Bab 17

780 67 7
                                    

Mereka berdua melalui pagi itu dengan canggung. Delima menyibukkan diri di pekarangan belakang rumah, menyirami mawar-mawarnya yang mulai menguncup.

" Kau suka bunga mawar? ".

Delima menoleh, tak menyadari kalau sejak tadi Arkha berdiri di belakangnya. Ia mengangguk. Tangannya masih sibuk menyiangi dedaunan yang sudah kering.

" Itu pohon apa? ". Arkha menunjuk sebuah pohon kecil di dalam pot berwarna putih yang ada di sebelah  kursi rotan yang sengaja ditaruh di pekarangan belakang. Pohon itu berdaun majemuk dan bulat.

" Moringa. Kebanyakan orang menyebutnya pohon ajaib, karena daunnya punya banyak sekali manfaat. Bunganya biasa dijadikan bahan membuat wewangian ".

Arkha hanya ber "o" ria. Langkahnya terus membuntuti Delima yang sedang berjalan. Mereka berhenti di depan sebuah rak tiga tingkat berwarna putih yang ada di pojok pekarangan. Di atas rak itu tersusun rapi pot-pot hitam kecil. Rak paling atas berisi beberapa pot tanaman stroberi yang mulai berbuah dua tiga biji, kedua, berisi 8 pot selada air dan yang paling bawah diisi dengan 3 pohon lemon yang dibonsai.

" Apa berkebun adalah salah satu hobimu? ".

Delima yang sedang membungkuk melirik ke arah Arkha, tersenyum. Lalu bangkit berdiri. Menepuk-nepuk dada Arkha pelan. Membersihkan dua helai rambut yang menempel di baju suaminya itu.

" Sebelum ini aku tidak suka berkebun. Karena di rumah ini aku tak punya teman, aku memilih menambah kesibukan dengan merawat tanaman, terlebih semenjak mengambil cuti kuliah semester ini ". Delima berbicara dengan menatap ke dalam mata Arkha, cukup lama. Terlintas sejenak kegiatan yang mereka lakukan semalam. Membuat jantungnya berdegup kencang. Namun buru-buru ia memalingkan muka.

" Masak apa hari ini? "

" Mac and cheese panggang, bagaimana? ".

" Kedengarannya enak ".

Di dapur, Arkha memilih duduk di kursi pantry, mengamati istrinya yang sedang mengeluarkan sebuah toples berbentuk persegi dari dalam storage. Isi dari toples itu adalah pasta makaroni, kemudian memasukkan satu cup makaroni itu ke dalam panci berisi air yang telah mendidih. Tangan kiri Delima sesekali mengaduk makaroni yang sedang ia rebus, agar airnya tidak meluap, tangan kanannya sibuk memasak saus keju. Arkha terkesima, mengagumi skill memasak Delima. Istrinya itu terlihat mengagumkan ketika sedang memasak. Fokus Arkha sedikit terganggu saat melihat Delima kesusahan memasukkan adonan mac and cheesenya ke dalam oven. Perutnya yang sudah sedikit membuncit, membuatnya kesusahan berjongkok di depan oven tanam yang ada di bawah kompor. Arkha bergegas membantu istrinya tersebut, diikuti ucapan terimakasih dari Delima.

Setelahnya, Arkha terus memikirkan tentang perut Delima yang membuncit, di kepalanya terus terngiang pertanyaan, pakah ia benar-benar sedang hamil anaknya. Ia melirik sekilas ke arah Delima yang sedang melepas apron, kemudian memberanikan diri untuk bertanya.

" Apa kau benar-benar sedang hamil? "

Tak ada jawaban.

Delima beranjak pergi dari dapur menuju kamarnya. Dua menit kemudian ia kembali dengan membawa sebuah buku berwarna merah jambu, menyerahkannya kepada Arkha. Di dalamnya terdapat beberapa tulisan catatan kesehatan dan foto USG hitam putih yang dijepit dengan clip kertas di atasnya. Di tengah buku terselip benda panjang persegi dengan 2 tanda garis berwarna merah terang. Arkha penasaran, dan mengamati itu semua lebih dari sepuluh menit.

" Sudah 14 minggu, menurut yang pernah aku baca, di usia itu bayi sudah memiliki nyawa dan sudah bisa mendengar kalau kita sedang berbicara ". Delima memecah kesunyian, kemudian mulai menjelaskan, tubuhnya sedikit kesusahan ketika ingin berdiri setelah mengeluarkan masakannya dari oven. Arkha bergegas tanggap membantu istrinya berdiri, mengambil alih loyang panas yang ada di tangan Delima. Meletakkannya di meja.

" Kau mau coba pegang? ". Delima menuntun tangan kanan Arkha untuk memegang perutnya. Baru beberapa detik, ponsel Arkha tiba-tiba berbunyi. Ia menarik tangannya yang tadi memegang perut Delima dan buru-buru mengangkatnya ketika tau yang sedang menelfon adalah Sarah.

" Sarah..kamu tenang ya, aku ke sana sekarang ! ". Seru Arkha panik, menutup telfonnya. Wajahnya nampak sangat khawatir. Ia bergegas naik ke lantai atas, kemudian turun lagi dengan baju yang sudah rapi.

" Mas Arkha ga mau makan dulu, Mac n....".

Ucapan Delima terhenti saat pintu depan rumah tertutup dengan keras. Lagi. Arkha melewatinya tanpa berkata apa-apa. Setelah suara deru mobil Arkha menjauhi rumah, Delima duduk di kursi pantry, menatap Mac n cheese buatannya yang masih hangat. Ia sadar kalau cinta Arkha adalah milik Sarah, terlihat dari bagaimana Arkha begitu sangat khawatir dengan wanitanya itu. Sedangkan ia hanya orang asing yang tak sengaja harus hidup bersama dengan Arkha. Arkha sama sekali tak memperlakukannya sebagai istri.

Delima menghapus air matanya, mengeluarkan masakannya dari loyang, mengemasnya ke dalam dua kotak persegi berukuran sedang, berencana membawanya pergi. Menemui Sita. Saat ini, hatinya dilanda sakit luar biasa. Ia butuh sahabatnya itu.

Tbc >>>>

Beautiful LiesWhere stories live. Discover now