Mungkin Aka yang paling beruntung diantara mereka. Cowok tinggi satu ini hanya sesekali menginap disini dengan alasan menemani yang lain. Keluarganya utuh juga peduli. Syukurlah.

Bicara soal Algra, dia juga sering tinggal disini.

Terlepas dari semua itu, banyak yang belum tau kalau Rayyan--ayah Algra--punya satu sikap terkutuk. Sikap inilah yang membuat Raya ditelantarkan di RSJ tanpa perawatan khusus. Logikanya, keluarga Danadyaksa orang kaya dan terpandang, seharusnya mereka bisa dengan mudah menyediakan tempat dan perawatan yang layak untuk anak perempuannya. Bukan hanya itu, kalau keluarga Danadyaksa mau, Felix pun bisa dipenjarakan dengan mudah.

Tapi semuanya berbanding terbalik. Dalam keluarga itu, ada pembedaan antara anak laki-laki dan perempuan. Dalam hidup, Rayyan akan selalu menyanggupi apapun keinginan Alvi dan Algra. Tidak dengan Raya, bahkan Ale dan Aza.

Rayyan bilang, anak lelaki itu investasi, sedangkan anak perempuan hanyalah beban.

Kembali lagi ke suasana saat ini. Angin yang bertiup menjadi teman untuk orang-orang yang sedang berpijak di bumi Rumah Te Amo. Algra dan Naya duduk di kursi panjang ber-cat putih. Tak jauh dari sana ada Laisa yang duduk bersama Fannan di kursi dengan bentuk sama persis. Sementara sisanya masih duduk di atas motor dengan gagahnya.

"Nggak biasanya lo diem gini. Ada masalah apa, hm?" tanya Algra. Poni rambutnya sedikit terombang-ambing karena terpaan udara yang bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah alias angin.

"Enak ya pacaran sebebas itu?" sindir Naya.

"Maksudnya Grey? Video tadi?" Kening Algra berkerut, masih berpikir.

"Pake nanya lagi."

"Sumpah, Nay. Yang tadi itu batas akhirnya, gue nggak pernah ngelakuin hal yang lebih dari itu." Algra mengambil tangan Naya dan menggenggamnya.

Sungguh. Algra tidak ingin ada kesalahpahaman. Walau katanya tidak cinta, cowok bermarga Danadyaksa itu punya keseriusan dalam hubungan pernikahan. Bagi Algra pernikahan bukan permainan. Usaha cintanya adalah keseriusan.

"Dikamar tapi ya, Gra?"

Bukannya posesif atau apa, Naya cuma mau lihat sisi lain dari pria yang punya 'momen' pernikahan bersamanya sedari dulu.

"Iya di kamar, tapi itu siang dan Aksa juga ada di sana," beritahu Algra. Lelaki yang masih berseragam Prada Maja itu menoleh ke arah Aksa. "Waktu itu hari Minggu, gara-gara nemenin gue, lo terlambat pergi ibadah, ya 'kan?"

Aksa mencubit-cubit hidungnya, berusaha mengingat peristiwa yang sudah lapuk di ingatan. "Iya kayaknya," kata Aksa memicu jari tengah Algra debut.

"ASU...!"

"Lah, kok ngegas?" Naya terkikik geli melihat ekspresi Algra saat ini. Semua yang ada di sana menyambut kikikan Naya, menciptakan kebisingan yang kentara.

"Gue nggak mau lo salah paham. Gue masih perjaka, kalo nggak percaya cek aja sendiri."

Mendengar tuturan itu, Naya langsung menghadapkan tubuh ke Algra. "Mana, sini gue cek!" responnya cepat.

"Siapa takut!" Algra menanggapi antusias. Tangan cowok itu benar-benar melipir ke resleting celananya.

Apakah 'buwung puyuh' milik Algra akan debut sore ini? Di tempat terbuka? Di depan teman-teman?

"Anjhay, inget tempat brader. Mau jadi eksibisionis lo?!" Dari atas motor sana, suara Aksa menggagalkan aksi Algra.

"Hehe santai Gra, lagipula gue nggak berhak menghakimi masa lalu seseorang." Naya menyingkirkan tangan Algra dari bawah sana, takutnya Algra benar-benar kalap dan jadi eksibisionis seketika. Bisa sawan si Laisa kalo sempat lihat.

ALGRAFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang