14. Always

30K 6.2K 5K
                                    

Ini dia double update ku hari ini! Happy reading!







Gue duduk di kasur kamar dan nangis terisak. Banyak tisu bekas yang berceceran di atas kasur karna gue udah nangis berjam-jam. Ya, kemarin gue putus sama Yoshi. Gue gak nyangka bakal putus dengan cara kayak gini, karna apa tadi? Karna pacar gue hampir make love dengan sahabat gue? Geez.

Siapa yang gak sedih? Gue tulus ke Yoshi, sesayang itu gue sama dia. Gue kasih semua ke dia, dan ini yang gue dapat? Ugh, fuck off!

Cklek!

Pintu kamar gue terbuka dan tertutup lagi, gue sadar ada yang masuk tapi gue sama sekali gak punya niat buat noleh ataupun nyambut orang itu. Gue tetap kukuh, sibuk dengan tangisan dan sesak di dada gue.

"Mau sampe kapan?" tanya Yuta, dia berdiri di dekat pintu kamar, merhatiin gue dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku celana.

Ya, Yuta adalah orang yang masuk ke dalam kamar gue. Dari kemarin gue gak ngomong sama dia, selepas pulang dari rumah Yoshi, gue cuma ngasingin diri di kamar. Kayak, rasanya gue gak sanggup ngelihat orang. People scare me.

Gue ngelirik dia seklias sambil sesegukan dan setelah itu ngeluarin ingus pake tisu. Box tisu yang ada di paha gue semakin menipis karna sekali srot ingus langsung gue buang.

Yuta yang ngelihat betapa kacaunya gue lantas menghela nafas dan mendekat. Dia berdiri di samping kasur dan merhatiin gue dengan raut anehnya.

"Kamu kayak gini cuma karna cowo ingusan kayak Yoshi?" herannya, raut mukanya kayak jijik dan gak percaya gitu. "Jesus, Rui, you must be kidding." komentarnya.

Gue tambah nangis kejer. Gue gak main-main sama Yoshi, gue beneran sesayang itu. Nyesek banget dada gue saat ngingat kejadian yang kemarin gue lihat di rumahnya. Gue bener-bener gak bisa lupa.

Yuta duduk di ujung kasur, dia natap gue sejenak sebelum nangkup kedua pipi gue dengan tangannya. Tangan itu adalah tangan pembunuh, tapi waktu dia nyentuh pipi gue gak ada kekasaran sedikitpun.

Dia merhatiin wajah gue dengan heran, ekspresinya masih sama. Dia kayak bingung kenapa gue bisa nangis. Ya iyalah! Gue putus sama cowo gue! Gimana gak nangis!

"Ugly." komentarnya kemudian setelah dia mengobservasi wajah gue.

Lagi-lagi isakan gue bertambah nyaring karna Yuta. Gue nepis tangannya dan narik tisu buat ngebersihin ingus. "You're not helping!" sebal gue setelah ngelempar tisu bekas sembarangan.

Kedua mata gue udah segede dosa Yuta alias bengkak banget. Pipi dan hidung gue merah, gue bener-bener kacau. Gak salah sih kalo Yuta ngatain gue jelek, tapi ya tetep aja gue marah.

"Ruiㅡ"

"We broke up." bersamaan, gue dan Yuta ngeluarin suara.

Gue gak natap dia, melainkan nunduk sambil ngerik kuku jempol gue dengan pelan. Butuh beberapa detik untuk ngedengar respon Yuta.

"Good." katanya.

Gue terisak. "You're right." gue mengakui. "Semua yang kamu bilang gak meleset, Na Yuta... Soal 'love hurts' dan juga 'anyone can betray anyㅡ'"

Gue tiba-tiba berhenti bicara, isakan gue terjeda. Alis gue menyatu bersamaan dengan otak gue yang mulai berpikir.

Apa yang Yuta omongin, semuanya bener. Gak mungkin itu cuma omongan asal-asalan. Semua ketakutan gue akan nasihat Yuta beneran terjadi. Mulai dari nasihatnya kalo 'love is gonna hurt me more and more', dan juga 'anyone can betray anyone'.

Guns & Yuta ✓Kde žijí příběhy. Začni objevovat