915 162 0
                                    

"Matilah kau Daisy"

*Srak*

"Tidakkk"

"Hahhh.....hah..." Aku mengusap wajahku yang dipenuhi dengan keringat dingin.

Aku bermimpi hal itu lagi, aku menggeleng pelan. Itu hanya mimpi tapi..*nyut* sakit sekali rasanya. Aku menunduk menahan isakanku sendiri.

Kenapa rasanya sangat sakit?, Aku kembali bermimpi saat orang aneh yang tertutup masker menusuk jantung ku berulang kali.

"Cell kau sudah bangun?" Tanya ayah tampan di depan pintu.

"Sudah" jawabku lalu mengusap air mataku sendiri.

Ayah tampan membuka pintu dan masuk kedalam, dia kemudian segera menghampiriku dan duduk di depanku.

"Kau bermimpi buruk?" Tanyanya dengan nada khawatir.

"Hanya mimpi" gumamku pelan.

Ayah tampan mengangguk dia kemudian memelukku erat.

"Ayah akan pergi ke kota lain selama seminggu tapi melihat keadaanmu apa ayah sebaiknya menunda kunjungannya?" Tanya ayah tampan.

"Tidak aku tidak papa ayah jangan khawatir" ucapku sembari membalas pelukannya.

"Baiklah, bersiap-siap ayah sudah memasak makanan kesukaanmu" kata ayah tampan.

Benarkah? Tumben sekali ayah tampanku ini memasak makanan untukku.

"Cell" panggil ayah tampan pelan.

"Jika ayah meminta agar di kehidupan kedua ayah kau tetap menjadi anak ayah apa kau bersedia?" Tanyanya.

"Tentu saja" jawabku tanpa ragu.

"Bagus kalau begitu" kaya ayah tampan.

Aku mengangguk dan menikmati pelukan pagi dari ayah tampan. Tapi kenapa aku sekarang mendadak gelisah.

"Pagi Irene" teriakku setelah melihat Irene yang tengah menggendong Matt di depan mansion Raiden.

"Pagi juga Cell, bagaimana dengan tidurmu?" Tanyanya.

Aku menatapnya yang tengah tersenyum kearahku, aku sebenarnya sangat curiga dengan Irene semenjak dia datang dan mengasuh Matt.

"Raiden berada di dalam bersama dengan Kenan, mereka tengah membahas sesuatu" kata Irene.

"Aku akan pergi dan menjemur Matt sebentar sebelum mataharinya bertambah panas" katanya lagi lalu pergi meninggalkanku.

Aku menatap kepergian Irene, lalu aku berbalik dan melangkah menuju mansion Raiden. Namun ada sesuatu yang menarik perhatianku, jadi aku urungkan untuk masuk kedalam mansion.

"Wahhh" aku menatap takjub rumah pohon yang ada di taman mansion.

Apa Raiden yang membuatnya? Ini sangat mirip dengan rumah pohon yang ada di dalam hutan.

"Kau menyukainya Cell?"

Aku mengangguk tanpa melihat kearah Kenan yang baru saja bersuara.

"Aku yang membuatnya agar kita tidak perlu pergi ke hutan untuk duduk di rumah pohon lagi" kata Kenan.

"Terimakasih" kataku.

"Tentu saja, apapun untukmu Cell"

°
°
°

"Sebenarnya aku tengah bermimpi buruk akhir-akhir ini" kataku pada Irene yang duduk di depanku.

"Mimpi buruk seperti apa?" Tanyanya.

"Aku bermimpi seseorang membunuhku, dan semua mimpi itu membuat adegan dimana aku yang tadinya disiksa sampai mati"

"Cell"

Aku mendongak menatap Irene yang kini menatapku. Dia tersenyum dan menyodorkan secangkir teh.

"Ada yang mengatakan kalau mimpi itu adalah bunga tidur, namun ada juga yang mengatakan kalau mimpi itu adalah sebuah pertanda" kata Irene.

"Semoga saja itu hanya bunga tidur, tidak mungkin aku disiksa sampai matikan itu tidak lucu" kataku.

"Tidak ada yang tidak mungkin, bukankah kau disini juga tidak mungkin Daisy?"

Aku mendongak menatap Irene yang tersenyum kearahku, dia tau siapa diriku sebenarnya?.

"Kau-"

*Ddrrtttt*

Ponselku bergetar dan aku segera mengangkatnya ternyata itu adalah Cris yang menelfon. Kenapa pria ini menelfon di jam kantor seperti ini.

"Angkat siapa tau ada hal penting yang ingin disampaikan" kata Irene.

Aku menekan tombol hijau lalu perlahan menempelkan ponselnya ke telingaku.

"Cris, ada apa?" Tanyaku.

Entah mengapa jantungku berdesir dan perasaanku bercampur menjadi satu.

"Cell ayah mengalami kecelakaan"

*Deg*

"Tidak mungkin, jangan bercanda Cris"

"Cell, mobil yang ayah tumpaki mengalami kecelakaan dan masuk kedalam jurang"

Aku menggeleng mendengar penjelasan Cris kemudian aku menatap Irene yang masih menatapku.

"Siapa kau sebenarnya?" Tanyaku padanya dengan sebelah tangan terkepal.

Irene tersenyum padaku dan menjentikkan jarinya.

*Ctak*

"Daisy, kau harus kembali" kata Irene.

Aku menatap sekitar yang menjadi berhenti karena ulah gadis itu. Apa dia semacam Daniel? Maksudku seperti Daniel?.

"Kembali? bagaimana mungkin cerita ini belum selesai" kataku pelan.

"Ceritanya rusak, lagi pula bukankah kau sudah mengganti alurnya?" Tanyanya.

"Tapi, tapi Daniel belum datang" kataku pada Irene.

"Dia tidak akan datang lagi" jawab Irene sembari menatapku.

"Lalu bagaimana? Aku harus bagaimana? Aku tidak mau ayah meninggal, dia seharusnya masih hidup lebih lama lagi"

Ini semua salahku, tapi aku harus bagaimana?!.

"Tentu saja, kau memiliki dua pilihan"

Aku menatap Irene yang mengacungkan dua jarinya di depan.

"Pertama, kau keluar dari sini bersamaku..."

Keluar? Jika aku keluar maka alur aslinya akan tetap berjalan?. Percuma saja selama ini aku mengubah nasib Cell. Bagaimana dengan Kenan? Dan Raiden nantinya.

"Bagaimana dengan yang kedua?" Tanyaku sembari menahan tangis.

"Yang kedua adalah...kau bisa menetap tapi kau harus memulai dari awal" katanya.

"Dan aku akan mati begitu?"

Aku menatapnya tak percaya, semua usahaku menjadi sia-sia selama ini aku berada disini mengubah nasib Cell itu sia-sia.

"Tidak, kau bisa mengubah nasib Cell seperti keinginanmu. Tapi biarkan alur aslinya berjalan" katanya sembari tersenyum.

"Jadi Daisy, pilihan mana yang akan kau pilih?"

Aku menatap Irene dengan setetes air mata yang luruh.. "Aku memilih..."

ALSTROEMERIA [TAMAT]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu