasa lega, terlepas masih adanya tanda tanya dalam relung. Namun, sebisa mungkin Taehyung tak menggalinya, membiarkan kejadian yang entah nyata atau tidak itu terkubur pada alam bawah sadar.

"Taehyung?" Nina memanggil, menyita atensi pria Shin yang sepenuhnya jatuh pada taman luar ruang, begitu menyegarkan penglihatan kendati terhalang oleh jendela kaca bening di sudut gedung.

Sementara sang pemilik nama memilih menoleh, menerima dengan senyum hangat atas gelas yang Nina berikan. Berisikan cokelat dingin dengan es batu yang hampir mencair di dalamnya, salah satu kesukaan Taehyung yang wanita itu tahu.

"Terima kasih telah berjuang dan bertahan." Nina berkata lembut, kemudian menyesap minumannya dan mengalihkan tatap pada Taehyung. Tersenyum lembut kala ia berujar dengan lirih, "Terlepas apa yang Jeongguk terima, jangan salahkan dirimu lagi. Kau tak berhak menerima kekalahan atas hidupmu sendiri, Taehyung."

Sedikit banyak, kalimat Nina menenangkannya. Mengenal wanita berparas cantik itu Taehyung bersyukur, terlebih kala Nina dengan sabar untuk menyembuhkannya, terlepas itu menjadi kewajiban bagi wanita berdarah Italia tersebut.

"Aku sama sepertimu, tidak percaya akan adanya Tuhan." Nina melanjutkan, memilih untuk menatap lalu lalang orang pada halaman rumah sakit dari lantai empat, menghembuskan napas dengan lembut sejalan dengan cokelat yang telah menyapa lambung. "Tapi, aku percaya segala kejadian pada alam semesta telah memiliki jalannya sendiri, dan apa yang telah terjadi sudah menjadi konsekuensi individu itu, bukan orang lain. Jadi, tolong," pintanya, balas menatap Taehyung yang tengah melakukan hal yang sama beberapa detik lalu. "Tolong jangan menghakimi serta menyalahkan dirimu atas kejadian yang tak kau lakukan."

Mungkin jika Taehyung tak memiliki Jungkook dalam genggaman, ia akan menikahi Nina saat ini juga. Menjadikan wanita itu miliknya, seutuhnya. Namun, Taehyung memilih tersenyum dengan pendaran manik seteduh rimbun pohon hijau, mengangguk kecil tanda mengerti apa yang Nina harapkan dengan sangat.

Pun Taehyung tak lupa untuk mengucapkan terima kasih, membungkuk rendah yang mana membuat Nina tak enak hati secepatnya. "Nina, terima kasih." Kata pria Shin dengan tulus. "Berkatmu, aku bisa berdamai dengan masa lalu kendati tak terungkap dengan benar. Namun, aku tak terlalu memikirkannya. Bagiku yang terpenting adalah tidak lagi dihantui bayang-bayang itu dan fokus apa yang ingin aku raih."

"Apa?" Nina bertanya sebab penasaran

"Membahagiakan Jungkook dengan cintaku."

Jawaban yang Taehyung berikan sontak menciptakan senyum lebar pada Nina. Kendati ia pernah menaruh hati pada mantan pasiennya, Nina tak sejahat itu untuk merebut kekasih temannya. Membiarkan nama Taehyung perlahan menghilang ketika pria itu juga menghilang dari balik pintu ruang. Menjadikan hari ini sebagai pertemuan terakhir keduanya di balik meja konsultasi setelah Taehyung dinyatakan benar-benar sembuh dua jam lalu.

❦❦❦

"Sudah selesai?"—ialah kalimat tanya pertama yang Taehyung terima kala membuka pintu rumah. Disambut oleh sang kekasih yang tengah fokus pada bunga di atas meja, memotong sebagian tangkai lantas menempatkannya pada vas bening yang telah diisi air.

Kepala Taehyung mengangguk sebagai jawaban, lantas bergabung pada sofa single yang Jungkook duduki. Mendaratkan diri pada pinggiran sofa sebelum membubuhkan kecupan singkat pada puncak kepala sang pria. "Tadi pertemuan terakhirku dengan Nina." Tutur pria Shin. "Sebagai konselor dan pasien."

"Benarkah?" 

Bulatan manik itu membuat Taehyung tersenyum lembut, mengagumi betapa tampan paras sang kasih, terlebih ketika terdapat pendaran bintang pada manik bambinya.

Jungkook berdiri, lekas memberikan dekapan hangat pada tubuh berbalut jaket rajut itu. Mengucapkan syukur yang begitu membuncah, tak kuasa untuk tidak menitikkan air mata pada sudut pelupuk.

"Aku senang mendengarnya, Taehyung." Bangganya pada sang kasih, masih enggan memisahkan diri yang tengah menempel seerat perangko. "Terima kasih telah sembuh. Jangan sakit lagi, ya?" Pintanya penuh kasih.

Pun tanpa Jungkook pinta, Taehyung tidak akan sudi kembali menderita akan masa lalu yang sudah tiada. Maka ia membalas dengan melingkarkan lengan pada pinggang kecil sang kasih, memberikan kecupan untuk yang kedua kali sebelum menyatakan cintanya untuk yang kesekian kali.

"I love you."

Jungkook membalas dengan yakin juga sunggingan senyum menawan, "I love you too." Lalu membawa tubuhnya terlepas dari dekapan Taehyung, menatap prianya dengan teduh. Memberikan usapan menenangkan pada garis rahang milik pria Shin, menimbulkan cekikikan geli dari empunya rahang.

"Mama menyuruhku pulang." Kata Jungkook tiba-tiba. Membuat Taehyung membeku dalam duduknya. "Dan aku tidak bisa menolak."

"Aku tidak ikut, Jung."

Taehyung telah memilih, membawa tubuhnya beranjak menuju pintu kamar. Berniat segera mengayunkan gagang pintu sebelum pergerakannya terhenti akan kalimat kekasih.

"Perayaan kematian Jeongguk." 

Jungkook memfokuskan tatap pada punggung lebar beberapa langkah darinya, melihat dengan jelas bagaimana punggung itu menghela napas berat pun tundukan kepala setelahnya.

"Jangan menjadi pengecut lagi, Taehyung." Pria Choi itu kembali membuka suara. Membawa langkah kaki mendekat pada cintanya, lantas menempelkan dada bidang pada punggung itu, juga lingkaran tangan yang telapaknya tertaut di atas perut. "Bagaimanapun juga Korea adalah rumahmu."

Ia menghela pelan, memilih mendekap Taehyung dengan erat selagi kembali melanjutkan kata. "Apa kau tak pernah berpikir bagaimana kacaunya keluargamu kala kau hilang? Jika kau ingin membalas apa yang telah mereka lakukan padamu selama satu tahun, ini sudah cukup, Sayang."

"Dulu kau tidak bisa melakukan apa-apa, selain menuruti keluargamu. Mungkin saat ini mereka juga tidak bisa apa-apa karena kehilangan putra semata wayangnya." Jungkook berusaha membujuk Taehyung dengan segala cara, menghiraukan getar pada tubuh yang tengah ia dekap. "Kau hanya perlu berdamai dengan luka itu dan memulai kembali denganku, Taehyung. Di negara yang membesarkan nama kita, bukan negara asing yang bahkan tak pernah kita kenal."

"Dan aku hanya membutuhkanmu. Membutuhkanmu untuk mewarnai hidupku yang suram ketika kembali."
[]

⎯⎯⎯⎯⎯ ღღღ⎯⎯⎯⎯⎯

Semoga alurnya ga flop sih, aku lagi depresot mikir tugas sama alur:( jadinya bentrok. Tapi, sebisa mungkin aku mempersembahkan yang terbaik buat kalian, jadi tolong apresiasi dengan vote atau bahkan komentar.

See u!

Made With Love ㅱ Taekook (✓)Where stories live. Discover now