959 173 1
                                    

Aku duduk dengan wajah malas sembari menatap Ben di depan yang tengah mengobati lututku. Ada kabar gembira untuk kalian. Ben dia menjadi dokter keluargaku setelah ayah tampan mengetahui siapa Ben dan ingat kalau pria ini adalah teman masa kecilku.

Aku menghela nafas pelan, aku baru saja terjatuh dari sepeda. Salahkan saja sepedanya yang sudah buntut dan berkarat itu.

"Lain kali berhati-hatilah Cell" kata Ben.

Aku mengangguk dan Ben terlihat berdiri lalu mengemasi barang-barangnya. Dia menatapku dan memberikan lolipop yang ia ambil dari saku celananya.

"Aku bukan anak kecil lagi" kataku namun aku tetap menerima lolipop darinya.

"Aku senang akhirnya aku bisa kembali ke sini lagi" kata Ben.

Selain dia menjadi dokter pribadi keluarga Dramcon dia juga mendapatkan rumah di sebelah mansion dengan fasilitas yang sepadan denganku tentunya.

Aku tersenyum memakan lolipopnya, mungkin kedatangan Ben disini akan lebih membuat suasana ramai.

Aku terkejut karena ayah tampan membawa pulang Ben dan mengumumkan kalau pria ini akan menjadi dokter pribadi keluarga Dramcon. Dia juga menjadi wakil ketua rumah sakit milik ayah tampan.

Aku senang? Tentu saja, teman kecilku kembali lagi. Ponsel Ben berdering kemudian dia mundur agak jauh lalu mengangkat telfonnya.

Dia menjadi pria tampan dengan kesibukannya sendiri. Entah mengapa aku menjadi bangga pernah menjadi temannya saat kecil.

"Cell aku harus kembali ke rumah sakit, ada operasi mendadak kau tidak papa bukan?" Tanyanya.

Aku mengangguk lagi pula memangnya aku ini kenapa? Hanya luka kecil tidak akan membuatku kesusahan berjalan. Dan satu lagi, kenapa dia meminta ijin terlebih dulu? Aneh sekali.

"Hati-hati di jalan!" Seruku pada Ben sebelum dia lenyap di balik pintu.

Ben mengangguk dan berbalik dia tersenyum lalu menutup pintu kamarku perlahan.

Setelah kepergian Ben aku terdiam beberapa saat memikirkan rencana konyolku dulu yang akan menikah dengan Ben. Aku tertawa pelan lalu menggelengkan kepalaku mencoba menghilangkan pemikiran konyol itu.

*Drrt*

Aku beralih menatap ponselku dan menampilkan sebuah pesan dari Raiden. Aku segera membacanya lalu berjalan menuju kamar mandi.

"Apa kau memiliki masalah Rai?" Tanyaku.

"Ya, ayah dia memintaku untuk pulang kerumah" kata Raiden yang duduk di sebelah kananku.

"Kenapa kau tidak pulang saja?" Tanya Kenan dia menyodorkan sebatang coklat padaku lalu aku menerimanya.

"Hanya saja aku tidak ingin melihat wajah bahagia mereka, anggap saja aku belum memberikan mereka restu" kata Raiden.

Aku mengangguk lalu menatap kedepan, dimana ada pemandangan Padang rumput dan hutan yang lebat. Kita tengah duduk di rumah pohon yang menjadi saksi bisu persahabatan kami bertiga.

"Jangan terlalu memaksakan diri, jika kau tidak mau jangan lakukan. Jika kau tidak mau memikirkannya jangan di pikirkan" kataku sembari menoleh menatap Raiden.

Raiden mengangguk lalu menggenggam sebelah tanganku. Aku tersenyum Kenan juga mengambil sebelah tanganku dan menggenggamnya.

Suasana kembali hening, aku menikmati semilir angin sore yang membuatku mengantuk. Menikmati momen bersama seperti inilah yang sangat aku rindukan.

Sampai sebuah suara tangisan membuat kita bertiga saling melempar tatapan satu sama lain.

"Bukan hanya aku saja yang mendengarnya bukan?" Tanyaku pada mereka berdua.

"Ayo kita turun dan cari tau" kata Kenan sembari menarikku agar berdiri.

Aku mengangguk, kita bertiga turun dan sesampainya di bawah kita sama-sama terdiam menatap sebuah keranjang berisikan bayi mungil yang entah sejak kapan berada di sana.

"Siapa yang meletakkan bayi disini?" Tanyaku.

Saat kita bertiga datang belum ada bayi ini dan sekarang?...

"Apa ada acara belas kasih dari stasiun televisi?" Bisikku pada mereka.

Aku mengamati bayi mungil dengan baju putih di depan. Aku tidak melihat apapun di sekitarnya hanya keranjang berisi bayi mungil yang kini berhenti menangis dan tengah menatapku.

"Lucunya" gumamku pelan lalu mendekat dan dengan perlahan aku mengangkat bayi mungil itu.

Mata bulat yang sangat jernih, bibir mungil dan pipi berisi....astaga siapa yang tidak akan gemas dengan bayi yang satu ini?!.

"Cell dia sepertinya memang di tinggalkan disini oleh ibunya" kata Kenan setelah mengamati isi keranjang.

Aku menatap Kenan yang tengah mengangkat sebuah kertas, dia membacanya setelah itu memberikannya pada Raiden dan aku ikut membaca sembari menggendong bayinya.

Aku melotot setelah membaca isi suratnya, apa dia gila! Meninggalkan anak ini sendirian disini!!.

Sebuah tangan mungil megenggam jariku, aku menunduk dan menatap wajah bayi tampan di dekapanku. Kasihan sekali, sungguh kau semungil ini harus menerima takdir yang sangat kejam, dibuang sendiri oleh ibunya karena dia merupakan anak hasil hubungan terlarang.

"Kita harus bagaimana?" Tanyaku.

"Kirim ke panti asuhan?" Tanya Raiden.

Aku menatap bayi mungil ini yang tengah tersenyum padaku, panti asuhan?. Kenapa aku tidak menyukai ide itu? Padahal aku tidak memiliki hubungan apapun dengan bayi ini.

"Apa kita tidak bisa membesarkannya saja?" Tanyaku lalu mendongak menatap Kenan dan Raiden secara bergantian.

"Dia sangat menggemaskan lihatlah, dia bahkan tersenyum padaku" kataku sembari memamerkan bayinya pada mereka.

Aku menatap Raiden yang terdiam, pria itu kemudian melirik kearah Kenan. Aku beralih menatap Kenan, apa mereka tidak bersedia?!.

"Kalau kalian tidak mau biarkan aku saja yang akan merawatnya" kataku.

"Tidak, siapa bilang kami tidak setuju?. Jika kau ingin maka kita bertiga bisa membesarkannya bersama-sama" kata Kenan.

Aku menatap Kenan dengan wajah tak percaya kemudian Raiden mendekat dan mengusap kepalaku.

"Anggap saja itu anak kita bertiga"

*Plak*

"Kau gila!" Desis Kenan setelah memukul kepala Raiden.

Aku tertawa pelan dan menatap mereka berdua dengan wajah senang kemudian aku menunduk dan mencium gemas pipi bayi mungil ini.

"Aku sendirian di rumah, dia bisa tinggal di mansionku" kata Raiden.

Aku mengangguk, lagi pula jika dirumahku maka ayah tampan dan Cris akan heboh karena melihat bayi ini. Dan di rumah Kenan belum tentu Yuri setuju dengan ide ini.

"Tapi sebaiknya kita beri dia nama terlebih dulu" kataku.

Kenan dan Raiden mengangguk kemudian kita bertiga terdiam memikirkan nama untuk bayi ini.

"Dia laki-laki bukan?" Tanya Raiden.

Aku mengangguk membenarkan pertanyaannya.

Sebenarnya ada ribuan nama muncul di kepalaku namun aku tidak menemukan nama yang cocok untuk bayi ini.

"Bagaimana kalau Matteo? Artinya adalah hadiah dari Tuhan. Karena bayi mungil ini diberikan pada kita?" Tanyaku.

"Boleh" jawab Kenan.

Aku menatap Raiden lalu dia mengangguk,akhirnya...mulai sekarang mari panggil bayi mungil ini dengan nama Matt.

Kenan mendekat dan mengangkatnya, aku menatap Kenan yang tengah tersenyum dan mencium sebelah pipi Matt. Kemudian Raiden mendekat dan mengusap pelan kepalanya.

Astaga jadi begini rasanya jika mempunyai dua suami yang akur? Hahahaha.

ALSTROEMERIA [TAMAT]Where stories live. Discover now