Bab 5

646 55 1
                                    

Sudah 30 menit Delima mengunci diri di kamar mandi, ia terduduk lemas di lantai yang basah oleh air dari shower yang sengaja ia hidupkan untuk meredam suara tangisnya agar tidak membangunkan Arkha yang tertidur pulas. Merutuki segala apa yang telah ia lakukan dengan Arkha beberapa saat yang lalu, seharusnya Delima menolak sentuhan laki-laki itu, ia sepenuhnya paham bahwa Arkha melakukan itu tidak dengan kondisi yang sadar.
Delima sangat bingung, memikirkan kalimat apa yang cocok untuk menjelaskan semua kejadian ini ke Arkha saat dia bangun nanti. Delima begidik ngeri membayangkan kemungkinan lelaki itu akan sangat murka. Di sela tangisnya yang makin menjadi, terlintas di pikiran Delima wajah kedua orang tuanya yang terlihat sedih dan kecewa, karena anak perempuan yang mereka sayangi telah dengan tega mencemari nama baik keluarga, dengan tidur bersama lelaki sebelum menikah.

Delima sangat putus asa, saat ini ia butuh Sita, sahabatnya. Delima sangat ingin menghubungi Sita, menangis dan memeluk sahabatnya itu, namun yang ia lakukan dari tadi hanya duduk menangis dengan ponsel di genggaman tangan kirinya. Ia memandangi gambar di layar ponselnya, nampak dua orang yang sedang tersenyum dengan background pohon bunga kertas yang mekar warna-warni, iya..itu adalah potret dirinya dan Sita yang diambil minggu lalu di depan taman kampus.

Di sisi lain, Sita sedang gelisah di kos, ia mondar-mandir di depan kamar sambil terus melihat ke arah jam dinding di atas rak TV yang menunjukkan pukul setengah dua pagi. Semenjak pagi kemarahannya dengan Delima, ia belum melihat lagi sahabatnya itu sampai selarut malam ini, matanya sudah sangat ingin terpejam, tapi hatinya khawatir, jemarinya mengetik pesan namun dihapusnya lagi, ia gengsi untuk menghubungi Delima terlebih dulu. Sampai khirnya ia tertidur di sofa panjang depan TV.

Sita terbangun karena ponselnya berdering, menggeliatkan badannya yang terasa pegal karena posisi tidurnya yang tidak nyaman, menyipitkan matanya lalu buru-buru duduk ketika mendapati nama Delima tertera di layar ponselnya, ia sempat melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 6 pagi, sebelum kemudian mengangkat telfon dari Delima.

" Halo assalamu'alaikum "

" Wa..a.laikumsalam "

Delima menjawab salam Sita dengan terbata-bata, terdengar jelas bahwa ia sedang menangis sesenggukan. Sita menurunkan egonya, batinnya begitu khawatir dengan sahabatnya yang tidak pulang semalaman.

" Del..kamu di mana? Kenapa engga pulang? Maafin aku ya kalau kemarin terlalu berlebihan perlakuanku ke kamu, aku khawatir sama kamu ".

" Sita...hiks..hiks.."

Sita semakin panik mendengar Delima yang menangis kencang. Ia yakin pasti telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap sahabatnya itu.

" Kamu di mana? Pliss..kamu kasih tau aku, kamu kenapa sebenarnya, jangan bikin aku makin khawatir".

Karena desakan dari Sita akhirnya Delima menceritakan semua yang telah terjadi padanya. Jantung Sita berdegup kencang mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Delima, ia memejamkan matanya, menarik napas dalam kemudian berkata dengan lembut,
" Del..kamu jangan panik, aku akan jemput kamu sekarang ".
Sita mematikan sambungan telfonnya, bergegas mencuci muka dan menggosok gigi, berganti pakaian kemudian turun ke bawah. Ia mengeluarkan motornya dengan tergesa-gesa. Tepat saat ia membuka pintu gerbang, terlihat kedua orang tua Delima yang baru saja turun dari mobil, nampak gurat khawatir di wajahnya, bagaimana tidak, Delima adalah anak perempuan mereka satu-satunya. Keduanya lalu mengambil langkah cepat menghampirinya. Sita mencium tangan kedua orang tua Delima dan menyapa dengan sopan.

" Om..tante..pagi-pagi ko sudah sampai sini? Berangkat dari rumah jam berapa? "

" Jam 3 tadi, apa Delima ada di dalam?, dari kemarin Delima tidak bisa dihubungi, perasaan tante dan ayahnya juga tidak tenang ". Tutur ibu Delima dengan suara lembutnya yang terdengar sangat khawatir.

Sita tau bahwasannya dia harus jujur, bukan karena ia tak mau melindungi Delima tapi ia tak tega membohongi ibu dari sahabatnya itu. Sita menceritakan semua kronologi kejadian dari awal, tampak raut wajah kedua orang tua Delima mendadak berubah, jelas sekali terlihat air mata deras mengalir di kedua pipi wanita berusia 43 tahun itu.
Sita bergegas mengendarai motor ke tempat yang telah di sebutkan oleh Delima, diikuti mobil orang tua Delima di belakangnya. Sesampainya di lokasi, mereka bertiga bergegas dengan langkah berat menyusuri lorong mencari kamar di mana Delima dan Arkha berada.

Arkha terbangun dengan badan yang terasa sangat letih, mengerjapkan matanya, merasa semilir angin dari pendingin ruangan itu yang langsung menyentuh kulitnya, ia terperanjat mendapati dirinya tidur tanpa baju sehelaipun, matanya menyapu seluruh ruangan, tidak ada siapapun di ruangan itu kecuali dirinya, yang ia dengar hanya suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Ditariknya selimut tebal yang menutupi separuh tempatnya tidur. Berhenti sejenak. Matanya terpaku pada noda darah yang mulai berubah kecokelatan di sprei kasurnya. Astaga..ia terperanjat kaget, dibenaknya bertanya-tanya, apakah semalam ia dan si gempal Delima telah bercinta. Ah..Arkha menggelengkan kepalanya.
" Tidak..ini tidak mungkin, bahkan melihat bentuk badannya saja tidak mebuatku berhasrat sama sekali ". Gumam Arkha smbil buru-buru memakai baju dan bergegas mengetuk pintu kamar mandi yang ia yakin pasti Delima sedang di dalam.

Tok..tok..tok

Delima mengusap air matanya, ia lantas berdiri, mengambil bajunya yang tergantung di belakang pintu kemudian memakainya. Ia membasuh muka di wastafel, mengikat rambutnya kemudian bergegas membuka pintu, tangannya sangat gemetar menahan takut.
Arkha menariknya kasar keluar kamar mandi, Delima hanya bisa pasrah. Arkha menghakiminya dengan nada tinggi.

" Kamu sengaja menjebakku? JAWAB !!! "
" Apa yang kamu lakukan saat aku tidur semalam?, dasar murahan ! ".

Delima hanya mampu menunduk, hatinya sakit sekali mendengar kalimat yang keluar dari bibir Arkha.

" Tapi mas Arkha yang memulai ", lirih Delima

" KEBOHONGAN APA LAGI YANG KAMU BIKIN, HA? Aku sama sekali tidak tertarik denganmu, jangankan menidurimu, melihatmu saja aku sama sekali tak nafsu ! ".

Deg

Hati Delima mencelos, air mata kembali mengalir di pipinya, ia menggigit bibirnya kuat, berusaha menahan pedihnya luka di hati.

Arkha berhenti meluapkan emosinya ke Delima saat mendengar pintu dari luar kamar mereka ada yang mengetuk, ia mengumpat pelan karena mengira itu adalah housekeeping hotel, tubuhnya mendadak kaku sesaat setelah membuka pintu, di depannya berdiri dua orang paruh baya, laki-laki dan perempuan, serta seorang wanita muda dengan wajah marah.

Plak

Laki-laki paruh baya itu menampar pipi kiri Arkha, melesat masuk ke arah Delima kemudian memberikan tamparan yang sama di pipi perempuan tersebut.

" Pa..pa ". Delima mulai terisak keras, tubuhnya melorot memeluk kedua kaki lelaki itu

" APA YANG TELAH KAMU LAKUKAN DENGAN LELAKI ITU? MAU DI TARUH MANA MUKA BAPAKMU INI KALAU SAMPAI ORANG-ORANG TAU KELAKUAN ANAK PEREMPUANNYA YANG KELEWAT BATAS !!! ". Muka ayah Delima merah padam, disampingnya berdiri ibunya yang tidak berhenti menangis kecewa, tubuhnya lemas bahkan sampai harus dipegangi oleh Sita.

" DAN KAMU !, KAMU HARUS BERTANGGUNGJAWAB KARENA TELAH MERUSAK MASA DEPAN ANAKKU ", jari ayah Delima menunjuk tepat di muka Arkha

Arkha tak kalah emosi, ia bersikeras bahwa ini bukan salahnya, ia yakin kalau Delima sengaja menjebaknya. Ia bahkan terang-terangan menghina fisik Delima di depan orangtuanya.

Ayah Delima mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, ia berjalan ke arah nakas, mengambil ponsel Arkha.

" INI, SEKARANG KAMU TELFON ORANG TUAMU, CERITAKAN APA YANG TELAH KAMU LAKUKAN DAN KAMU HARUS MENIKAHI ANAKKU !". Tegas ayah Delima sambil menyodorkan ponsel itu ke Arkha.

" Saya tidak mau, saya tidak bersalah, saya dijebak dan saya adalah korban kebohongan anak anda ".

" NIKAHI ANAKKU ATAU KAMU MAU AKU LAPORKAN DAN SEMUA ORANG TAU PERBUATANMU. PASTI ORANG TUAMU AKAN LEBIH SAKIT HATI KALAU NAMA BAIK KELUARGANYA TERCEMAR !". Ancam ayah Delima dengan nada penuh intimidasi.

Tbc>>>>

Beautiful LiesWhere stories live. Discover now