Is it over?

6.1K 876 91
                                    

Lisa berdiri kaku ketika dilihatnya sang ibu tengah memandang haru padanya.

"Pranpriya..."

Deg!

Pranpriya. 
Nama kecil Lalisa yang masih menjadi panggilan favorit ibunya. Tentu saja berhasil membuat perasaan sang anak terenyuh. Apalagi seraut wajah sendu nan lembut milik sang ibu, kian menyempurnakan moment haru yang lama pergi antara ibu dan anak itu.

"Mom..."
Suara parau yang kian serak membuat gumaman itu hampir tak terdengar, saking sulitnya Lalisa menuntaskan panggilannya terhadap sang wanita paruh baya yang telah melahirkannya dua puluh enam tahun yang lalu.

"Noona..."

Dan nyatanya panggilan tersebut bukanlah satu-satunya yang membuat ia terharu.

Noona. Yang mana memiliki arti kakak perempuan dalam bahasa Korea itu sontak membuat si gadis jangkung terkesiap.
Ketika ia menyadari seraut wajah tampan anak laki-laki kini berdiri menyebut panggilan itu untuknya.

"Haruto?"

Suara Lisa kali ini terdengar lebih lantang. Sebab menjadi sosok yang terlihat tangguh dan kuat adalah cara Lisa dalam mendidik adiknya.

Meskipun dalam aliran darah mereka tidak mengalir DNA yang sama, tapi membesarkan Haruto adalah salah satu perjalanan hidup bagi Lalisa, yang membuat ia bertekad untuk keluar dari silsilah Manoban Family, si keluarga mafia yang sudah terkenal paling kejam se Asia-Tenggara.

Sudut mata Lalisa mulai berair, mengaburkan pandangannya sendiri sebab air mata itu perlahan berkumpul memenuhi hazel cokelatnya yang sendu.

"What's up, bro?" sapa Lisa kemudian seraya menepuk bahu Haruto, seolah berusaha menahan dirinya untuk tidak benar-benar menangis.

Jika memungkinkan, Lisa sungguh ingin menjatuhkan lututnya sendiri saat ini akibat rasa haru yang tak sanggup ia kuasai.

Betapa ia merindu sang ibu juga adik, tapi ia tak terbiasa menumpahkan isi hatinya dengan mudah dan baik.

Nyonya Manoban perlahan mulai terisak kala si bungsu Haruto, tiba-tiba berhambur untuk memeluk sang kakak.

"Noona..."

Lisapun terkejut menerimanya.

Dua tubuh jangkung itu kini saling mendekap erat, menuntaskan rindu yang tertunda selama dua belas bulan keluarga kecil itu terpisah.

Sosok wanita paruh baya dan hampir menua, hanya sanggup menutup separuh mulutnya kala sang anak gadis kini kembali terlihat di pelupuk matanya.

Beliau membiarkan kakak beradik itu saling menepuk bahu bersama guratan haru yang berada diantara keduanya.

"Kau sehat?" Lisa melepaskan pelukan itu, setelah beberapa saat saling mendekap.

Haruto mengangguk dengan bibir yang sedikit turun kebawah karna merasa tak sanggup menahan rasa harunya.

Apalagi saat jemari sang kakak menepuk-nepuk rahang wajahnya, si bungsu nampak kian sulit menahan butiran air matanya yang mulai jatuh.

"Kau menjaga Mommy dengan baik?" tanya Lisa sekali lagi, yang membuat Haruto memeluk tubuh kakak perempuannya itu sekali lagi.

"Kemana saja kau pergi? Kau membuatku repot mengurus semua kucingmu."

Lisa tergelak dalam tangisannya yang runtuh.

Si bungsu yang konyol dan nakal, memang tidak pernah berubah.
Tapi Lisa masih percaya, itu hanya salah satu upaya Haruto untuk tetap bisa mengendalikan dirinya agar tidak benar-benar terlihat cengeng didepan sang kakak.
Ia ingin menunjukkan pada Lalisa, bahwa dia anak laki-laki yang juga bisa diandalkan.

Woman Like MeWhere stories live. Discover now