Bab 2

610 56 0
                                    

Pagi ini Sita telah kembali dari luar kota, Delima masih merahasiakan tentang apa yang telah ia lakukan selama seminggu tanpanya, Delima takut kalau Sita akan marah karena Delima telah melakukan kebohongan yg kemungkinan besar nantinya akan menjadi fatal.
Sita merasa ada yang aneh dengan Delima, pasalnya sehabis isya' ia langsung buru-buru masuk kamar, padahal biasanya Delima akan merengek minta ditemani begadang dengan Sita, karena sudah menjadi kebiasaan mereka tidur tidak kurang dari jam 12 malam, entah itu karena mengerjakan tugas atau hanya sekedar ngobrol sambil nonton drama korea favorit mereka.

Kamar Sita dan Delima memang bersebelahan, jadi mereka masih bisa saling mendengar sayup-sayup suara dari kamar satu sama lain, bila mana Sita sedang menelfon pacarnya atau Delima yang suka bernyanyi di kamar setiap pagi.
Sudah hampir sebulan ini Sita melihat ada yang aneh dengan Delima, Delima menjadi sangat tertutup dan terkesan menyembunyikan sesuatu darinya,  Sita mendengar Delima tertawa renyah dan sayup terdengar obrolan satu sisi hampir tiap malam bahkan sampai dini hari, batin Sita, siapa yang sering mengobrol dengan Delima dengan durasi selama itu, karena Sita tau biasanya, kalau orang tua Delima yang menelfon tidak mungkin sampai selarut itu dan biasanya cuman beberapa kali dalam seminggu, tidak setiap hari.

Setelah sekian lama memilih bungkam dengan rasa penasaran, akhirnya pagi ini diperjalanan menuju kampus Sita memutuskan untuk bertanya kepada Delima tentang siapa sebenernya yang setiap malam ngobrol dengannya di telfon.
"Ah..itu hanya teman kampus yang kebetulan satu kelompok denganku, kami sedang ada projek bersama jelang Praktik Kerja Nyata", jawab Delima meyakinkan Sita.
Sita hanya mengangguk, dalam hatinya masih kurang puas dengan jawaban Delima.

Hari ini adalah hari dan tanggal yang mana dari awal sudah mereka sepakati untuk bertemu. Arkha berangkat dengan kereta paling pagi menuju kota di mana Delima berada saat ini, hatinya sangat bahagia membayangkan sebentar lagi ia akan bertemu "Dinda", pujaan hatinya. Berbanding terbalik dengan Delima, saat ini hatinya diliputi rasa takut dan gundah gulana, ia tidak tahu bagaimana ia akan menghadapi Arkha, dalam pikirnya, kemungkinan besar Arkha pasti akan sangat murka bilamana tahu bahwa selama ini Delima telah membohongi dirinya, bahwa Dinda hanyalah sosok fiktif yang dibuat oleh Delima dan foto-foto tersebut bukan juga dirinya.

Delima menangis di dalam kamar, ia meratapi segala kebodohan dan kekacauan yang telah ia buat hanya demi kesenangan sendiri, air matanya tumpah diiringi dengan suara sesenggukan yang semakin kencang. Oh iya..kosan Delima adalah sebuah rumah kecil bernuansa minimalis berlantai dua yg hanya berisi 4 kamar, dua di lantai bawah dan dua di lantai atas, Delima dan Sita menempati dua kamar di lantai atas.
Sita baru saja selesai mandi tepat di mana ia mendengar tangisan dari kamar Delima. Ia buru-buru melangkah dan mengetuk pintu kamar sahabatnya itu, " Del..kenapa menangis?, kamu gpp kan? Kamu sakit?". Tidak ada sahutan dari Delima, yang Sita dengar hanya suara sesenggukan Delima yang semakin kencang, ia memutuskan untuk meraih knop pintu dan membuka kamar Delima, pemandangan pertama yg ia lihat adalah Delima yang menangis sambil meringkuk di sisi kiri kasur, Sita mendekati sahabatnya dan mengelus punggungnya perlahan. " Del..kamu ada masalah apa? Cerita ke aku, jangan dipendam sendiri, sejak aku pulang dari luar kota kamu menjadi sangat tertutup ga seperti biasanya, sebenarnya ada apa?", tanya Sita dengan lembut, tangannya sibuk membenahi anak rambut Delima yang berantakan menutupi pipinya yang basah kuyup karena air mata.
" Aku bodoh, aku melakukan kesalahan besar sit, aku bodoh..", ujar Delima sambil bagkit duduk dari kasur. Delima tampak sangat kacau, matanya sembap karena air matanya yg tak kunjung berhenti.
Dengan tatapan yang nanar Delima menceritakan kronologi permasalahan dari awal, ia sadar tubuh Sita menegang, tangannya sudah tak lagi mengelus punggungnya. Delima begidik ngeri ketika menengok ke samping, ia mendapati muka Sita yang berubah menjadi merah seperti menahan amarah, ia yakin betul kalau Sita pasti sangat kecewa dengan kelakuannya, ia lantas meraih tangan Sita, menundukkan kepalanya dan berulang kali meminta maaf kepadanya. Sita menepis genggaman tangan Delima, hatinya sangat sakit, ia kecewa dan tak menyangka sahabat yg menurutnya sangat baik dan polos bisa melakukan hal seperti itu. " Istighfar kamu del, kenapa kamu bisa tega seperti itu?. Aku tidak mau tahu, kamu harus mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu itu, kamu harus menemui laki-laki itu, kamu harus berterus terang dan meminta maaf. Yang kamu mainkan sekarang ini adalah perasaan orang del..PERASAAN ORANG !!".
Delima semakin tertunduk, hatinya pilu, takut, dan juga sedih, semua campur aduk jadi satu.
Sita mengusap kasar mukanya, lalu bangkit berdiri dengan frustasi, ia berjalan kasar keluar pintu kamar Delima dengan penuh amarah.

Tidak lama setelah kepergian Sita dari kamarnya, Delima bangkit berdiri, berganti baju, kemudian duduk di depan meja rias, membenahi tampilannya yang cukup berantakan karena menangis sedari pagi, membubuhi mukanya yang pucat dengan bedak tipis dan mengoleskan lipstick berwarna merah jambu di bibirnya. Dengan tangan yang gemetar ia mulai menggenakan hijab, kemudian beranjak menuju gantungan di sudut lemari baju, mengambil tas selempangnya dan bergegas menuju stasiun menjemput Arkha. Delima berencana akan menemui Arkha dan mengakui kesalahannya, ntah seperti apa nanti reaksi Arkha, Delima akan terima segala konsekuensinya.

Beautiful LiesWhere stories live. Discover now