0.5

11.8K 1.5K 119
                                    

"YAHAHAHA jelek banget mukanya. Bajunya tuh dikit lagi dikit lagi!" Beomgyu berteriak heboh sembari merekam Sena yang sedang dirundung oleh Jaemin dan Jeno.

Hari ini Sena tidak melakukan kesalahan apapun, tapi mereka tetap merundungnya. Mereka membawa gadis itu ke rooftop, tempat sepi yang kosong. Tidak ada siswa berlalu lalang disana. Jeno dan Jaemin benar-benar tidak mempunyai hati, gadis malang itu sudah berteriak dan memohon-mohon untuk berhenti memukulinya, tapi keduanya menulikan pendengarannya.

Sena meringkuk di tanah, berusaha melindungi bagian kepalanya agar tidak terkena pukulan Jaemin dan Jeno. Air matanya terus lolos dan tubuhnya sedikit demi sedikit tergeser ke tanah akibat pukulan mereka berdua.

"PLISS UDAH! UDAH!" teriak Sena histeris masih berusaha melindungi bagian kepalanya.

Keduanya baru berhenti menendang dan memukul ketika bel berbunyi. Jaemin dan Jeno langsung menjauh dari tubuh Sena yang terbujur lemas. Sena meringkuk lemah, tangannya yang semula berusaha menutupi kepalanya kini ia alihkan memegangi perutnya. Rasanya benar-benar sangat sakit.

Begitu menyakitkan hidup di dunia ini.

"Buruan cabut! Awas lo ikut ke ruang musik!" sentak Beomgyu sangar.

Sekarang Sena mengerti kenapa mereka memukulnya, mereka tidak ingin Sena ikut pelajaran musik hari ini. Bukan mereka, tapi Beomgyu. Tapi itu sama saja, jika salah satu dari mereka merasa terancam maka keempatnya tak segan-segan memukulnya.

Beomgyu pandai dalam bidang musik, ia tidak ingin mempunyai saingan dan Sena adalah saingannya.

BUGHH

Beomgyu menendang punggung Sena dengan keras sebelum akhirnya meninggalkan Sena sendirian. Tapi sebelum itu, Jaemin berujar.

"Hyun, lo ambilin dia baju di UKS." Jaemin melirik Sena, lebih tepatnya ke arah baju Sena yang kotor dan beberapa bagian seragamnya terdapat sobekan. Tangan gadis itu juga lecet-lecet karena tergesek oleh tanah. Kemudian Jaemin menatap Sena sinis." Ntar ketauan kalo dia dipukulin di sekolah. Mana udah bengkak banget lagi mukanya!"

Mereka berempat langsung meninggalkan Sena sendirian. Benar-benar sendiran dalam keheningan. Hanya ada suara semilir angin yang memeluknya, angin yang terasa begitu dekat seakan-akan melindunginya.

Gadis itu makin meringkuk, memeluk tubuhnya erat dan mencoba menahan segala rasa sakit yang ada pada tubuhnya. Namun pada akhirnya, Sena hanya bisa terisak tanpa suara.

Sangat sakit rasanya menangis tanpa suara. Sangat sakit rasanya berusaha menahan rasa sakit disaat tubuhnya hampir menyerah. Ia pasrah, ia ingin menunggu Tuhan menjemputnya. Sejujurnya ia lelah, ia sangat lelah. Tubuhnya menyerah, batinnya tersiksa namun dirinya sendiri berusaha agar tetap hidup.

"Tuhan..." lirih Sena.

Isakan langsung terdengar begitu ia menyebut kata ' Tuhan', rasanya dadanya seperti dihancurkan berkali-kali. Bibirnya bergetar, berusaha sekuat tenaga Sena menutupnya, namun isakan itu terdengar makin keras.

"Tuhan..." lirihnya sekali lagi, seakan-akan ia sedang mengadu pada sang pencipta." Sakit..."

Sena kemudian mendudukan tubuhnya, tangannya mencengkeram tanah kuat-kuat. Direntangkannya kakinya, menunjukan kaos kaki yang biasanya panjang selutut kini menjadi setelapak kaki. Matanya langsung menyapa kakinya yang penuh dengan luka, kakinya yang penuh dengan lebam. Rasanya makin sesak melihat kondisi tubuhnya seperti ini.

Dengan perasaan marah dan sesak yang mendominasi, Sena melakukan kebiasaan yang selalu ia lakukan. Tangannya mulai memukul kepalanya kuat-kuat. Berteriak seperti orang tidak mempunyai akal sehat. Teriakan histeris dan suara pukulan terdengar sangat jelas. Sena menghentak-hentakan kakinya sembari menarik kuat-kuat rambutnya yang sudah mulai menipis.

"ARRGGHHH!" Sena berteriak histeris. Tangannya tak berhenti memukul kepala dan anggota tubuhnya yang lain.

"Tuhan..." lirih Sena sekali lagi dengan seluruh tubuh yang mulai pasrah. Sena mulai menangis, kali ini ia benar-benar pasrah.

Tangisan itu terdengar sangat pilu. Seluruh rasa sakit ia keluarkan lewat tangisannya. Sena menyandarkan tubuhnya ke tembok, mendongak menatap langit yang sangat cerah.

Tiap hari selalu cerah, ia berharap hidupnya juga secerah langit siang ini.

"Sakit, sakit banget Tuhan..."

Tangisan Sena membuat seorang laki-laki di pintu rooftop sana terdiam. Matanya mulai memanas menatap Sena dengan pandangan memburam dalam diam. Matanya yang bulat dan besar benar-benar terpaku menatap gadis yang selama ini selalu mereka siksa. Dia Kang Taehyun.

Taehyun kembali melihat Sena yang memukul kepalanya. Rasanya sangat sesak. Ia tidak pernah tau dan tidak pernah menyangka bahwa ia telah menghancurkan hidup seseorang sampai sejauh ini. Tangannya menggenggam baju seragam yang ia ambil dari UKS dengan sangat erat. Kakinya ingin melangkah untuk menemui Sena, namun pintu rooftop itu langsung terbuka lebar, seseorang melewatinya dengan begitu cepat dan langsung menghampiri Sena dengan penuh khawatir.

"SENA! SADAR! SADAR! JANGAN PUKUL KEPALA LO!" teriak Renjun dan berusaha sekuat tenaga menjauhkan tangan Sena dari kepala. Sena malah menarik kuat-kuat rambutnya.

"SAKIT BANGET RENJUN..." teriak Sena namun tak melepaskan jambakannya pada rambutnya sendiri.

Renjun masih berusaha menenangkan gadis itu. Ia panik. Renjun memegang kedua bahu Sena erat, membuat Sena langsung menatapnya.

"Sena! Liat gue! Tenang! Tenang! Jangan lakuin itu ke tubuh lo! Oke?" kata Renjun dengan mata memerah.

Sena menatap Renjun, tatapannya terpaku pada manik mata teman lamanya itu. Seketika Sena menjadi tenang walaupun tubuhnya bergetar. Tubuhnya terasa sangat kaku.

"Denger, kan!? Jangan lakuin itu ke tubuh lo! Jangan pukul diri lo lagi! Jangan lampiasin ke diri lo sendiri!" tegas Renjun menatap khawatir Sena. Sungguh, ia benar-benar khawatir.

Sena terdiam selama beberapa detik, lalu tangisannya kembali pecah." Jun, sakit banget..."

Sena menangis tepat dihadapan Renjun. Renjun hanya diam mendengar segala isakan gadis itu. Ia tidak tau apa yang harus ia lakukan. Ini pertama kali baginya melihat Sena menangis setelah kurang dari dua tahun tidak saling berbicara satu sama lain.

Taehyun, pemuda itu masih setia berdiri di pintu rooftop yang sedikit tertutup namun masih ada sedikit celah baginya untuk melihat gadis itu.

Rasa bersalah muncul. Rasa bersalah yang ia dapatkan sangat sakit, sangat sesak sampai-sampai ia tidak bisa bernafas dengan tenang.


































What happen bro

Dangerous Bully | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang