35. Guns and Yuta

31.9K 4.1K 4.1K
                                    

Gue masuk ke dalam kamar Yuta dengan penuh hati-hati sambil ngebawa piring yang berisikan pancake buatan gue. Hari ini gue bangun duluan daripada Yuta dan gue memutuskan untuk ngebuatin dia sesuatu, voila, jadilah pancake di piring gue ini.

Gue naruh pancake di meja nakas. Tepat banget, Yuta bangun, ngebuat perhatian gue langsung terpusat ke dia. Yuta tidur nyamping menghadap tempat gue berdiri, waktu ngelihat gueㅡwalaupun matanya belum terbuka sempurna, dia senyum.

Apalagi gue, jelas, gue senyum lebar. "Good morning!" sapa gue.

"Morning, Love." balasnya sambil nunjukin senyuman lembutnya.

Yuta ngeraih tangan gue, narik gue ke atas kasur sembari ngubah posisinya jadi duduk bersandar di headboard kasur. Gue gak memberontak dan ngikutin alur Yuta, dia ngarahin gue untuk duduk di pahanya. Yuta megang leher gue dengan kedua tangannya dan ngelus rahang gue pakai jempolnya.

Gue natap dia, Yuta juga cuma fokus ke wajah gue dengan senyuman lembut yang dia tunjukan di bibirnya. Karna itu, jelas gue sedikit salah tingkah.

Yuta ngebuang nafasnya. "Tau gak? Setiap hari rasanya kayak neraka. I woke up and you weren't around. Felt like, I was looking for you in everything i see, Rui." akunya. "Bukannya kamu, malah si cewe lampir itu yang muncul terus-terusan. Memuakkan. Ditengah rencana, hampir aku bunuh dianya." lapor Yuta.

Gue ketawa kecil dan nyisirin rambut Yuta dengan kedua tangan gue. "Berarti cowonya Rui udah sabar banget dong ya nahan-nahan buat gak ngebunuh orang?" tanya gue.

Yuta ngangguk serius dengan alis yang bertautan. "Sabar banget." jawabnya. "Kamu tau saya bukan orang yang sabaran, kalo bukan karna saya mikirin kamu yang udah ngelangkah sejauh itu, pasti saya udah memberontak. Hideko pasti udah abis dari lama."

"Iya, Yuta kan emosian." kata gue.

Padahal, dibanding Yuta, gue jauh lebih emosian. Sebenernya Yuta gak seemosian itu, sebelum marah dia cenderung mikir dulu. Sangat hati-hati. Beda sama gue yang kalo udah emosi udara bagaikan bensin yang bisa semakin menyulut emosi gue.

Dia nyatuin alisnya gak setuju. "Not for you. Rui is an exception." sangkalnya.

Gue ketawa aja dan ngecup bibir Yuta. Niat gue beneran cuma mau ngecup dia tapi pas gue mau ngelepasin bibir dari bibirnya, Yuta justru nahan leher gue, gak ngebiarin bibir gue menjauh. Sambil nyium gue dalam, jempolnya lagi-lagi nyapu rahang gue.

Gue meleguh dan ngeremas kedua pundak Yuta, kode ke dia untuk berhenti. Tapi, bukannya berhenti, Yuta justru semakin menjadi. Padahal semalam gue baru aja melaksanakan dinas malam, but Yuta is Yuta.

Sekali lagi gue ngode ke dia buat berhenti, kali ini gue sedikit ngedorong bahunya. Berhasil, bibir Yuta lepas dari bibir gue.

"Yuta stop..." tahan gue dengan nafas yang sedikit menggebu. "I gotta go and you ruined my make up!" protes gue.

Dia terkekeh, kemudian ngambil kedua tangan gue yang ada di bahunya dan tiba-tiba ngebuat gue terbaring di atas kasur dengan kedua tangan gue terkunci di atas kepala. Yuta ada di atas gue. Dia ngunci kedua tangan gue pake tangan kirinya, sementara tangan kanannya ngelus-elus paha gue.

"You're not listening." simpul gue, ngerasa Yuta gak ngedengerin gue waktu gue bilang gue mau keluar.

Dia ketawa kecil dan ngecup bibir gue sebelum bicara. "I am... I'm listening..." elaknya sambil senyum.

"You're not." kukuh gue. "I made you a pancake as your breakfast, not me!"

"Well... then i'd rather have you as my breakfast, Miss Haruma." jawabnya.

Guns & Yuta ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang