Bab 13

576 65 3
                                    

Sedari subuh Delima sebenarnya sudah bangun, selesai salat ia hanya berbaring di atas tempat tidur, matanya sembap, meratapi hidupnya yang rumit. Pukul lima lewat dua puluh pagi akhirnya ia memutuskan untuk keluar kamar, Delima mencoba untuk berdamai dengan keadaan, ia harus kuat. Ia menyibakkan tirai ruang tamu dan membuka jendela. Udara pagi yang sejuk seketika memenuhi ruangan itu, berjalan keluar pintu, dari halaman ia bisa melihat jalanan di depan rumah yang masih sepi.

Delima menengok ke sebelah kiri, mobil pajero warna putih Arkha tampak berselimut embun tipis, pikirannya seketika menerawang ke saat kejadian pertama kali ia melihat Arkha dan Sarah bergandengan tangan di mall, ia tersenyum  pahit. Mungkin mobil itu lebih sering membawa Sarah dibanding dengan dirinya. Betapa bodohnya ia sekarang ini, memelihara harapan dan mimpinya tentang Arkha. Kini tak ada satupun yang bisa ia lakukan selain menjalani kehidupannya yang melelahkan sambil menunggu semua skenario ini menemui akhir ceritanya. Entah dia atau Sarah yang pada akhirnya akan menang nanti.

Delima sedang mengeluarkan brownies buatannya yang baru matang dari oven, di hari sabtu pagi ini, ia memutuskan untuk menyibukkan diri di dapur, menekuni kembali hobi memasaknya yang sempat terhenti, paling tidak, kegiatan itu bisa sejenak mengalihkan fokus dari pemasalahan hidupnya bersama Arkha. Ia membiarkan browniesnya tetap di loyang, menunggu dingin, sementara ia menyiapkan bahan untuk membuat masakan yang lain, hari ini Delima berencana akan mebuat Udang bakar madu dan juga cumi kemangi, ia akan memasak dalam porsi yang agak banyak untuk disimpan di kulkas sebagai persediaan kalau-kalau ia sedang malas masak, dan sebagiannya lagi akan Delima berikan kepada bi Nunik ketika datang bersih-bersih.

Ia menghentikan sejenak kegiatannya menumis bumbu ketika mendengar suara langkah kaki menuruni tangga. Arkha sudah rapi dengan kemeja berwarna navi dan celana levis, berjalan keluar rumah, menghidupkan mobil, kemudian berlalu pergi. Delima melanjutkan memasaknya, ia tau Arkha pasti sedang akan menemui Sarah. Air matanya kembali jatuh, membasahi pipinya yang tak se-chubby dulu.

Tok
Tok
Tok

Delima mematikan kompornya, ia berjalan ke arah cermin, menghapus sisa air mata, membenahi hijabnya kemudian berjalan ke arah pintu, pikirnya siapa tamu yang datang pagi-pagi padahal ia ingat kalau tidak sedang punya janji dengan Sita atau siapapun, bahkan ini juga bukan jadwal bi Nunik datang, lagian kalau memang bi Nunik, pasti langsung masuk rumah karena toh ia punya duplikat kuncinya. Ketika pintu terbuka, Delima tertegun mendapati siapa yang ada di hadapannya saat ini. Ibunya Arkha, dan Aira, adiknya. Aira berhambur memeluk Delima, ia tersenyum kemudian menanyakan kabar kaka iparnya itu. Sedangkan ibunya Arkha hanya diam, Delima menunduk ketika mendapati tatapan penuh benci yang tersirat di mata ibunya Arkha untuk dirinya. Ia mempersilahkan mertua dan adik iparnya itu untuk masuk ke rumah. Mereka berdua duduk di ruang tengah, sedangkan Delima berjalan ke dapur untuk membuatkan minuman.

" Mba Delima, Aira sama ibu menginap di sini ya dua hari, bapak sedang jadwal terbang rute sulawesi, hari rabu baru pulang".

" Sekalian jalan-jalan gitu. Bosen di rumah mulu, hehehe ".

Adik iparnya itu berbicara dari ruang tamu, sengaja mengeraskan suaranya agar Delima yang sedang membuat minuman di dapur bisa mendengar apa yang ia bicarakan. Oh iya, ayah Arkha adalah seorang pilot senior, meskipun jam terbangnya sudah dikurangi tapi sesekali beliau mendapat jatah terbang rute luar pulau dan kadang tidak pulang selama 7-10 hari. Dulu ibunya juga seorang pramugari, makanya di usia yang sekarang ini, beliau masih terlihat cantik dan badannya masih tetap bagus. Beliau memilih untuk berhenti bekerja setelah melahirkan Aira, adiknya. Sedangkan urusan kantor properti milik keluarganya akan berada dibawah tanggungjawab suami dari tante Gina, adik dari ibunya Arkha, ketika ayahnya Arkha sedang berdinas dan Arkha sedang di rumah.

" Tentu saja boleh, malah mba Delima seneng, karena jadi ada temennya di rumah ". Jawab Delima sambil berjalan menuju ruang tengah dengan nampan berisi dua cangkir teh manis hangat dan sepiring brownies buatannya tadi yang telah ia potong-potong. Delima meletakkan dan menatanya di meja, mempersilahkan mertua dan adik iparnya itu untuk menikmati.

" Silahkan bu, diminum teh nya, gulanya sengaja diganti dengan madu, karena Delima ingat waktu itu bapak pernah cerita, kalau kebiasaan ibu minum teh hangat dengan madu. Browniesnya juga Delima sendiri yang bikin tadi pagi, gulanya pakai gula jagung". Delima mendudukkan diri di sofa tunggal di sebelah kiri mertuanya.

Mertuanya itu hanya diam, tidak tertarik. Sedangkan adik iparnya terus memuji brownies buatannya yang katanya lebih enak dari brownies yang biasa ia beli di toko roti langganan. Delima tersenyum, namun juga kikuk karena sikap dingin mertuanya itu.

Lima belas menit sudah Delima duduk menemani mereka di ruang tengah, selama itu pula mertuanya tetap diam. Delima hanya mengobrol dengan Aira, membahas tentang kegiatan adik iparnya itu sebagai mahasiswa baru di kampus. Ia beranjak dari duduk kemudian mengajak mertua dan adik iparnya untuk ke meja makan. Delima memberi tahu kalau tadi ia sebenarnya baru selesai memasak udang bakar madu dan cumi kemangi saat mereka berdua datang. Mendengar kata udang bakar madu, Aira menjadi makin semangat, mulutnya mendadak berliur membayangkan enaknya masakan tersebut. Dengan semangat Aira memaksa dan menggandeng ibunya yang ogah-ogahan, mengekori Delima yang berjalan lebih dulu ke dapur.

Deru suara mobil yang berhenti di halaman rumah dan pintu yang terbuka setelahnya, membuat mereka bertiga yang sedang berada di ruang makan menoleh bersamaan. Delima menghentikan kegiatannya yang sedang menata makanan di meja ketika mendapati Arkha pulang ke rumah tidak sendiri. Di belakangnya berdiri seorang perempuan bertubuh ramping memakai dress berwarna pink selutut, wajahnya sangat ayu, ia menggenggam tangan Arkha dengan erat. Dia adalah Sarah.

" Sarah ya? Sini masuk nak ". Tanya ibunya Arkha dengan senyum lebar. Mertuanya itu berdiri, menyambut dengan antusias kedatangan Arkha dan Sarah yang berjalan mendekat ke arahnya.

" Betul apa yang diceritakan Arkha, kamu ternyata sangat cantik, hari ini, ibu sengaja datang karena Arkha janji akan memperkenalkan kamu ke ibu ". Tangannya mengelus pipi Sarah lembut. Sarah tersipu kemudian melemparkan pandangannya ke Arkha yang mengangguk tersenyum.

Aira hanya bisa menatap sedih ke arah Delima yang kembali menyibukkan diri menata piring di meja. Tangan Delima terlihat sedikit gemetar. Aira tau, kaka iparnya itu hatinya sedang hancur.

" Mba Sarah silahkan duduk, mari ikut makan sekalian, kebetulan saya masak banyak ". Delima mempersilahkan Sarah dengan sopan, menekan egonya. Setelah mereka semua duduk Delima membantu menyendokkan nasi kemudian mempersilahkan makan, Delima tidak ikut makan, ia beralasan kalau sudah makan sebelumnya. Ia berjalan gontai masuk ke kamar, kemudian menangis.

Tbc >>>>>

Beautiful LiesWhere stories live. Discover now