Part 31

3.8K 301 67
                                    

Silahkan Vote terlebih dahulu!

Kalian dari mana aja ni?

Ngikutin Be Mine dari awal atau pas kena rekomend?

Dijawab ya biar Authornya seneng xixi.

Udah follow akun penulisnya belum? Yuk follow dulu buat yang belum.

**********

Takdir, nasib, dan kematian tidak ada yang tau karena semua Tuhan yang mengatur.

______________________________________

Wajah babak belur Alden terlihat jelas yang sedang diterangi bulan, Alden baru saja sadar dari pingsanya selama dua hari. Hebat bukan? Namun itu nyatanya, badanya juga sudah tak sesakit tempo hari waktu dia disiksa.

Alden mendecih pelan mematikan puntung rokoknya dengan menginjaknya diaspal, Alden kini tengah berada disalah satu gang yang sepi ia mendongak menatap langit dengan mata berkilat marah, memasukan tangan disaku dan bibir tebalnya menunggingkan senyum licik. Biarkan Alden menjadi monster yang sesungguhnya kali ini.

Alden tersenyum misterius, ia menutup kepala dengan penutup Hoodie hitamnya dan berjalan untuk mencari mangsa, mangsa yang kali ini akan membuatnya puas. Sudah lama kiranya Alden tidak memegang belati kesayanganya bukan? Maka malam ini dan seterusnya mari mainkan belati kesayangan-nya itu.

Alden bersiul ditengah-tengah keheningan malam, tidak ada manusia waras yang berkeliaran dijam dua malam apalagi dengan tangan yang memutar-mutar belati sambil tersenyum, seperti orang gila? Mungkin saja Alden sudah gila saat ini.

Alden membelokan langkahnya kearah barat dimana disana ada sebuah minimarket mungkin saja disana mangsanya berada. Alden lalu berdiri disalah satu pohon besar yang menjulang tinggi keatas, memasukan satu tangannya disaku celana dan menyenderkan tubuh tegapnya.

Senyuman Alden tercetak jelas dibibirnya saat melihat seorang gadis dengan kantong keresek ditangannya, Alden memainkan pisau kecil disakunya dengan gemas. Gemas akan memotong urat nadi gadis itu dengan pisaunya ini.

"Bodoh berkeliaran ditengah malam," guman Alden dengan raut wajah yang seketika berubah datar.

"Let's go honey, ajalmu sudah menanti." Sambungnya dengan kewarasan yang telah lenyap.

Sedangkan gadis yang akan menjadi mangsa dari Alden sendiri adalah anak satu kampus dengannya, gadis itu pergi berbelanja mie karena stok makanan dirumahnya habis dan membeli dimini market tersebut.

Gadis itu berjalan dengan santai sambil memegangi erat jaket yang dikenakan karena angin yang terlalu kencang membuatnya kedinginan. Gadis itu berbelok tepat ditempat Alden berdiri tadi, digang sana memang gelap hanya ada satu bolam yang menerangi jalanan. Sedangkan Aprtemen-nya masih berjarak satu kilometer lagi.

Gadis itu merinding sendiri karena seperti ada bayangan yang mengikutinya dari belakang, tidak mau ambil pikiran jelek gadis itu terus berjalan dengan langkah cepat namun sosok yang mengikutinya juga berjalan tak kalah cepat denganya.

Gadis itu tepekik kaget saat sebuat batu menghamtam kepalanya dengan kuat, ia terjatuh dengan keadaan kepala bocor. Samar-samar gadis itu melihat bagaimana wajah sang pelaku yang tengah berjongkok dan tersenyum kearahnya, jantung gadis itu berdetak tak karuan namun tambah tak karuan lagi saat pelaku tersebut menggeret rambutnya.

Satu kata yang dirasakan sakit. Amat sakit yang luar biasa, mulut gadis itu terbuka hendak mengeluarkan suara namun sepatah katapun tidak bisa dia ucapkan karena sakit yang luar biasa dirasa.

Sebelum pandangannya menghilang gadis itu dimasukan dibagasi mobil secara kasar dan sipelaku mendekatkan wajahnya ditelinga lalu membisikan sesuatu yang membuat gadis itu mengalirkan air mata.

"Mati," satu kata yang membuat gadis itu menangis namun tidak tersenguk dan saat itu juga pandangannya mengilang.

Satu hal yang ingin gadis itu bilang pada sang pelaku yang ingin membunuhnya, tolong jangan lakukan itu karena didunia ini aku sedang mencari dimana kedua orang tuaku. Sudah sejak kecil disiksa oleh pengasuh panti dan baru menginjak dunia sekarang namun malah kematian yang diterima?

___________________

"Tidak! Tidak! Fio kumohon buka matamu!!! Jangan bercanda seperti ini! Ini tidak lucu Fio!" Jerit frustasi terdengar jelas dari Leo yang sudah lemas terduduk dilantai.

Leo menangis sejadi-jadinya karena dokter tadi mengatakan yang tidak ingin Leo dengar seumur hidupnya, bahwa nafas Fiona sudah tidak terdeteksi.

Bagaimana dengan Peter? Lelaki itu berusaha menahan air matanya agar tidak luruh, matanya sembab memerah dengan tangan mengepal kuat. Peter mengutuk dalam hati jika Tuhan benar-benar mengambil Fiona dari dunia.

"Jangan ambil Fio terlebih dahulu kumohon, aku masih ingin membahagiakannya."  Jerit marah Peter didalam hati.

Sedangkan Dion sama histerisnya dengan Leo dia mengguncang tubuh Fiona dengan keras berharap bahwa wanita itu akan bangun.

BRAK!

Tiba-tiba saja pintu terbuka dengan paksa terlihatlah Haruna dengan Deny yang datang dengan wajah sembab, Haruna memekik histeris dan langsung mendorong tubuh Dion membuat tubuh pria itu terdorong kebelakang.

Haruna histeris ia memegangi wajah putrinya yang terlihat sangat pucat, Haruna menggeleng ia memeluk kuat tubuh Fiona. Nafas Haruna kembang kempis sakit sekali hatinya melihat bagaimana Fiona tak bernafas.

"Tidak kumohon jangan lakukan ini sayang, maafkan ibumu ini tolong jangan pergi ya?" Lirih Haruna sambil menggosok-gosok tangan Fiona yang terasa sangat dingin.

Sedangkan Deny diam membeku seperti patung, jantungnya juga berdetak tak seirama Deny menyesal sangat menyesal telah mengusir putrinya itu. Deny menangis tersejud dengan tangan yang meminta ampun pada Fiona.

"Maafkan aku nak, maafkan aku." Sesal Deny dengan tangis yang tak terbendung.

Leo menoleh pada Deny rahangnya mengeras serta tangan yang mengepal, Leo bangkit dan langsung mendaratkan bogeman mentah-mentah pada Deny yang langsung tersungkur.

"Ini semua karenamu! Berengsek! Karenamu adikku TIADA!!" Nafas Leo memburu dengan cepat dia menarik rambut nya sekuat mungkin dan berteriak sekuat mungkin ia memandangi adik kecilnya yang sudah memucat Leo mendekat lalu mencium kening Fiona lama dan dalam.

"Maafkan ayah nak," lirih Deny.

Deny hanya bisa terdiam dan menangis, dia menyesali apa yang telah diperbuatnya. Semua orang yang ada didalam sana terdiam saat mendengar detak jantung Fiona dari alat pendeteksi jantung, Leo menghapus airmatanya dia tersenyum hari sambil terus menciumi kening sang adik.

Satu ruangan yang ada didalamnya heboh karena jantung Fiona kembali berdetak meski dengan lambat, Haruna dan semua mengucapkan puji syukur karena Tuhan tidak mengambil Fiona mereka.

Dion segera bearlari meneriaki dokter dan Peter mengusap dadanya ia lega sangat lega karena masih ada harapab baginya untuk membahagiakan Fiona, biarlah bagaiamana nanti caranya biar takdir yang menentukan.

Dokter berlari diikuti oleh para perawat dengan peralatan lengkah, Dokter menyuruh salah satu perawat mengambil alat untuk memeriksa detak jantung Fiona.

Dokter itu mengecek mata Fiona dan kembali memasangkan infus ditangan Fiona, Dokter itu tersenyum haru kearah semua orang yang ada disana.

"Ini keajaiban Tuhan yang tidak pernah terjadi sebelumnya, Detak jantungnya masih lemah dan perlu vitamin serta obat lainnya dan istirahat, bagi penjaga harap dua orang saja yang masuk, boleh secara bergantian. Saya permisi," ucap Dokter yang bernama Hermawan tersebut laku melenggag pergi.

Takdir, nasib, dan kematian tidak ada yang tau karena semua Tuhan yang mengatur.

Tbc.

Next?

Be Mine (END)Where stories live. Discover now