"Om lutu lambutnya walna-walni tayak ikan Davin," ucap Davin tertawa dan bertepuk tangan.
"Davin, browniesnya udah ja-di," ucap Reina membawa piring berisi brownies.
Reina terkejut melihat tiga laki-laki di depan rumahnya. Mereka menatap Reina dengan berbagai ekspresi.
//-//
"Dia namanya Reina," ucap Davero setelah sekian menit diam.
"Ooh! Lo temennya Vanya?" tanya Donny pada Reina.
Reina mengangguk sembari tersenyum.
"Kita temennya Vano," ucap Ahdan.
Reina membulatkan bibir dan mengangguk tanda paham.
"Gue Ahdan," ucap Ahdan memperkenalkan diri sembari tersenyum manis ala buayanya.
Kenapa malah jadi kenalan sih?
"Gue Donny Argani Putra Dewangga, kalo kepanjangan panggil aja sayang," ucap Donny mengedipkan satu matanya.
"Basi." timpal Galen pelan.
"Yeee sirik aja lo!" ucap Donny tak terima.
Setelah mengatakan itu Galen hanya diam tanpa ada niatan memperkenalkan diri juga. Sampai Donny mengode dengan menyikut lengannya.
"Galen." ucap Galen.
"Reina," jawab Reina.
"Nah terus tu bocah siapa?" tanya Donny menunjuk Davin dengan dagunya. Ia masih penasaran.
"Anak gue." jawab Davero singkat.
Kedua cowok yang ada di hadapannya membulatkan matanya.
"MBA?!" ucap Ahdan tak percaya.
"Gila! Bener bener ya lo Dav! Gue nggak nyangka banget! Astaghfirullah!" lanjut Ahdan heboh sembari menutup mulutnya seolah tak percaya.
"Lo married gak ngundang kita?! Wah parah lo!" ucap Ahdan masih heboh.
"Udah gitu tekdung duluan lagi." Donny ikut menutup mulutnya.
"Bukan njing!" sahut Davero cepat.
"Ssst ada Davin!" Reina menyenggol Davero agar tidak berkata kasar.
"Pokoknya panjang ceritanya, otak kalian gak akan nyampe." ucap Davero.
"Gak usah otak shaming dong lo! Udah buru ceritain." ucap Donny.
Davero memutar bola matanya malas. Sebenarnya ia tidak mau menceritakan kisah itu pada orang-orang, tapi jika tidak pasti teman-temannya itu akan terus kepo. Terlebih lagi Donny dan Ahdan.
"Nah gitu dong, kalo gitu kan kita gak salah paham," ucap Donny setelah Davero selesai bercerita.
"Bodoh banget bonyoknya anak selucu itu di buang," ucap Ahdan pelan.
"Hai ganteng," sapa Ahdan mendekati Davin.
"Hai om ikan tupang," sapa Davin balik.
Donny tidak bisa menahan tawanya. Ia tertawa melihat raut wajah tak enak Ahdan.
"Cupang Hahaha!"
Ahdan melirik Donny kemusuhan.
Reina menahan tawanya mendengar ucapan Davin. Davero menarik sedikit bibirnya melihat Reina. Ternyata teman-temannya tidak membawa pengaruh buruk kepada Davin maupun Reina.
"No no no! Om namanya Ahdan. Ahdan ganteng oke?" ucap Ahdan kembali memperkenalkan diri.
"No no no!" jawab Davin mengikuti gaya bicara Ahdan.
Oke cukup. Ahdan menyerah. Inilah yang membuat ia tidak suka dengan anak kecil. Susah diatur. Ia kira anak Davero akan berbeda. Ternyata sama aja.
//-//
"Lepasin!" teriak seorang perempuan sembari meronta minta di lepaskan.
"Ngapain kamu temuin aku lagi?" tanya perempuan itu dengan nada ketakutan.
"Gue mau ngambil anak gue."
"D-dia..."
"Mana dia?!"
"Dia udah pergi!"
Laki-laki itu mengerutkan dahinya, "Maksud lo?"
"Dari awal kamu nggak mau kan kalo dia ada?! Dan sekarang dia pergi! Puas!" dengan memberanikan diri perempuan itu berteriak.
"Dimana dia?" tanya laki-laki itu dengan tatapan tajamnya sembari mencengkeram pergelangan tangan sang perempuan.
"Aku buang!" suara bergetar terdengar jelas dari bibir mungil itu. Mata tajam yang terus menatapnya membuat nyalinya menciut.
"Bodoh!" sentak laki-laki itu menghentakkan tangan yang ada di cengkeramannya. Bekas merah itu pasti ada.
"Dia lebih baik pergi dari pada hidup sama bajingan kayak kamu!" ucap perempuan itu memegangi bekas merah yang ada di tangannya.
"Dasar ibu gak guna!" desis laki-laki itu.
"Lo cari dia sampai ketemu! Atau lo akan tau akibatnya!" ucap laki-laki itu berjalan meninggalkan perempuan yang terduduk sendirian di dalam sebuah gedung tua.
"Sialan tu cewek! Uang gue di buang!" gumam laki-laki itu.
"Hiks hiks hiks aku nggak mau hidup kayak gini!"
"Kenapa Tuhan nggak adil!"
"Hiks hiks hiks aku capek hidup sendirian!"
Tangisan pilu terdengar dari dalam gedung tua itu. Tangisan kesepian yang amat menyiksa. Sekeras apa pun perempuan itu menangis tidak ada yang bisa mendengarnya.
"Atau aku juga di takdirkan mati dalam kesendirian," kalimat terakhir yang keluar dari bibir perempuan itu sebelum akhirnya tak sadarkan diri.
Entah siapa yang akan menolongnya. Ia berharap mati detik itu juga. Jika takdir kesendirian itu yang menjadi jalannya.
"Mama!" teriak Davin terbangun dari tidurnya.
"Iya sayang Mama disini," ucap Reina berjalan mendekati Davin.
Keringat membanjiri pelipis Davin.
"Davin mimpi buruk?" tanya Reina.
"Davin sayang Mama," ucap Davin tiba-tiba memeluk Reina.
Reina sedikit terkejut melihat tingkah Davin, "Mama juga sayang Davin," Reina membalas pelukan Davin.
"Davin, Mama boleh tanya sesuatu?" tanya Reina. Davin mendongakkan lalu mengangguk.
"Davin pernah punya aunty sebelum ketemu Mama?" tanya Reina pelan agar Davin memahami pertanyaannya.
Ia sangat penasaran dengan 'aunty' yang di maksud Davin beberapa waktu lalu ketika ia adu mulut dengan Davero. Semoga ini waktu yang tepat.
Davin mengangguk.
"Davin tinggal di rumah aunty itu?"
Lagi-lagi Davin mengangguk, "Lumah onty di gedung yang tinggiiiii bangeeet."
Mungkin maksud Davin apartment?
"Davin tau nggak aunty itu namanya siapa?" Reina berharap Davin mengangguk.
"Emm, Davin lupa."
"Onty celalu nanis talo malem-malem. Om jahat celalu malah-malah cama onty. Davin tatut."
◜‿◝
To Be Continue
Publish pagi menjelang siang! Have a great day!
Konflik konflik yuhuu
.
.
.
.
mrs.lee❤️
YOU ARE READING
THE WAY [END]
RomanceFIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan yang merawatnya. Reina Berish Daisy, perempuan yatim piatu yang memutuskan untuk merawat balita yang ditemukannya. Tak hanya balita itu yang m...
🌼 TW chapter 20
Start from the beginning
![THE WAY [END]](https://img.wattpad.com/cover/252169432-64-k495388.jpg)