"Kamu sudah memiliki KTP, 'kan?" Zafia menganggukkan kepalanya.

"Ya, berarti kamu sudah mendapat gelar istri," ucap Alfa.

Zafia yang tidak mengerti maksud Alfa hanya menggidikkan bahunya. Dia melanjutkan makan kembali dengan hening sampai semua makanannya habis.

***

Sekarang Zafia dan Alfa tengah berkeliling di lantai tiga. Selepas makan mereka langsung mengelilingi lantai tiga tanpa melihat Syifa ataupun keadaan di lantai satu.

"Rumah ini Papa yang beli juga? Seperti Papa membelikan rumah sementara untuk Dinda dan Denzi?" tanya Zafia disela memandangi sekitar.

"Bukan. Rumah ini aku yang membelinya, lumayan lama. Rencananya, aku akan menempati rumah ini setelah Tisya mau dibawa pulang ke Jakarta. Tapi, nasib berkata lain. Dia berpulang selamanya di tempat yang lebih indah dari ini," ucap Alfa dengan tatapan nanar.

"Oh, maaf sudah mengingatkan Kak Al pada Mbak Tisya," ucap Zafia dengan nada menyesal.

Alfa menggelengkan kepalanya. Tangannya menggenggam tangan Zafia. "Tisya memilih orang yang tepat untuk menggantikannya. Aku yakin kamu bisa seperti dia. Aku akan mengajarimu dari bawah. Kamu mau berjuang bersamaku?"

Zafia mematung dengan jantung berdegup kencang. Entah sudah keberapa kalinya Alfa membuat jantungnya ingin lepas dari tempatnya. Yang jelas, Zafia kembali merasakan perasaan asing itu.

"Kak Al nembak aku?" tanya Zafia dengan wajah polosnya.

Alfa yang mendengar pertanyaan Zafia mengusap wajah kasar. Ia yang sebenarnya tengah menyusun skenario romantis untuk menyatakan perasaannya pada Zafia malah dihancurkan oleh Zafia dengan pertanyaan konyolnya.

Nembak? Buat apa? Alfa suami Zafia, buat apa Alfa menembak Zafia kalau Alfa sudah berhasil menghalalkannya?

"Intinya, kamu harus berusaha cinta sama aku," ucap Alfa kembali menggandeng tangan Zafia dan membawanya ke kamar mereka.

"Cinta? Buat apa?" tanya Zafia sambil menyejajarkan langkahnya dengan langkah Alfa.

"Buat balas perasaan aku," jawab Alfa.

"Kak Al udah cinta sama aku? Atau ada perasaan lain yang harus dibalas? Maksudnya, harus kubalas?" tanya Zafia.

Alfa menghentikan langkahnya dan menghadap ke arah Zafia. Dia menangkup pipi Zafia dan mendekatkan wajahnya dengan wajah Zafia.

"Apa perbuatan yang selalu aku lakukan belum membuktikan perasaanku padamu, Zaf?" tanya Alfa dengan mata belum lepas dari mata Zafia. Dia menyisakan beberapa senti dari wajah dan wajah Zafia.

"Perbuatan apa yang Kak Al lakukan?" tanya Zafia dengan suara sedikit berbeda akibat tangkupan tangan Alfa membuat bibirnya sedikit memonyong.

'Gadis ini membuatku kesal. Setidakpeka itukah dia tentang perasaanku? Aku jelas mencintaimu, Zafia. Rasa yang baru aku mengerti ini memang mendefinisikan kalau aku mencintaimu.'

Alfa menjauhkan wajahnya dari wajah Zafia. Dia menarik kasar hidung Zafia hingga menimbulkan bekas merah di sana. Zafia jelas memekik kaget dengan perilaku Alfa. Apa salahnya?

"Kamu menyebalkan, Zaf." Alfa melangkahkan kakinya menuju kamar yang pintunya sudah kelihatan. Zafia yang masih bingung di belakangnya hanya bisa menggerutu tidak jelas dengan tangan terus mengusap hidungnya.

"Kalau suka sama aku bilang aja kenapa? Dasar laki-laki, yang dibesarin gengsinya. Padahal kalau ingin mengaku suka sama aku, aku bisa aja berusaha membalas perasaannya. Mungkin," gerutu Zafia.

Padahal ia saja yang tidak peka dengan perasaan Alfa yang jelas-jelas memberikan sinyal besar untuknya.

***

Ceklek!

Zafia menutup pintu ruangan yang berisi buku bacaan. Ia baru saja mengelilingi dalam kamarnya. Ia sekarang sudah mengetahui kalau tiga pintu di kamar itu menuju ke kamar mandi, keluar kamar, dan ruang bacaan alias perpustakaan kecil.

"Kak Al," panggil Zafia sambil berjalan mendekati Alfa di ranjang.

Alfa yang tengah membaca berkas dari kantornya melirik sekilas, kemudian menyibukkan diri dengan berkas itu kembali.

"Kak Al," panggil Zafia lagi dengan tangan menarik kaos hitam polos milik Alfa.

"Hmm." Kali ini bukan lirikan balasan Alfa, tapi deheman kecil.

"Hp aku mana?" tanya Zafia sambil menyodorkan tangannya.

"Kakak kasih babysitter Ifa. Kenapa?" tanya Alfa sambil membolak-balikkan berkas di tangannya.

"Ihh ... kok, dikasih sama babysitter, sih? Lagian sejak kapan Ifa punya babysitter?" tanya Zafia sambil mencabik bibir kesal.

"Sejak kita tinggal di sini," jawab Alfa melirik Zafia sekilas.

"Terus kalau aku mau hubungi Dinda gimana?" tanya Zafia kesal. Sudah hpnya diberi babysitter, ditambah Alfa yang bersikap cuek padanya membuat Zafia super-duper kesel.

"Pakek hp Kakak. Ada nomor Dinda di sana," jawab Alfa melirik hpnya.

"Tapi kata Kak Al aku mau dibelikan hp baru. Kalau hp dari Denzi Kakak kasih babysitter, keenakan babysitternya, dong," ucap Zafia.

"Sekali-kali baik sama orang, apa salahnya?"

"Kakak ada hubungan apa sama babysitter Ifa? Dia boleh pakek hp, tapi istri Kakak sendiri dilarang," ucap Zafia dengan mata berkaca.

Alfa menurunkan berkas itu dari wajahnya. Pertanyaan Zafia membuat konsentrasinya bubar juga membuat pandangannya tersisihkan.

"Kamu cemburu?" tanya Alfa dengan wajah datar. Mata Zafia tambah berkaca dengan nada bicara Alfa yang terkesan memusuhinya. Padahal, ia tidak tahu kalau isi hati Alfa ingin teriak kegirangan karena satu pertanyaan itu keluar dari bibir Zafia.

"Tidak. Aku cuma tak suka Kakak lebih memilih babysitter itu daripada aku," lirih Zafia sambil memainkan jarinya.

Senyum Alfs langsung mengembang. Ditariknya Zafia ke dalam pelukannya dan dihujani kepala Zafia dengan kecupannya.

"Pertanyaan kamu menjawab pertanyaan Kakak. Kamu cemburu 'kan?" tanya Alfa.

"Tidak. Aku cuma tak suka."

"Iya, kamu cemburu. Aahh, Kakak seneng banget kalau perasaan Kakak terbalaskan," ucap Alfa memeluk Zafia erat.

"Kakak suka sama aku 'kan?" tanya Zafia sambil memandang Alfa.

"Kakak cinta sama kamu," ungkap Alfa dengan suara mantap.

"Huaaa ... aku baper. Ternyata seperti ini rasanya ditembak sama suami sendiri. Aku bisa buktikan ke Dinda kalau aku bisa ditembak secara langsung. Bukan lewat chat WA, DM Instagram atau lewat benda persegi menyebalkan itu. Jadi, kita sekarang pacaran, Kak Al?" tanya Zafia yang membuat pelukan Alfa terlepas.

Alfa memandang bingung pada Zafia. Sedangkan Zafia hanya cengengesan membalas tatapan Alfa.

"Dinda, aku udah punya pacar!" teriak Zafia sambil memeluk pinggang Alfa.

Alfa yang masih bingung dengan kelakuan Zafia hanya geleng-geleng kepala. 'Efek Handphone. Belum sebulan Zafia menyentuh benda persegi itu, dia sudah tahu tentang pacar-pacaran. Lah, aku yang jadi suaminya jelas sudah menjadi pacar halalnya sejak kalimat ijab kobul terucap. Dia baru menyadarinya sekarang?'

__________
Next?

Jangan lupa Vote & Komen❤️🥰.

Gadis Kedua Guru Olahraga [ END ]Where stories live. Discover now