5.0

8.8K 546 16
                                    

bagian 5.0 ; perihal khawatir

Kadang kekhawatiran memang diperlukan untuk membuat seseorang berkembang, namun terlalu banyak kekhawatiran justru akan membuat seseorang tidak bisa berkembang, dan terus berputar-putar di kekhawatiran, yang bahkan belum tentu terjadi itu

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Kadang kekhawatiran memang diperlukan untuk membuat seseorang berkembang, namun terlalu banyak kekhawatiran justru akan membuat seseorang tidak bisa berkembang, dan terus berputar-putar di kekhawatiran, yang bahkan belum tentu terjadi itu.

***

"Aska"

Aska menolehkan kepalanya, menatap Renjani dengan senyuman lembut mengembang di bibirnya. "Kenapa hm?" tanya lelaki itu lembut.

"Aku kapan pulang, aku udah sewa kos rugi dong ga dipake , mau satu bulan," ucap Renjani dengan wajah sedikit cemas.

Aska mengerutkan keningnya, "Kos apa?"

"Tempat kos, pasti Aliya bingung aku ga pulang-pulang."

Aska sama sekali tidak mengerti yang dibicarakan Renjani, lelaki itu menatap bingung ke arah Renjani. Aliya siapa? Sepertinya ia tidak pernah mendengar nama itu.

"Gue ga ngerti apa yang lo omongin."

Renjani menatap malas Aska, tidak bisa sekali lelaki itu diajak bercerita. "Aku kapan boleh pulang Aska?" Renjani mengulang pertanyaan yang belum Aska jawab itu.

"Nanti kalau udah sembuh."

"Udah sembuh kok."

Tangan Aska bergerak menekan bagian kaki selah kiri Renjani membuat gadis itu memekik kesakitan lantas menatap sengit wajah tak bersalah Aska.

"Belum sembuh." Tangan Aska kembali mendekat ke arah kaki yang ditekannya tadi, mengelus penuh kelembutan.

"Ga usah ditekan juga."

"Biar sadar kalau lo belum sembuh," ucap Aska santai.

Renjani memilih diam, mengalihkan tatapannya keluar jendela, ia ingin keluar dari sini. 

"Kok diem?" Aska mengelus pelan pipi Renjani.

"Kamu udah makan?" Renjani mengalihkan pembicaraan.

Aska hanya menjawab dengan gelengan pelan sambil terus menatap wajah Renjani.

"Sana makan."

"Nanti."

"Sekarang."

"Nanti aja."

"Sekarang Askara."

"Nanti Renjani."

Renjani menepis pelan tangan Aska yang tengah menggenggam tangannya, menatap datar ke arah Aska.

Helaan nafas kasar terdengar dari mulut Aska, lelaki itu mengacak rambutnya pelan, "Iya-iya gue makan!" ucap Aska dengan nada tak Ikhlas terdengar jelas.

RENJANITahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon