GURATAN tinta pena tercetak di lembar kertas yang semula polos kini menjadi penuh dengan coretan abstrak. Pola-pola itu menggambarkan apa yang di pikiranku saat ini—rumit, sulit, bahkan tidak terbaca.Tentang apa yang baru saja kulalui, rasanya bukan hanya kebetulan yang tercipta begitu saja. Entah bagaimana semua berjalan sesuai dengan keinginkan laki-laki yang seharusnya tidak perlu kuturuti kemauannya. Juga, Layla yang seolah menjadi pendukung dengan menampilkan wajah bahagianya saat mengetahui tempat penelitian kami di Konya—Kota para Sufi yang terletak di Anatolia Tengah itu.
Lengkap, tidak ada lagi cara aku menolak atau mengelak dari jalan takdir yang akan kulalui.
Konya.
Setengah hatiku menyambut girang kabar ini, apalagi Kota itu belum pernah kukunjungi, meski setengahnya lagi berbisik agar aku tidak memberitahu Ghufta terkait kabar penelitianku di sana.
Apakah salah jika aku tidak turut andil membantu teman perempuannya itu?
Perpustakaan menjadi tempat kami singgah setelah tidak jadi bertemu dengan Hoca Aydan. Gedung berlantai lima ini umumnya disediakan di tiap Fakultas, meski Kampus juga menyediakan satu Gedung Perpustakaan dengan kapasitas lebih besar untuk umum. Tentunya dengan berbagai buku yang lebih beragam.
Nuansa putih dan cream dengan dekorasi kayu dan karpet halus berwarna hijau yang cerah di tiap lantai menjadi penyegar mata setelah membaca buku atau mengerjakan tugas.
YOU ARE READING
Anılar [On Going]
Spiritual[Update Setiap Hari Minggu & Rabu] Harapan itu membingkai kenangan yang membeku dalam kalbu. Jejaknya afeksi yang tidak memudar dalam atmosfer kehidupan. Membawa mimpi yang terbang membelenggu angan. Benar bahwa nasihat lama mengatakan: bagaimana...