26. The Hell

17.3K 4K 2.1K
                                    

Gue duduk di ujung kolam renang sambil ngelamun dan mainin air. Pikiran gue lagi berantakan banget. Karna apalagi kalo bukan karna cewe bernama Hideko itu.

Gue sukses overthinking dibuatnya. Serius, sebagai orang yang pernah disakiti sama mantannya, keputusan Yuta tuh bodoh dan gak masuk akal banget. Sumpah demi Tuhan, gue gak mau mikir kalo Yuta masih ada perasaan ke Hideko tapi sekarang pikiran itulah yang justru menuhin kepala gue.

Gue jadi mikir, selama ini gue ngapain? Apa gue ada value-nya di hidup Yuta? Buat apa gue berjuang kalo pada dasarnya gue cuma jadi 'pengganti' doang? Gue cuma 'bayangan Hideko' di hidup Yuta dan cewe itulah yang jadi aktrisnya.

Not fair, isn't it?

Gue harus siap sama kemungkinan terburuk yang bisa aja terjadi, kayak misalnya, Yuta ngebuang gue dan milih Hideko.

Dada gue seketika kerasa sempit. Fuck it! Gue bisa mati kalo gini caranya. Pikiran gue semakin menjelajah liar, nyiptain ketakutan baru.

Gue menghela nafas. "Fuck him." umpat gue dengan suara kecil.

Di saat yang bersamaan, gue ngedengar suara langkah kaki dan langsung auto fokus noleh ke sumber suara.

"Rui," sapa Hideko sambil senyum dan jalan mendekat ke gue.

Gue berdecak dan ngalihin pandangan. This is me. Gue bukan orang yang bisa munafik dengan berlagak pura-pura suka atau sok baik sama dia walaupun gue gak suka dia, gue bakal langsung nunjukin kalo gue emang gak suka.

Hideko berdiri di samping gue. Dia gak langsung bicara melainkan diam sejenak sebelum mulai ngebuka mulutnya.

"Rui saya mau minta maaf sama kamu. Saya tau kamu gak suka sama saya, maaf juga karna saya ngebuat kalian berantem sampai-sampai kamu tidur di kamar lain." katanya.

Ya, semalem gue tidur di kamar awal gue, bukan di kamar Yuta. Gue lagi pengen nenangin diri, sekaligus gue cape banget sama Yuta.

Karna gue lagi duduk dan Hideko berdiri, gue jadi ngedongak untuk natap matanya. Alis gue berkerut kebingungan.

"Gimana lo tau?" heran gue.

"Oh?" bingungnya. "Yuta belum bilang ke kamu kalo semalam dia di kamar saya?"

Jantung gue rasanya kayak berhenti gitu aja. Seketika gue pengen nangis karna rasanya dalam banget. Nyes bukan main, perihnya gak ngotak. Bener-bener brengsek.

Gue neguk liur. Mata gue mulai basah dan tenggorokan gue sakit karna mati-matian nahan air mata supaya gak keluar.

"Dia... gak bilang?" celetuk Hideko lagi.

Hahahaha Hideko sengaja begini supaya gue ngerasa sakit hati. Lol, selamat ya cewe ular, lo berhasil nyayat satu-satunya hati yang gue punya.

Gue langsung berdiri. "Fuck off, Hideko. You're just his past. Stay di kamar kamu gak berarti apapun buat Yuta." kecam gue dengan tegas sebelum gue memutuskan untuk cabut.

Belum 3 langkah, Hideko tiba-tiba ketawa. Jelas itu ngebuat gue bingung, gue langsung berhenti dan noleh ke dia. Tatapan Hideko yang tadinya manis berubah jadi tatapan licik.

Oh sialan, cewe iblis.

"Kamu yakin saya cuma masa lalu Yuta?" tohoknya. Kerutan di alis gue semakin menjadi. "Rui, sweetheart... i was his first. Kamu tau sebesar apa efek yang saya tinggalkan di Yuta waktu saya ninggalin dia? It took him years to heal, Haruma. Why?... Oh, right, because he loved me that much, Princess." ucapnya dengan penuh kelicikan.

Air mata gue numpuk, siap terjun bebas. Sekali lagi gue neguk liur. Gue pengen ngebantah, tapi itu bener dan kebenaran itu ngiris hati gue. Hideko berhasil ngeskakmat gue dengan penuturannya.

Guns & Yuta ✓Where stories live. Discover now