Bab 19

804 70 9
                                    

Pagi itu Delima sudah sibuk dengan rumahnya. Ia tidak sempat membersihkan peralatan masaknya semalam. Ia letih menangis, tertidur, kemudian bangun sesaat sebelum adzan subuh. Selepas salat subuh ia memulai pekerjaan rumah tangganya dengan membersihkan dapur, membersihkan karpet dengan vacuum cleaner, kemudian mengepel lantainya. Lalu ia menyiapkan sarapan. Menu hari itu adalah nasi goreng seafood dan caramel latte.

Pukul setengah tujuh ia sudah menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangganya, termasuk menjemur pakaian dan menyiram tanaman. Seperti biasa, ia memilih menikmati udara pagi di halaman rumah yang rumputnya sudah mulai menebal dan basah karena embun, menginjakkan kaki di atasnya. Ia berusaha menghalau pikirannya yang nelangsa karena perkataan Arkha semalam. Setengah jam kemudian ia kembali masuk rumah dan mendapati Arkha yang sedang duduk di meja makan, seperti tanpa dosa, ia lahap memakan nasi goreng seafood buatan Delima. Tak seperti biasanya, hal itu sama sekali tidak mendapat respon dari Delima. Ia malah duduk di ruang tengah, menyalakan TV, seakan tak melihat Arkha.

Ada sedikit perasaan bersalah di hati Arkha tentang perkataannya yang begitu kasar kepada Delima pada malam sebelumnya, ia merasa tak seharusnya selalu menyalahkan Delima dalam segala hal. Sejujurnya Delima telah sangat baik dalam memperlakukannya sebagai suami. Ia pandai mengurus rumah, ia juga sempurna dalam hal memasak. Arkha beranjak dari kursi, menaruh piring kotor bekas sarapannya di wastafel. Ia berjalan pelan menuju ruang tengah. Ketika ia mendudukkan diri di sofa sebelah Delima, istrinya itu malah bangkit berdiri, dengan tatapan datar ia berjalan meninggalkan Arkha, kemudian masuk ke dalam kamar. Menguncinya. Baru kali ini Delima bersikap cuek dengan Arkha, biasanya ia lah yang selalu mengabaikannya. Hati Arkha kini semakin diliputi rasa bersalah.

Sore hari, Delima kembali sibuk dengan mawar-mawarnya. Menyiangi dedaunan yang telah kering dan menyirami stroberinya yang mulai ranum.

" Aku ingin tau kenapa kau menghindariku hari ini ? ".

Suara Arkha mengejutkannya. Ia berbalik dan mendapati suaminya itu telah berdiri sangat dekat dengannya. Delima memalingkan badan, ia memilih melanjutkan sesi berkebunnya.

" Aku salah ". Arkha kembali mencoba mengajak istrinya berbicara, tapi ia tetap tak bergeming.

" Delima, aku tau kau marah padaku, tapi jangan diamkan aku seperti ini. Aku tak tahan ".

Delima sedikit terkejut dengan pernyataan suaminya itu, refleks ia membalikkan badan.

" Bukannya mas Arkha yang lebih dulu mendiamkan aku?, mas Arkha membenciku juga ".

" Maafkan aku, mungkin perkataanku semalam terlalu kasar. Tapi aku tidak suka kalau kau memfitnah Sarah, aku tau betul Sarah seperti apa, tidak mungkin ia seperti itu. Dan...dan juga aku tidak membencimu ".

Delima menghela napas pelan, ia berjalan ke dapur, mencuci tangannya yang kotor di wastafel. Kemudian duduk di pantry. Arkha tetap mengikutinya dengan duduk di kursi yang berhadapan dengan Delima saat ini.

" Apa mas Arkha benar-benar mencintai Sarah? ".

Arkha mengangguk.

" Tentang anak, emm...kalau dia benar anakku, aku bisa membesarkannya bersama Sarah". Ucap Arkha sembari menatap perut buncit istrinya.

Deg. Jantung Delima sempat terhenti sepersekian detik. Hatinya sakit. Ia ingin menangis saat itu juga. Mana mungkin ia akan sanggup memberikan anaknya untuk diasuh oleh Sarah. Tidak.

"Dua hari lalu, aku sudah menceritakan tentang semua yang telah terjadi diantara kita kepada Sarah. Ia memaafkanmu, yang telah mencuri fotonya untuk kau pakai membuat akun palsu. Dan Sarah tak keberatan menunggu kita berpisah ".

Plak

Delima menampar keras pipi kiri Arkha, air matanya mengalir deras. Ia mengutuki apa yang Arkha bicarakan barusan. Kemudian ia masuk ke dalam kamar, mengunci pintunya. Lagi. Perutnya mendadak terasa sangat sakit, sesakit perasaannya saat ini. Mungkin bayi dalam kandungan Delima juga ikut merasakan kesedihan yang sama dengan ibunya. Delima meringkuk di tepi kasur, menangis kencang. Dan tak keluar kamar sampai keesokan hari.

Pukul delapan pagi Arkha turun ke bawah, ia menuju ke dapur. Tak ada yang terhidang di meja. Pikirnya, mungkin Delima masih sangat marah. Ia mengambil panci, mengisinya dengan air. Berencana membuat mie instan untuk sarapan. Ketika ia sedang mengaduk mie yg baru matang, ia mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya. Arkha berjalan dengan malas ke arah pintu, ketika pintu terbuka, ia mendapati ibu dan adiknya yang sedang tersenyum. Mempersilahkan mereka untuk masuk. Pasti Bapak sedang terbang rute luar pulau. Makanya mereka mengungsi lagi ke sini.

" Bapak dinas luar pulau lagi ya bu? ". Tanya Arkha kepada ibunya sambil mengambil alih tas jinjing besar yang di bawa oleh ibunya tadi

" Rute sulawesi, seperti kapan hari ". Ibunya mendudukkan diri di sofa ruang tengah.

" Ibu harusnya bilang kalau mau ke sini. Arkha kan bisa jemput ibu di stasiun, supaya ga capek nunggu taxi ". Arkha berbicara dari dapur. Ia kembali mengaduk mie instannya yang telah saling menggumpal, kering dan bumbunya terlihat susah menyatu.

" Mba Delima ke mana, ko mas Arkha makan mie ". Tanya Aira. Mengedarkan pandangan keseluruh penjuru rumah. Mencari sosok kaka iparnya.

" Ada di kamar ".

Sudah dua jam semenjak kedatangan mertua dan adik iparnya, Delima tak kunjung keluar kamar. Bahkan jam di atas TV sudah menunjukkan pukul setengah sebelas. Aira nampak khawatir, ia takut terjadi apa-apa dengan Delima. Ia berinisiatif menyuruh kakanya itu untuk mendobrak pintu kamar Delima saja. Tapi Arkha menolak, ia justru tetap asik dengan game di ponselnya.

" Ibu ke sini ingin membuktikan sendiri, apakah Delima benar-benar sedang hamil atau hanya berbohong. Dobrak saja pintunya ! ". Pinta ibunya memecah keheningan. Dengan berat hati, akhirnya Arkha menuruti perkataan ibunya. Ia berusaha mendobrak paksa pintu kamar Delima, setelah sebelumnya terlebih dulu mengetuk berulang kali dan memanggil nama Delima. Tapi tak ada jawaban dari dalam. Setelah lima kali percobaan, pintu kamar Delima berhasil terbuka.

Mereka bertiga memekik secara bersamaan kala mendapati tubuh Delima tergolek di lantai. Tak sadarkan diri. Baju tidur warna putihnya telah berubah menjadi merah kecokelatan di bagian bawah. Begitu juga di lantai.
Arkha tak tahu apa yang sedang ia rasakan saat ini di hatinya. Namun rasa khawatir yang sangat besar tiba-tiba menghantui pikirannya. Lebih besar daripada rasa khawatirnya terhadap Sarah. Air matanya bahkan tumpah tanpa aba-aba, tangan dan kakinya mendadak lemas karena saking paniknya. Ia mengangkat Delima. Berlari ke mobil. Membawanya ke rumah sakit. Di perjalanan, mata Arkha sesekali melirik ke spion di atasnya. Di kursi belakang Aira sedang menangis sesenggukan, tangannya terus mengusap-ngusap perut kaka iparnya, berusaha menguatkan. Belum pernah Arkha merasakan nyeri di hatinya seperti saat ini. Sungguh benar-benar nyeri. Hatinya sangat sakit melihat wajah istrinya yang pucat pasi. Tak berdaya. Bayangan tentang bagaimana hidupnya tanpa Delima muncul tiba-tiba. Kini ia takut kalau Delima akan meninggalkannya.

Tbc >>>

Beautiful LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang