28. Burn Him

18K 3.8K 4K
                                    

"Rui, welcome home." ucap Yoshi sambil ngebuka pintu sebuah rumah.

Gue ngamati rumah itu sambil ngegendong anjing gue, sedikit kebingungan. "Ini bukan rumah kamu..." celetuk gue.

Yoshi menghela nafas dan mendekat ke gue. Dia megang kedua pundak gue dan senyum tipis, sementara gue cuma natap dia keheranan.

"Ini rumah om Nishimura yang gak ditempati. Aku tau kamu pasti bakal ngerasa gak nyaman kalo tinggal sama keluarga aku jadi kita bisa tinggal di sini selama yang kamu mau." jelas Yoshi.

Di perjalanan tadi Yoshi memang kayak nelpon seseorang dan ngomongin tempat tinggal, gue gak tau dia nelpon siapa, ternyata nelpon si Nishimura Tsaiㅡatasan papa Yoshi.

Gue belum merespon, cuma balik natap dia ragu. "It's okay, babe. Kamu bakal aman dari Yuta di sini, om Nishimura juga udah nelpon beberapa polisi untuk jagain rumah ini. No one can hurt you." jelas Yoshi.

Karna bujukan Yoshi, gue luluh juga. Gue ngebuang nafas, nunduk sebentar, dan ngangguk. Semakin jauh dari Yuta justru semakin bagus. Gue gak mau ketemu dia lagi. I can't stand the pain everytime i look at him.

He's a liar.

"Okay..." jawab gue.

Yoshi ngelebarin senyumnya sebelum dia ngambil alih koper gue, ngebawa benda itu masuk ke rumah. Gue ngikutin Yoshi dari belakang sambil merhatiin interior rumah.

"I love this house." komentar gue.

Yoshi noleh ke belakang dan terkekeh kecil. "Do you?" tanyanya, gue ngangguk dan senyum.

Model rumahnya tuh modern gitu. Sehabis ngelewatin pintu utama langsung ada living room yang salah satu temboknya bukan tembok tapi kaca, jadi kalo siang dapat banyak pencahayaan langsung dari luar. Gue juga bisa ngelihat lantai dua dari lantai satu.

Yoshi ngebawa gue ke lantai dua dan dia ngebuka salah satu pintu kamar, mempersilahkan gue untuk masuk duluan. Gue nurut aja dan nurunin anjing dari gendongan gue sebelum, ngamati setiap sisi kamar itu.

"Am i gonna sleep here?" tanya gue sambil menelusuri kamar.

"Yup." jawab Yoshi seraya ngeletakin koper gue di depan lemari.

Tangan gue ngeraba lampu tidur yang ada di samping kasur, sebelum pandangan gue teralihkan ke kasur. Gue terdiam natap kasur itu dengan tatapan sendu.

"Do you like it?" tanya Yoshi.

Gue gak jawab pertanyaannya. Rasanya gue pengen nangis. Serius. Gue keingat Yuta dan rasanya tuh sedih dan sakit bersamaan. Gue pernah jadi wanita terbahagia di muka bumi dan gue akan tetap begitu kalo bukan karna Hideko.

No, gak sepenuhnya salah Hideko. Orang yang paling salah di sini adalah Yuta. He played me like a toy and he threw me away. Sebenarnya gue apa juga gue gak tau. I feel used. Gak salah kan kalo gue mikir selama ini Yuta cuma ngegunain gue.

Gue nunduk dan tiba-tiba nangis kecil. Perih banget, dada gue kayak ditusuk ratusan pisau dan memori di kepala gue lah yang jadi pisau itu.

Yoshi yang sadar kalo gue nangis langsung nyamperin gue dan meluk gue. Dia ngelus kepala gue, ngebiarin gue nangis di dadanya.

"I hate him so much, Chi..." gumam gue di tengah isak tangis.

Yoshi menghela nafas. "I know, Lui... Aku gak tau harus bilang apa karna aku gak ngerasain. Tapi, keluarin aja semuanya. Yell or hit me if you must." ucapnya dengan suara kecil yang menenangkan.

Untuk sekarang gue sangat membutuhkan emotional support, gue bener-bener udah gak punya siapa-siapa untuk ngedukung gue selain Yoshi dan Giselle.

Guns & Yuta ✓Where stories live. Discover now