Bab 11

548 57 6
                                    

Keesokan paginya Delima bangun kesiangan lagi, ia merasa kalau dirinya benar-benar sakit, bukan sekedar mual, tapi kali ini sendi-sendi di badannya serasa juga ikut nyeri. Ia mengambil thermometer, menaruhnya di ketiak. 39°c . Pantas saja kepalanya berat dan sakit sekali. Dengan langkah gontai ia berjalan ke dapur berencana membuat air madu. Tanpa sengaja ia melewati kaca besar di samping storage depan mesin cuci, ia tertegun melihat sosok dalam cermin. Seorang perempuan berwajah pucat, matanya sendu dan kulitnya sedikit kusam, rambutnya panjang terlihat lepek, tulang belikatnya sedikit terlihat menonjol, ia bahkan tak menyadari kalau berat badannya lumayan berkurang. Tiba-tiba pandangannya sedikit berkunang-kunang, ia bahkan hampir jatuh karena kakinya yang lemah tak kuat menahan tubuhnya saat ini. Delima tidak memiliki daya sama sekali. Ia merogoh saku baju tidurnya, mengambil ponsel dan menekan tombol panggilan ke nomor Sita.

Sita datang bersama Bagas tepat sesaat sebelum Delima kehilangan kesadarannya, dengan susah payah mereka membopong tubuh berisi Delima ke mobil, kemudian membawanya ke rumah sakit.

Sita berdiri di sebelah tubuh lemah Delima yang terbaring di salah satu brankar di dalam UGD rumah sakit, tangannya menggenggam erat tangan kanan sahabat kesayangannya itu sedangkan matanya terus fokus mengawasi seorang perawat yang sedang memasang jarum infus di tangan Delima sebelah kiri. Batin Sita ikut terluka, ia tak tega melihat Delima sengsara. Semua ini mungkin memang karma dari kebohongan Delima, tapi hukuman ini terasa terlalu berlebihan. Pada dasarnya Delima adalah sosok yang baik, dia berbohong hanya karena tak percaya diri dengan penampilannya, Delima selalu jadi sasaran bully. Dia bahkan tak pernah membalas sama sekali ketika dia disakiti.

Seorang laki-laki menggenakan baju warna putih yang terlihat masih muda mendekat ke arah mereka, di lehernya tergantung stetoskop. Dia menyapa Sita dengan senyum yang ramah, sita membalasnya, laki-laki itu adalah dokter Prasetya, salah satu dokter di rumah sakit itu yang kebetulan sedang jadwal berjaga. Dokter prasetya mulai memeriksa Delima setelah sebelumnya membaca kertas biodata dan riwayat keluhan pasien yang di bawa oleh perawat tadi, ia mengukur tekanan darah, saturasi oksigen dan juga denyut nadi Delima, kemudian mengarahkan ujung stetoskopnya ke dada Delima.

" Permisi mba..apakah suami dari mba Delima ikut mengantar ke sini? saya perlu menjelaskan tentang kondisi mba Delima ". Tanya dokter Prasetya kepada Sita.

" Suaminya sedang di luar kota dok, nanti saya bantu menyampaikan kalau ada hal yang dokter perlu untuk sampaikan".

" Apa sebelumnya mba atau mungkin suami dari mba Delima sudah mengetahui kalau mba Delima sedang hamil? ".

" HAH..? ".
Mata Sita membulat, ia terkejut bukan main mendengar pertanyaan dari dokter Prasetya mengenai kehamilan Delima.

" Mba Delima sedang hamil, untuk usia kandungannya saya masih belum tahu karena butuh observasi lanjut dan juga USG untuk mengetahui kondisi janin dan ukurannya ".

" Tapi yang harus menjadi perhatian saat ini adalah kondisi mba Delimanya sendiri. Sepertinya mba Delima banyak pikiran dan kekurangan beberapa nutrisi yang dibutuhkan untuk wanita yang sedang hamil. Makanya tubuhnya menjadi sangat lemah ".

Sita diam mematung, otaknya berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh dokter Prasetya, ia tak menyangka kalau Delima sedang mengandung anak dari lelaki tak berperasaan itu. Delima, sahabat baiknya harus menanggung jalan hidup sepahit ini.

" Kalau begitu saya permisi dulu ya mba, nanti saya akan berikan resep obat-obatan serta vitamin yang dibutuhkan untuk mba Delima, sementara mba Delimanya harus bedrest dan mengurangi kegiatan yang berat-berat ". Dokter Prasetya kemudian berlalu pergi, setelah Sita mengangguk mengiyakan kata-katanya.

Sita mengusap wajahnya frustasi, ia senang akan memiliki keponakan dari Delima tapi juga sedih karena ia tau sikap Arkha kepada Delima seperti apa, ia takut Delima akan semakin sengsara karena mengandung anak dari orang tak berperasaan itu. Air matanya tiba-tiba jatuh, ia memandangi wajah Delima yang pucat dan tak berdaya, angannya berusaha memikirkan bagaimana ia akan meberitahu Delima dan Arkha soal kehamilan sahabatnya itu.

Ia berjalan ke luar pintu UGD, pada deretan kursi sebelah kiri pintu, nampak Bagas, kekasihnya yang sudah duduk menunggu dari tadi. Ia memeluk kekasihnya itu, menangis. Di tengah kebingungan Bagas, Sita menceritakan apa yang dokter bilang tadi.

Pukul 7 malam Delima baru siuman, sebelumnya ia telah dipindahkan dari UGD ke kamar inap. Sita yang melihat Delima kesusahan untuk duduk, membantunya bangkit, tangan kirinya menaruh bantal di belakang Delima untuk sandaran, kemudian menyodorkan gelas berisi air putih untuk diminum. Ia tau, pasti tenggorokan Delima kering karena seharian tak sadarkan diri.

" Terimakasih ". Ucap Delima sambil menyodorkan gelasnya kembali setelah selesai minum.

" Terimakasih ya sit, udah nolongin aku, sepertinya sakit lambungku semakin parah akhir-akhir ini ".

Hening...

" Engga del, kamu ga sedang sakit lambung. Kamu...H A M I L ". Ucap Sita memecah keheningan sesaat itu.

Delima terdiam, iya syok mendengar apa yang dikatakan oleh Sita. Tubuhnya menegang, ia tak tau harus sedih atau bahagia. Dia sama sekali tak bisa percaya, bahwa ada sebagian dari dirinya dan Arkha yang kini mendiami rahimnya. Ia sama sekali tak curiga, karena dari dulu siklus menstruasinya tidak normal karena kelebihan berat badan. Bahkan Delima pernah beberapa kali tidak menstrusi selama 4 bulan, dan ketika bulan ini tak mengalami menstruasi, ia pikir ini adalah hal yang biasa. Arkha.., ntahlah, perasaan Delima saat ini mendadak gundah, ia kepikiran bagaimana kira-kira reaksi Arkha kalau saja tau bahwa istri yang dia benci sedang mengandung anaknya.

Mungkin sebaiknya ia tak usah tau dulu.

Tbc>>>>

Teruntuk readers yang baik hati....,jangan lupa bintangnya dulu ya, agar supaya author yang sudah emak-emak ini bersemangat menulis lagi 😃Terimakasih...
Selamat membaca😉

Beautiful LiesWhere stories live. Discover now